SMS versus demo BBM

Selasa, 18 Juni 2013 - 06:26 WIB
SMS versus demo BBM
SMS versus demo BBM
A A A
Aksi demo para buruh dan mahasiswa di sejumlah kota besar menjelang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi cukup merepotkan aparat keamanan yang bertugas.

Di beberapa tempat para demonstran dan petugas keamanan bahkan sempat kontak fisik yang menyebabkan menderita luka pada kedua pihak.

Sedangkan insiden yang tak kalah genting terjadi di markas para wakil rakyat di Senayan. Sidang paripurna DPR RI digelar untuk mengesahkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN) Perubahan 2013, salah satu poin krusial adalah persetujuan anggaran program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).

Namun, di tengah aksi demo buruh dan mahasiswa yang heroik dan suasana sidang paripurna di Senayan yang berlangsung alot tersebut tiba-tiba handphone mereka berdering seperti bersahutsahutan pertanda sebuah pesan pendek masuk (short message service/ SMS).

Pesan SMS tersebut seragam, “Subsidi BBM tidak tepat sasaran, lebih banyak dinikmati orang kaya, dan hanya menciptakan ketidakadilan…!!! Pengaduan, ketik BBM (spasi) isi pesan kirim 1708.” Siapakah gerangan pengirim SMS? Di layar telepon seluler pengirim tertulis TimSos BBM.

SMS sosialisasi kenaikan harga BBM tersebut tak mempan untuk mendinginkan aksi demonstrasi yang berlangsung panas itu.

Para buruh yang tergabung dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) dan mahasiswa antikenaikan harga BBM bersubsidi yang turun ke jalan rupanya tak bisa lagi dibujuk untuk menghentikan aksinya.

Dengan tegas Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyuarakan bahwa buruh menolak keinginan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi dan pemberian BLSM sebagai kompensasi bagi masyarakat miskin. Kenaikan harga BBM tersebut sudah pasti mengerek ongkos transportasi dan biaya hidup lainnya.

Itulah yang ditakutkan para buruh sehingga harus mematahkan keinginan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Memang tak bisa dipungkiri bahwa kenaikan harga BBM selalu “sepaket” dengan kenaikan tarif transportasi.

Apabila harga premium naik menjadi Rp6.500 per liter dan solar pada harga Rp5.500 per liter, para pengusaha operator angkutan umum mematok kenaikan tarif angkutan berkisar pada 20–25 persen. Usulan tersebut sudah disampaikan kepada Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono beberapa waktu lalu.

Pemerintah belum merespons usulan tersebut, tetapi juga tidak menampik permintaan operator sepanjang masih sejalan dengan daya beli masyarakat.

Berdasarkan hitung-hitungan versi operator angkutan, kenaikan harga BBM kali ini berpengaruh pada komponen tarif sekitar 39 persen selain komponen lainnya.

Kabarnya, pemerintah hanya akan meloloskan kenaikan tarif angkutan berkisar 10–20 persen, bergantung moda angkutannya.
Untuk ukuran Indonesia biaya transportasi dibanding pendapatan masyarakat sudah termasuk sangat tinggi, padahal standar ideal oleh Bank Dunia maksimal sebesar 10 persen.

Saat ini masyarakat membelanjakan pendapatan sekitar 25–30 persen untuk biaya transportasi per bulan. Bandingkan dengan China, beban biaya transportasi terhadap pendapatan hanya 7 persen dan Singapura cuma 3 persen.

Guna meredam gejolak dampak kenaikan harga BBM bersubsidi, pemerintah memang menyiapkan BLSM untuk masyarakat tidak mampu. Namun, BLSM yang diperuntukkan bagi 15,5 juta orang miskin senilai Rp9,32 triliun atau Rp150.000 sebulan selama empat bulan tersebut menuai berbagai kritik karena dinilai tidak mendidik. Selain rawan penyalahgunaan, juga ditengarai lebih bersifat politis.

Persoalannya sekarang bagaimana mengawasi program BLSMitu agar tepat sasaran dan memfokuskan pengalihan biaya subsidi BBM menjadi pembiayaan infrastruktur.

Sebagai contoh, pembangunan tol di atas laut sepanjang 12,7 kilometer di Bali hanya membutuhkan dana sekitar Rp2,4 triliun. Dampak positifnya luar biasa, selain membuka lapangan kerja juga bisa mengurai kemacetan di kota pariwisata itu. Bayangkan, tiap tahun dana hampir Rp300 triliun “terbuang” begitu saja.
(lns)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8060 seconds (0.1#10.140)