RUU Pilkada, KPU bisa atur batasan dana kampanye
A
A
A
Sindonews.com - Panitia Kerja (Panja) DPR Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada saat ini tengah menyusun pembatasan pengeluaran dana kampanye untuk pemilihan umum (pemilu). Undang-undang itu diharapkan kedepannya bisa digunakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk Pemilu 2014.
Pengamat Kepemiluan Ramlan Surbakti di Hotel Akmani mengatakan hal itu. Dia menambahkan, tetapi biaya kehidupan disetiap daerah berbeda, maka itu biaya pemilu juga harus dibedakan tidak bisa dipukul rata.
"Sekarang Panja RUU Pilkada akan menyusun itu, mereka sepakat perlu pembatasan pengeluaran kampanye berdasarkan jumlah pemilih, karena indeks harga di Indonesia kan tidak sama. Di Papua dengan pulau Jawa kan berbeda," kata Pengamat Kepemiluan, Ramlan Surbakti di Hotel Akmani, Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Kamis (25/4/2013).
Dia mengatakan, jika hal tersebut diimplementasikan oleh KPU, maka besar kemungkinan Pemilu 2019 DPR hanya mengikuti UU itu untuk mengontrol pendanaan caleg.
"Kalau KPU atur itu, UU Pemilu berikutnya DPR bisa adopsi saja. Cuma masalahnya untuk menentukan indeks harga tiap daerah itu lain-lain, ini yang perlu dibuat penelitian khusus, sehingga jumlahnya tidak terlalu besar dan tidak terlalu rendah," sambungnya.
Menurutnya, pertimbangan mengenai harga kebutuhan pemilu di berbagai daerah sangat penting, karena banyaknya wilayah di Indonesia.
"Tapi tentunya perlu dipertimbangkan wilayah Indonesia misalnya perlu dibagi dalam tiga kategori, wilayah ini kalau kampanyenya berapa dan sebagainya tergantung kepada situasi harga," terangnya.
Kendati demikian, dia tetap berkeyakinan, jika KPU bisa menerapkan hal itu untuk pesta demokrasi tahun depan dengan pertimbangan yang disampaikan.
"Tentu saja, kalau ada kekosongan hukum KPU bisa isi. Kalau kemudian lalu semua biarkan DPR ya kacau pemilunya. Kalau kosong kita isi, kalau ada kontradiksi kita luruskan, kalau multitafsir, ya kita pilih, sehingga ada kepastian hukum," tuntasnya.
Pengamat Kepemiluan Ramlan Surbakti di Hotel Akmani mengatakan hal itu. Dia menambahkan, tetapi biaya kehidupan disetiap daerah berbeda, maka itu biaya pemilu juga harus dibedakan tidak bisa dipukul rata.
"Sekarang Panja RUU Pilkada akan menyusun itu, mereka sepakat perlu pembatasan pengeluaran kampanye berdasarkan jumlah pemilih, karena indeks harga di Indonesia kan tidak sama. Di Papua dengan pulau Jawa kan berbeda," kata Pengamat Kepemiluan, Ramlan Surbakti di Hotel Akmani, Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Kamis (25/4/2013).
Dia mengatakan, jika hal tersebut diimplementasikan oleh KPU, maka besar kemungkinan Pemilu 2019 DPR hanya mengikuti UU itu untuk mengontrol pendanaan caleg.
"Kalau KPU atur itu, UU Pemilu berikutnya DPR bisa adopsi saja. Cuma masalahnya untuk menentukan indeks harga tiap daerah itu lain-lain, ini yang perlu dibuat penelitian khusus, sehingga jumlahnya tidak terlalu besar dan tidak terlalu rendah," sambungnya.
Menurutnya, pertimbangan mengenai harga kebutuhan pemilu di berbagai daerah sangat penting, karena banyaknya wilayah di Indonesia.
"Tapi tentunya perlu dipertimbangkan wilayah Indonesia misalnya perlu dibagi dalam tiga kategori, wilayah ini kalau kampanyenya berapa dan sebagainya tergantung kepada situasi harga," terangnya.
Kendati demikian, dia tetap berkeyakinan, jika KPU bisa menerapkan hal itu untuk pesta demokrasi tahun depan dengan pertimbangan yang disampaikan.
"Tentu saja, kalau ada kekosongan hukum KPU bisa isi. Kalau kemudian lalu semua biarkan DPR ya kacau pemilunya. Kalau kosong kita isi, kalau ada kontradiksi kita luruskan, kalau multitafsir, ya kita pilih, sehingga ada kepastian hukum," tuntasnya.
(mhd)