Tertibkan pasar Tanah Abang

Jum'at, 12 Juli 2013 - 06:46 WIB
Tertibkan pasar Tanah Abang
Tertibkan pasar Tanah Abang
A A A
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok belakangan ini banyak mengerutkan kening akibat rumitnya melakukan penataan kawasan pasar Tanah Abang.

Mantan Bupati Belitung Timur itu kini benar-benar merasakan betapa bandelnya para pedagang kaki lima (PKL) yang menguasai jalanan di kawasan pasar dan betapa kompleksnya persoalan yang melatarinya. Persoalan yang dihadapi Ahok terkait upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk membenahi kawasan pasar produk tekstil terbesar di Asia Tenggara tersebut.

Salah satu fokusnya bagaimana PKL yang meluber semaunya sendiri ke jalan bisa ditata sehingga keberadaannya tidak mengganggu arus lalu lantas. Siapa pun yang melintasi kawasan tersebut, dari arah mana pun, dijamin pasti akan terjebak dengan kemacetan. Kendaraan berhadapan dengan kondisi jalan yang menyempit karena dimakan PKL, terhalang angkutan kota yang parkir dan menaik-turunkan penumpang semaunya sendiri, serta terhalang lalulalang masyarakat dan kuli pembawa gerobak pengangkut sak pakaian yang akan dipaketkan ke luar kota.

Suasana kian menyesakkan pada hari-hari menjelang Hari Raya Idul Fitri seperti sekarang ini. Belum lagi ancaman kriminalitas yang setiap saat mengincar para pembeli yang lengah. Celakanya, kondisi tidak karuan tersebut sudah telanjur dianggap sebagai pemandangan biasa karena sudah dirasakan bertahun-tahun tanpa ada perbaikan yang bisa dilakukan pemimpin-pemimpin Jakarta sebelumnya.

Kondisi demikian hanya dimaklumi sebagai bagian dari karakter masyarakat Indonesia yang susah diajak tertib. Perbaikan fisik pasar hingga menjadikan Tanah Abang sebagai pasar yang megah dan modern pun tidak mampu menjadi pendorong penataan kawasan sekitar. Para PKL yang sudah telanjur menikmati berjualan di tengah jalan tetap memilih berjualan di sana. Berkali-kali ditertibkan, mereka pasti bakal ke tempat semula.

Langkah yang ditunjukkan Pemprov DKI saat ini perlu diapresiasi. Bagaimanapun tindakan yang ditunjukkan PKL, angkot, atau siapa pun yang mengganggu arus lalu lintas bukan sekadar pelanggaran, melainkan telah merampas hak masyarakat luas lainnya. Tetapi bisa dipahami, penataan tidak akan berjalan mudah. Pemprov harus memahami akar persoalan dan kompleksitas yang melingkupinya dan menawarkan intervensi yang bisa menjadi solusi untuk memutus rantai setan kesemrawutan tersebut.

Sekilas Ahok sudah menemukan salah satu akar persoalannya. Keberadaan PKL di tengah jalan bukan hanya karena mereka mau mengambil keuntungan seenaknya, melainkan juga karena ada permainan premanisme dan oknum di belakangnya. Mereka berupaya mempertahankan PKL di jalanan karena mendapatkan keuntungan dari pungutan liar yang mereka dapatkan.

Solusinya, tindakan tegas harus diberlakukan terhadap mereka. Terhadap para PKL, Pemprov sudah menawarkan kepada mereka untuk pindah ke Pasar Blok G. Tapi, mereka kembali lagi turun ketengah jalan dengan alasan sepi pembeli. Alasan ini bisa dipahami. Karena itu, Pemprov terlebih dulu membenahi pasar tersebut, termasuk membuka akses yang memungkinkan pembeli memasuki pasar tersebut.

Jika PKL tetap bersikeras mempertahankan perilakunya, kesimpulannya mereka memang tidak pernah mau berpikir kepentingan orang lain. Dalam kasus seperti ini, Pemprov harus menegakkan prinsip utilitas dengan melakukan langkah apa pun untuk kembali menata kawasan Pasar Tanah Abang. Hal yang sama juga harus diberlakukan kepada para pedagang lain, metromini, angkot, dan bajaj yang menyebabkan kesemrawutan.

Pemprov harus meneguhkan diri bahwa penertiban kali ini harus sukses. Penertiban juga harus menjadi momentum baru membangun budaya ketertiban, bukan hanya di Pasar Tanah Abang, melainkan juga pasar-pasar lain yang kondisinya kurang lebih sama. Jika gagal, pemandangan yang terjadi saat ini dipastikan kian ruwet dan kompleksitas masalahnya akan kian bertumpuk.
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5802 seconds (0.1#10.140)