Apa yang diharap dari Merpati?

Selasa, 13 Agustus 2013 - 06:38 WIB
Apa yang diharap dari...
Apa yang diharap dari Merpati?
A A A
SAAT maskapai penerbangan lain panen pada musim mudik Lebaran tahun ini, maskapai Merpati Nusantara Airlines (MNA) malah ”asyik” merombak manajemen.

Maskapai pelat merah tersebut memang lebih sering diberitakan seputar penggantian manajemen ketimbang kinerja perusahaan yang memberi harapan positif. Direktur Utama MNA Rudy Setyopurnomo yang baru menjabat sekitar setahunan terpaksa harus diturunkan di tengah jalan karena dinilai tak mampu membenahi perusahaan yang kini menanggung beban utang sebesar Rp6,5 triliun.

Kini Asep Eka Nugraha tampil sebagai pilot perusahaan maskapai nasional yang tiada henti dirundung masalah itu. Asep bukanlah orang baru di MNA. Sebelum Rudy Setyopurnomo mengambil alih kendali di perusahaan tersebut, dia tercatat sebagai direktur operasi ketika direktur utama dijabat Sardjono Jhony. Asep mengawali karier di MNA sebagai pilot sebelum masuk jajaran manajemen. Belakangan Asep hengkang dari MNA pada Februari 2013 sebagai buntut perseteruan manajemen dengan karyawan.

Namun, akhir Juli lalu Menteri BUMN Dahlan Iskan memberi jabatan puncak sebagai direktur utama MNA. Hari pertama menyandang orang nomor satu di MNA, Asep langsung tancap gas melakukan penghematan perusahaan melalui restrukturisasi organisasi dengan menghilangkan 12 divisi dari 30 divisi yang dinilai tidak efisien. ”Kondisi organisasi kita selama ini terlalu gemuk. Rabu saya disahkan sebagai dirut, Kamis saya langsung rampingkan divisi menjadi 18 saja,” kata Asep kepada awak media, Senin pekan lalu.

Setelah merampingkan divisi, langkah selanjutnya segera mengkaji ulang rute penerbangan. Rute yang tidak feasible dan tidak menguntungkan bakal ditutup. Bagaimana dengan nasib karyawan MNA? Untuk urusan sensitif ini, Asep memilih menutup mulut rapat-rapat. Daripada mengutak-atik soal program rasionalisasi karyawan yang sempat mewarnai pemberitaan media massa belakangan ini, manajemen baru memilih program menyatukan seluruh karyawan untuk berjuang bersama menghidupkan perusahaan.

Semangat manajemen baru untuk menerbangkan MNA kita harus apresiasi. Tetapi, manajemen juga harus realistis apakah masih mampu menerbangkan MNA yang kini terbelit utang sekitar Rp6,5 triliun sebagai akumulasi dari utang pokok dan bunga serta kinerja yang terus berdarah-darah setiap tahun? Langkah pemerintah yang tiada lelah untuk menyelamatkan maskapai tersebut melalui penyertaan modal negara (PMN) juga perlu dipertanyakan.

Bayangkan, pemerintah sudah menyuntikkan dana PMN sebanyak 50 kali senilai lebih dari Rp1triliun, namun kinerja yang diimpikan semakin jauh dari harapan. Memang, masih ada asa untuk menyelamatkan MNA. Kabarnya, sejumlah investor baik dalam maupun luar negeri meminati perusahaan penerbangan yang terkenal dengan rute perintis yang menembus daerah yang tidak dijamah maskapai penerbangan lain. Itu sejalan dengan rencana pemerintah yang bersedia melepas 35% saham kepada swasta.

Namun, para investor memberi catatan bahwa semua utang perusahaan harus dibereskan dulu. Soal utang itu, Menteri Dahlan sudah pasrah. ”Mungkin penyelamatan perusahaan bisa terjadi jika tiba-tiba malaikat turun ke bumi untuk menghapuskan utang Merpati,” ujar Dahlan, menggambarkan kepasrahannya beberapa waktu lalu. Selain utang superjumbo tersebut, kinerja MNA juga semakin ngawur dengan membukukan kerugian sebesar Rp413 miliar pada semester pertama tahun ini.

Itu berarti meningkat sebesar Rp53 miliar dibanding periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar Rp360 miliar. Tanpa bermaksud mengecilkan semangat manajemen baru, ibarat pesawat sedang terbang menghadapi turbulensi akibat utang yang menggunung dan kinerja tak kunjung membaik yang dilengkapi dengan predikat salah satu dari 20 maskapai terburuk di dunia versi Business Insider yang dilansir Skytrax. Lalu, apalagi yang diharapkan dari Merpati?
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9606 seconds (0.1#10.140)