SDA: Yang berhak menilai sikap PKS, Presiden SBY
A
A
A
Sindonews.com - Meski diundang, pihak Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak menghadiri rapat Sekretariat Gabungan (Setgab) membahas rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dipimpin Wakil Presiden (Wapres) Boediono di rumah dinasnya di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Selasa 4 Juni 2013 malam.
Menanggapi hal itu, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suryadharma Ali (SDA) mengatakan yang memiliki kewenangan menilai sikap absen PKS tersebut adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dia menambahkan pihaknya tak punya kewenangan menyarankan sanksi untuk PKS tersebut.
"PPP kan tidak berkoalisi dengan PKS, PKS kan berkoalisinya dengan Presiden. Jadi yang memiliki kompetensi untuk menilai sikap PKS itu kan ya Presiden," ujar Menteri Agama (Menag) ini di kantornya, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (5/6/2013).
Lebih lanjut dia menuturkan bahwa sikap PPP tetap ikut mengawal kebijakan Pemerintah SBY-Boediono. Ia mengaku, PPP juga mengikuti secara cermat dan mencermati kebijakan Presiden menaikkan harga BBM ini.
"Itu adalah langkah terakhir yang merupakan langkah yang tidak disukai oleh presiden, tapi langkah ini harus diambil dalam rangka menyelamatkan APBN kita," pungkasnya.
Menanggapi hal itu, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suryadharma Ali (SDA) mengatakan yang memiliki kewenangan menilai sikap absen PKS tersebut adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dia menambahkan pihaknya tak punya kewenangan menyarankan sanksi untuk PKS tersebut.
"PPP kan tidak berkoalisi dengan PKS, PKS kan berkoalisinya dengan Presiden. Jadi yang memiliki kompetensi untuk menilai sikap PKS itu kan ya Presiden," ujar Menteri Agama (Menag) ini di kantornya, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (5/6/2013).
Lebih lanjut dia menuturkan bahwa sikap PPP tetap ikut mengawal kebijakan Pemerintah SBY-Boediono. Ia mengaku, PPP juga mengikuti secara cermat dan mencermati kebijakan Presiden menaikkan harga BBM ini.
"Itu adalah langkah terakhir yang merupakan langkah yang tidak disukai oleh presiden, tapi langkah ini harus diambil dalam rangka menyelamatkan APBN kita," pungkasnya.
(kri)