Undang-undang tidak jelas, kasus IM2 buram
A
A
A
Sindonews.com - Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) menilai, Undang-undang Telekomunikasi Nomor 36 Tahun 1999, tidak jelas.
“Undang-undang sekarang ini masih banyak celahnya untuk menjadi multitafsir. Buktinya, ada perbedaan pendapat dalam kasus Indosat,” kata Deputi Komunikasi dan Informasi Kemenpolhukam Agus Barnas, di Jakarta, Rabu (26/6/2013) dalam Focus Group Discussion (FGD).
Seharusnya, sambung Agus, Kementerian Komunikasi dan Informasi merancang undang-undang yang baru dan yang sudah ada dikembangkan.
"Ini kan masalah perjanjian, peraturan menteri seharusnya diundang-undangkan saja,” papar Agus.
Sementara itu, Angota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Nonot Harsono menepis tudingan Jaksa Penuntut Umum (JPU), bahwa IM2 menggunakan jaringan seluler dan menggunakan SIM-card milik Indosat.
"Padahal frekuensi adalah parameter teknis dari jaringan seluler, dan IM2 tidak memiliki jaringan seluler. Sedangkan JPU justru mengubah kalimat perbuatan hukum menggunakan jaringan seluler 3G/HSDPA," tegas Nonot.
“Undang-undang sekarang ini masih banyak celahnya untuk menjadi multitafsir. Buktinya, ada perbedaan pendapat dalam kasus Indosat,” kata Deputi Komunikasi dan Informasi Kemenpolhukam Agus Barnas, di Jakarta, Rabu (26/6/2013) dalam Focus Group Discussion (FGD).
Seharusnya, sambung Agus, Kementerian Komunikasi dan Informasi merancang undang-undang yang baru dan yang sudah ada dikembangkan.
"Ini kan masalah perjanjian, peraturan menteri seharusnya diundang-undangkan saja,” papar Agus.
Sementara itu, Angota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Nonot Harsono menepis tudingan Jaksa Penuntut Umum (JPU), bahwa IM2 menggunakan jaringan seluler dan menggunakan SIM-card milik Indosat.
"Padahal frekuensi adalah parameter teknis dari jaringan seluler, dan IM2 tidak memiliki jaringan seluler. Sedangkan JPU justru mengubah kalimat perbuatan hukum menggunakan jaringan seluler 3G/HSDPA," tegas Nonot.
(stb)