Konsumsi listrik naik, subsidi terdongkrak
A
A
A
Indikator kemajuan ekonomi salah satunya terdeteksi dari pertumbuhan pemakaian listrik. Pertumbuhan perekonomian Indonesia yang rata-rata di atas 6% telah mendongkrak pemakaian listrik.
Belum lama ini, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) membeberkan pertumbuhan konsumsi listrik mencapai 16,07 Tera-Watt hour (TWh) hingga akhir Mei lalu. Hal itu berarti pemakaian listrik tumbuh sekitar 9,96% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 14,61 TWh. Sebenarnya ini kabar gembira sekaligus menyedihkan. Sebagai kabar gembira, kita harus bersyukur bahwa perekonomian nasional terus melaju.
Namun menyedihkan karena pemerintah harus mengorek kocek lebih dalam lagi untuk subsidi listrik. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2013 yang baru ditetapkan dalam sidang paripurna DPR RI yang berlangsung alot dan diwarnai aksi besar-besaran demo buruh dan mahasiswa di kota-kota besar itu, disetujui subsidi listrik mengalami kenaikan dari sebelumnya sebesar Rp80,94 triliun menjadi Rp99,98 triliun.
Wajar saja jika kenaikan anggaran subsidi listrik yang hampir menembus Rp20 triliun menimbulkan pertanyaan. Pasalnya, bukankah pemerintah sudah menaikkan tarif dasar listrik (TDL) 15% setahun atau sebesar 4,3% per tiga bulan sepanjang tahun ini? Jadi, kenaikan tarif listrik sebesar 15% tahun ini belum berarti apaapa dalam menahan laju subsidi listrik, bahkan tahun depan angka subsidi listrik masih tetap akan membengkak.
Prediksi tersebut didasarkan pada dua faktor riil di lapangan, yakni pertumbuhan pemakaian listrik yang masih melaju dan peningkatan elektrifikasi listrik yang menjadi salah satu program pokok perusahaan pelat merah itu agar lebih banyak masyarakat terjangkau listrik. Untuk tahun ini, PLN mencanangkan target elektrifikasi mencapai sekitar 79% dan sekitar 80% untuk tahun depan.
Artinya, pemakaian listrik akan semakin tinggi yang pada akhirnya menambah beban PLN. Memang, tekad PLN yang terus berupaya meningkatkan elektrifikasi listrik di perdesaan harus kita apresiasi. Berdasarkan data PLN, rasio elektrifikasi sudah mencapai 76% pada tahun lalu dan diharapkan pada akhir tahun ini rasio tersebut meningkat sekitar 3% sehingga mencapai79%.
PLN mengakui, beberapa daerah masih sulit dialiri listrik karena infrastruktur ke wilayah tersebut seperti jalan masih minim, terutama di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Papua. Akibatnya, masih terdapat 10.211 desa atau sekitar 13% dari total desa yang mencapai 72.944 hingga akhir 2012 yang belum menikmati pasokan listrik dari perusahaan pelat merah itu.
Sebagai perusahaan yang terus mengembangkan diri, angka subsidi listrik yang dikelola PLN tak pernah cukup sehingga jalan keluarnya adalah porsi utang terus ditambah. Saat ini, total utang perseroan mencapai Rp210 triliun, itu di luar penambahan utang baru tahun ini sebesar Rp3 triliun yang akan didapatkan melalui penawaran obligasi konvensional sebesar Rp2,5 triliun dan obligasi syariah (sukuk) sekitar Rp500 miliar.
Utang yang sudah menggunung itu, di mata Direktur Utama PLN Nur Pamudji, masih dalam batas kewajaran sepanjang dana tersebut dilokasikan untuk investasi dalam jangka panjang. Dari persoalan PLN yang begitu kompleks mulai dari subsidi listrik yang membengkak terus, tingkat elektrifikasi yang masih di bawah target hingga utang yang menggunung, sebenarnya pemerintah bisa sedikit meringankan beban tersebut bila serius menggarap pengembangan energi alternatif.
Seperti dikabarkan selama ini, Indonesia memiliki 40% cadangan panas bumi (geotermal), tetapi yang dimanfaatkan baru sekitar 4%. Sungguh sayang sekali, panas bumi adalah energi murah dan ramah lingkungan untuk bahan bakar listrik, tetapi tak termanfaatkan dengan baik.
Yang lebih menyedihkan, Menteri Keuangan Chatib Basri menegaskan, pemerintah tidak mengalokasikan anggaran khusus untuk pengembangan energi alternatif, semua diserahkan kepada kementerian dan lembaga terkait.
Belum lama ini, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) membeberkan pertumbuhan konsumsi listrik mencapai 16,07 Tera-Watt hour (TWh) hingga akhir Mei lalu. Hal itu berarti pemakaian listrik tumbuh sekitar 9,96% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 14,61 TWh. Sebenarnya ini kabar gembira sekaligus menyedihkan. Sebagai kabar gembira, kita harus bersyukur bahwa perekonomian nasional terus melaju.
Namun menyedihkan karena pemerintah harus mengorek kocek lebih dalam lagi untuk subsidi listrik. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2013 yang baru ditetapkan dalam sidang paripurna DPR RI yang berlangsung alot dan diwarnai aksi besar-besaran demo buruh dan mahasiswa di kota-kota besar itu, disetujui subsidi listrik mengalami kenaikan dari sebelumnya sebesar Rp80,94 triliun menjadi Rp99,98 triliun.
Wajar saja jika kenaikan anggaran subsidi listrik yang hampir menembus Rp20 triliun menimbulkan pertanyaan. Pasalnya, bukankah pemerintah sudah menaikkan tarif dasar listrik (TDL) 15% setahun atau sebesar 4,3% per tiga bulan sepanjang tahun ini? Jadi, kenaikan tarif listrik sebesar 15% tahun ini belum berarti apaapa dalam menahan laju subsidi listrik, bahkan tahun depan angka subsidi listrik masih tetap akan membengkak.
Prediksi tersebut didasarkan pada dua faktor riil di lapangan, yakni pertumbuhan pemakaian listrik yang masih melaju dan peningkatan elektrifikasi listrik yang menjadi salah satu program pokok perusahaan pelat merah itu agar lebih banyak masyarakat terjangkau listrik. Untuk tahun ini, PLN mencanangkan target elektrifikasi mencapai sekitar 79% dan sekitar 80% untuk tahun depan.
Artinya, pemakaian listrik akan semakin tinggi yang pada akhirnya menambah beban PLN. Memang, tekad PLN yang terus berupaya meningkatkan elektrifikasi listrik di perdesaan harus kita apresiasi. Berdasarkan data PLN, rasio elektrifikasi sudah mencapai 76% pada tahun lalu dan diharapkan pada akhir tahun ini rasio tersebut meningkat sekitar 3% sehingga mencapai79%.
PLN mengakui, beberapa daerah masih sulit dialiri listrik karena infrastruktur ke wilayah tersebut seperti jalan masih minim, terutama di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Papua. Akibatnya, masih terdapat 10.211 desa atau sekitar 13% dari total desa yang mencapai 72.944 hingga akhir 2012 yang belum menikmati pasokan listrik dari perusahaan pelat merah itu.
Sebagai perusahaan yang terus mengembangkan diri, angka subsidi listrik yang dikelola PLN tak pernah cukup sehingga jalan keluarnya adalah porsi utang terus ditambah. Saat ini, total utang perseroan mencapai Rp210 triliun, itu di luar penambahan utang baru tahun ini sebesar Rp3 triliun yang akan didapatkan melalui penawaran obligasi konvensional sebesar Rp2,5 triliun dan obligasi syariah (sukuk) sekitar Rp500 miliar.
Utang yang sudah menggunung itu, di mata Direktur Utama PLN Nur Pamudji, masih dalam batas kewajaran sepanjang dana tersebut dilokasikan untuk investasi dalam jangka panjang. Dari persoalan PLN yang begitu kompleks mulai dari subsidi listrik yang membengkak terus, tingkat elektrifikasi yang masih di bawah target hingga utang yang menggunung, sebenarnya pemerintah bisa sedikit meringankan beban tersebut bila serius menggarap pengembangan energi alternatif.
Seperti dikabarkan selama ini, Indonesia memiliki 40% cadangan panas bumi (geotermal), tetapi yang dimanfaatkan baru sekitar 4%. Sungguh sayang sekali, panas bumi adalah energi murah dan ramah lingkungan untuk bahan bakar listrik, tetapi tak termanfaatkan dengan baik.
Yang lebih menyedihkan, Menteri Keuangan Chatib Basri menegaskan, pemerintah tidak mengalokasikan anggaran khusus untuk pengembangan energi alternatif, semua diserahkan kepada kementerian dan lembaga terkait.
(hyk)