Muhaimin vs SBY
A
A
A
KETUA Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar kini punya pekerjaan berat. Ia harus kerja keras memenangkan pencalonan Khofifah Indar Parawansa yang diusung partainya menjadi calon gubernur Jawa Timur (Jatim).
Kemenangan Khofifah tentu akan menjadi pertaruhannya. Sebab, Jatim adalah menjadi salah satu basis kuat PKB. Selain itu, Muhaimin juga tidak mau ”malu” untuk kedua kalinya karena pencalonan Khofifah yang pertama kalah dengan pasangan Pak De Karwo (Soekarwo)-Gus Ipul (Saefullah Yusuf). Namun untuk proyek pencalonan Khofifah yang kedua kali ini, juga tetap tidak mudah. Ada dua kekuatan yang harus dihadapi Muhaimin. Pertama, kekuatan SBY dengan Demokratnya yang ingin tetap memasang pasangan Pak De Karwo-Gus Ipul.
Sama seperti Muhaimin, SBY juga tidak mau kalah dalam pertarungan kali ini, karena Pilgub Jatim adalah menjadi pertaruhannya yang terakhir. Sebab, dalam pilgub di beberapa daerah, pasangan yang diusung Demokrat tidak ada yang menang. Tentu bisa dibayangkan SBY dan Demokratnya akan sangat malu dan tidak memiliki andalan politik di daerah ketika pasangan yang diusung kalah.
Tentu bisa dibayangkan pula, untuk Pilgub Jatim kali ini, SBY akan mengeluarkan semua jurus untuk merebut kemenangan di akhir peluang yang tersisa. Yang menjadi pertanyaan kita, apakah SBY dan jurusnya masih ampuh karena seiring dengan makin merosotnya tingkat kepercayaan publik terhadap kepemimpinannya dan elektabilitas partainya. Bisa menjadi salah satu contoh keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang tetap meloloskan Khofifah untuk menjadi calon Gubernur Jatim menjadi bukti bahwa kepemimpinan SBY dan partainya tidak memiliki pengaruh lagi.
Namun Muhaimin tetap tidak boleh lengah dengan pelemahan citra SBY dan partainya. Sebab, SBY masih memiliki jaringan ”kekuasaan” yang bisa dipakai untuk ”bermain”. Selain SBY, ada satu kekuatan lagi yang juga harus dihadapi Muhaimin, yakni nama Gus Ipul yang menjadi cawagubnya Pak De Karwo. Secara biologis, Gus Ipul adalah saudaranya. Ini yang akan membuat perang batin; Muhaimin memilih kepentingan saudara atau kepentingan partainya.
Kalau memilih Gus Ipul, tentu tidak perlu mencalonkan Khofifah. Ketika mendahulukan kepentingan partai, maka masalah hubungan persaudaraan dengan Gus Ipul menjadi urusan yang dinomorduakan. Dalam konteks ini, untuk kepentingan martabat kepemimpinan Muhaimin dan masa depan PKB, dia harus menanggalkan dulu hubungan persaudaraan.
Biarpun akan ada ekses psikologis, Muhaimin harus tetap kuat dengan PKB. Kita percaya Muhaimin akan memilih jalan politik partai karena konflik psikologis ini bukanlah pengalamannya yang pertama. Sebelumnya, Muhaimin juga terlibat perang politik yang sangat keras dengan Gus Dur dan putrinya, Yenny Wahid. Namun dia tetap bisa melalui pertarungan politik tersebut dengan baik. Dalam politik, seperti sudah lazim bahwa harus ada yang dikorbankan untuk kelanggengan kekuasaan politik.
Karena itu, dalam konteks pencalonan Khofifah untuk Pilgub Jatim, Muhaimin tidak perlu terganggu dengan SBY meskipun dia masih berada dalam barisan kabinet SBY. Kalau dengan SBY tidak khawatir, dengan Gus Ipul pun, Muhaimin tidak perlu khawatir karena pada prinsipnya persoalan persaudaraan jauh lebih mudah ketimbang urusan politik.
Kemenangan Khofifah tentu akan menjadi pertaruhannya. Sebab, Jatim adalah menjadi salah satu basis kuat PKB. Selain itu, Muhaimin juga tidak mau ”malu” untuk kedua kalinya karena pencalonan Khofifah yang pertama kalah dengan pasangan Pak De Karwo (Soekarwo)-Gus Ipul (Saefullah Yusuf). Namun untuk proyek pencalonan Khofifah yang kedua kali ini, juga tetap tidak mudah. Ada dua kekuatan yang harus dihadapi Muhaimin. Pertama, kekuatan SBY dengan Demokratnya yang ingin tetap memasang pasangan Pak De Karwo-Gus Ipul.
Sama seperti Muhaimin, SBY juga tidak mau kalah dalam pertarungan kali ini, karena Pilgub Jatim adalah menjadi pertaruhannya yang terakhir. Sebab, dalam pilgub di beberapa daerah, pasangan yang diusung Demokrat tidak ada yang menang. Tentu bisa dibayangkan SBY dan Demokratnya akan sangat malu dan tidak memiliki andalan politik di daerah ketika pasangan yang diusung kalah.
Tentu bisa dibayangkan pula, untuk Pilgub Jatim kali ini, SBY akan mengeluarkan semua jurus untuk merebut kemenangan di akhir peluang yang tersisa. Yang menjadi pertanyaan kita, apakah SBY dan jurusnya masih ampuh karena seiring dengan makin merosotnya tingkat kepercayaan publik terhadap kepemimpinannya dan elektabilitas partainya. Bisa menjadi salah satu contoh keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang tetap meloloskan Khofifah untuk menjadi calon Gubernur Jatim menjadi bukti bahwa kepemimpinan SBY dan partainya tidak memiliki pengaruh lagi.
Namun Muhaimin tetap tidak boleh lengah dengan pelemahan citra SBY dan partainya. Sebab, SBY masih memiliki jaringan ”kekuasaan” yang bisa dipakai untuk ”bermain”. Selain SBY, ada satu kekuatan lagi yang juga harus dihadapi Muhaimin, yakni nama Gus Ipul yang menjadi cawagubnya Pak De Karwo. Secara biologis, Gus Ipul adalah saudaranya. Ini yang akan membuat perang batin; Muhaimin memilih kepentingan saudara atau kepentingan partainya.
Kalau memilih Gus Ipul, tentu tidak perlu mencalonkan Khofifah. Ketika mendahulukan kepentingan partai, maka masalah hubungan persaudaraan dengan Gus Ipul menjadi urusan yang dinomorduakan. Dalam konteks ini, untuk kepentingan martabat kepemimpinan Muhaimin dan masa depan PKB, dia harus menanggalkan dulu hubungan persaudaraan.
Biarpun akan ada ekses psikologis, Muhaimin harus tetap kuat dengan PKB. Kita percaya Muhaimin akan memilih jalan politik partai karena konflik psikologis ini bukanlah pengalamannya yang pertama. Sebelumnya, Muhaimin juga terlibat perang politik yang sangat keras dengan Gus Dur dan putrinya, Yenny Wahid. Namun dia tetap bisa melalui pertarungan politik tersebut dengan baik. Dalam politik, seperti sudah lazim bahwa harus ada yang dikorbankan untuk kelanggengan kekuasaan politik.
Karena itu, dalam konteks pencalonan Khofifah untuk Pilgub Jatim, Muhaimin tidak perlu terganggu dengan SBY meskipun dia masih berada dalam barisan kabinet SBY. Kalau dengan SBY tidak khawatir, dengan Gus Ipul pun, Muhaimin tidak perlu khawatir karena pada prinsipnya persoalan persaudaraan jauh lebih mudah ketimbang urusan politik.
(nfl)