Terkait BBM, IMM nilai pemerintah tak cerdas
A
A
A
Sindonews.com - Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) memandang, pencabutan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang akan segera diterapkan oleh pemerintah adalah langkah yang kurang tepat untuk mengamankan keuangan negara.
"Pencabutan subsidi BBM untuk dialihkan ke sektor lain adalah bukan cara cerdas pro rakyat," ujar Ketua Umum DPD IMM DKI Jakarta, Ibnu Misbakhul Hayat dalam keterangan persnya, Senin (17/6/2013).
Menurutnya, bila pemerintah berdalih bahwa kebijakan ini untuk mengamankan keuangan negara, maka seharusnya ada hal lain yang bisa dan wajib dilakukan pemerintah. Salah satunya adalah dengan mengembalikan harta kekayaan negara yang selama ini dicuri oleh para koruptor.
"Masih banyak harta negara yang belum dikembalikan para pencuri (koruptor), dan kali ini mereka kembali mencuri hak rakyat untuk menikmati hasil bumi sendiri," tegasnya.
Untuk itu, diakui Ibnu, pihaknya mengajukan sejumlah tuntutan kepada pemerintah antara lain, kembalikan uang negara Rp118,88 miliar dari tunjangan komunikasi intensif dan belanja penunjang operasional pimpinan dari 99 Pemerintah Daerah (Pemda) berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21/2007.
"Kedua, maksimalisasi sisa anggaran tahun lalu sebesar Rp56,1 triliun untuk kepentingan rakyat. Ketiga, kembalikan uang dari 15 kementerian yang merugikan negara sebesar Rp8,311,534,656,000 pada audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) 2012," tuturnya.
Selain itu, pihaknya juga menuntut adanya revisi Undang-undang (UU) Nomor 2/2008 tentang partai politik (parpol), PP Nomor 5/2009, dan Permendagri Nomor 24/2009 yang mengaliri parpol Rp8.675.215.464 setiap tahunnya.
"Terakhir kita minta balikkan rasio pengeluaran antara anggaran belanja pegawai banding anggaran program yang semula 70:30 menjadi 30:70," tutupnya.
"Pencabutan subsidi BBM untuk dialihkan ke sektor lain adalah bukan cara cerdas pro rakyat," ujar Ketua Umum DPD IMM DKI Jakarta, Ibnu Misbakhul Hayat dalam keterangan persnya, Senin (17/6/2013).
Menurutnya, bila pemerintah berdalih bahwa kebijakan ini untuk mengamankan keuangan negara, maka seharusnya ada hal lain yang bisa dan wajib dilakukan pemerintah. Salah satunya adalah dengan mengembalikan harta kekayaan negara yang selama ini dicuri oleh para koruptor.
"Masih banyak harta negara yang belum dikembalikan para pencuri (koruptor), dan kali ini mereka kembali mencuri hak rakyat untuk menikmati hasil bumi sendiri," tegasnya.
Untuk itu, diakui Ibnu, pihaknya mengajukan sejumlah tuntutan kepada pemerintah antara lain, kembalikan uang negara Rp118,88 miliar dari tunjangan komunikasi intensif dan belanja penunjang operasional pimpinan dari 99 Pemerintah Daerah (Pemda) berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21/2007.
"Kedua, maksimalisasi sisa anggaran tahun lalu sebesar Rp56,1 triliun untuk kepentingan rakyat. Ketiga, kembalikan uang dari 15 kementerian yang merugikan negara sebesar Rp8,311,534,656,000 pada audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) 2012," tuturnya.
Selain itu, pihaknya juga menuntut adanya revisi Undang-undang (UU) Nomor 2/2008 tentang partai politik (parpol), PP Nomor 5/2009, dan Permendagri Nomor 24/2009 yang mengaliri parpol Rp8.675.215.464 setiap tahunnya.
"Terakhir kita minta balikkan rasio pengeluaran antara anggaran belanja pegawai banding anggaran program yang semula 70:30 menjadi 30:70," tutupnya.
(maf)