Soal BBM, pejabat & elite wakili sikap partai
A
A
A
Sindonews.com – Pemerintah dan Partai penguasa merupakan salah satu pihak yang diuntungkan dalam isu kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Peneliti Kajian Budaya dan Pengamat Sosial Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati mengatakan, pemerintah seakan-akan sengaja mengulur-ulur waktu dalam proses kenaikan BBM.
Akhirnya berhasil memancing Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk bersikap mendua, dan justru semakin menenggelamkan citra PKS di tengah-tengah isu skandal.
Devie mengatakan pemerintah cenderung tidak berupaya menjalin komunikasi yang baik dan giat dengan publik.
Informasi seputar isu BBM cenderung diperoleh dari narasumber-narasumber di luar pemerintahan, dimana proporsi antara suara dari pemerintah dengan suara dari luar pemerintah bahkan sangat timpang.
“Kondisi ini diperburuk dengan fakta ketika para pejabat yang memiliki posisi dalam pemerintahan bersuara, mereka lebih banyak memosisikan diri mewakili partainya. Sejumlah pernyataan dari SBY terkait isu BBM lebih terkesan mewakili sentimennya sebagai Ketum Partai Demokrat alih-alih Presiden,” tukasnya kepada wartawan di Kampus UI, Jumat (28/6/2013).
Devie menambahkan, media massa terlihat memiliki peran tertinggi dalam membentuk citra aktor-aktor yang terlibat di seputar isu BBM.
Baik lewat tajuk rencana, analisis wartawan penulis artikel, maupun pengamatan sang jurnalis yang tidak mengutip narasumber mana pun.
Media massa telah mengambil peranan yang cukup dominan dalam menentukan bagaimana isu ini dipandang, sementara pada waktu yang sama pemerintah pasif bersuara.
“Selain tergambarkannya unjuk rasa BBM sebagai aktivitas yang meresahkan, perkembangan isu di media massa yang cenderung mengarah kepada konflik antar elite, dalam hal ini konflik internal partai koalisi pendukung pemerintahan lantaran sikap PKS yang mendua, dan kepasifan pejabat-pejabat untuk bersuara mewakili pemerintah sebenarnya menyebabkan pihak yang mengambil keputusan menaikkan BBM terhindar dari citra yang lebih buruk yang bisa melandanya,” tegasnya.
Peneliti Kajian Budaya dan Pengamat Sosial Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati mengatakan, pemerintah seakan-akan sengaja mengulur-ulur waktu dalam proses kenaikan BBM.
Akhirnya berhasil memancing Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk bersikap mendua, dan justru semakin menenggelamkan citra PKS di tengah-tengah isu skandal.
Devie mengatakan pemerintah cenderung tidak berupaya menjalin komunikasi yang baik dan giat dengan publik.
Informasi seputar isu BBM cenderung diperoleh dari narasumber-narasumber di luar pemerintahan, dimana proporsi antara suara dari pemerintah dengan suara dari luar pemerintah bahkan sangat timpang.
“Kondisi ini diperburuk dengan fakta ketika para pejabat yang memiliki posisi dalam pemerintahan bersuara, mereka lebih banyak memosisikan diri mewakili partainya. Sejumlah pernyataan dari SBY terkait isu BBM lebih terkesan mewakili sentimennya sebagai Ketum Partai Demokrat alih-alih Presiden,” tukasnya kepada wartawan di Kampus UI, Jumat (28/6/2013).
Devie menambahkan, media massa terlihat memiliki peran tertinggi dalam membentuk citra aktor-aktor yang terlibat di seputar isu BBM.
Baik lewat tajuk rencana, analisis wartawan penulis artikel, maupun pengamatan sang jurnalis yang tidak mengutip narasumber mana pun.
Media massa telah mengambil peranan yang cukup dominan dalam menentukan bagaimana isu ini dipandang, sementara pada waktu yang sama pemerintah pasif bersuara.
“Selain tergambarkannya unjuk rasa BBM sebagai aktivitas yang meresahkan, perkembangan isu di media massa yang cenderung mengarah kepada konflik antar elite, dalam hal ini konflik internal partai koalisi pendukung pemerintahan lantaran sikap PKS yang mendua, dan kepasifan pejabat-pejabat untuk bersuara mewakili pemerintah sebenarnya menyebabkan pihak yang mengambil keputusan menaikkan BBM terhindar dari citra yang lebih buruk yang bisa melandanya,” tegasnya.
(lns)