Benahi dunia penerbangan
A
A
A
Keamanan transportasi udara kembali menjadi perhatian. Hal ini setelah Sabtu lalu (13/4) pesawat Lion Air berjenis Boeing 737-800 Next Generation jatuh di laut dekat Bandara Ngurah Rai, Bali.
Beruntung, seluruh penumpang dan awak pesawat selamat. Kecelakaan Lion Air ini patut menjadi renungan kita semua bahwa keamanan transportasi udara masih perlu terus dibenahi. Jangan sampai catatan kelam penerbangan di Indonesia kembali terulang. Kita tentu masih ingat tragedi Adam Air yang hilang di laut Mejene, kecelakaan Garuda Indonesia di Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta hingga pesawat Sukhoi Superjet-100 yang menabrak Gunung Salak.
Insiden Lion Air ini telah pula menyadarkan kita bagaimana rapuhnya keamanan penerbangan di Indonesia. Pihak berwenang harus melakukan penyelidikan secara detail dan jujur tentang penyebab jatuhnya pesawat Lion Air ini. Hasilnya penting untuk diketahui agar ke depan kejadian serupa tidak terulang lagi. Penyelidikan yang dilakukan harus pula mendengarkan sejumlah informasi yang muncul seperti adanya dugaan pilot kelelahan karena kelebihan jam terbang. Dugaan adanya pilot yang mengonsumsi sejenis zat tertentu juga perlu dipastikan kebenarannya.
Sebab, human error merupakan salah satu penyebab terbesar kecelakaan pesawat, selain juga kelaikan pesawat dan cuaca yang buruk. Intinya, penyelidikan harus dilakukan menyeluruh dan transparan. Meskipun pesawatnya tergolong baru, tidak ada salahnya penyelidikan juga menyentuh soal dugaan kerusakan mesin atau fitur lain. Yang tak kalah penting, Lion Air pantas memberikan perhatian lebih kepada penumpang dan awak pesawat baik yang mengalami luka ringan maupun berat. Bagaimanapun apa yang dialami para penumpang Lion Air itu bisa menimbulkan trauma berkepanjangan.
Karena itu, memulihkan luka kondisi mereka baik secara fisik maupun psikis sangat mendesak dilakukan. Insiden ini harus benar-benar dijadikan momentum bagi pemerintah sebagai regulator untuk membenahi dunia penerbangan di Indonesia, termasuk Lion Air. Apalagi, bukan sekali ini saja pesawat Lion Air mengalami musibah kecelakaan. Sejak mulai beroperasi tahun 2000, tercatat belasan kali maskapai yang baru saja memborong 234 pesawat Airbus ini mengalami kecelakaan. Bahkan, pada 2004, pesawat Lion Air mengalami kecelakaan di Solo dan menewaskan sedikitnya 25 penumpangnya.
Banyaknya angka kecelakaan ini sudah sewajarnya harus dijadikan introspeksi bagi Lion Air untuk memperbaiki diri agar tidak ada lagi pesawatnya yang celaka. Pemerintah diharapkan melakukan pengawasan dan evaluasi yang lebih ketat kepada para maskapai dan perangkat pendukungnya. Mulai dari kelaikan pesawat yang dimiliki tiap maskapai, sertifikasi para pilot, kemampuan para air traffic controller (ATC) sampai kelaikan bandara sendiri. Mereka memiliki peran masingmasing untuk mendukung keselamatan penerbangan. Kelaikan terbang pesawat merupakan suatu keharusan.
Pemerintah harus bisa memastikan bahwa tiap pesawat mesti memiliki sertifikat layak terbang. Selain itu, pemerintah harus bisa membuat aturan yang tegas mengenai jam terbang bagi pilot. Jangan sampai ada maskapai yang memaksa pilotnya menerbangkan pesawat melebihi kapasitas. Di sisi lain, maskapai juga harus tegas terhadap pilotnya yang melanggar disiplin, misalnya kalau ada yang terlibat narkoba.
Bagaimanapun peran pilot sangat vital karena bertanggung jawab penuh terhadap ratusan penumpangnya. Yang tak kalah penting adalah kebijakan pemerintah untuk segera memperbaiki bandara-bandara yang memiliki potensi mencelakan pesawat. Sudah waktunya pemerintah secara maksimal berupaya memperbaiki infrastruktur bandara dan tegas mengevaluasi para maskapai penerbangan. Semoga tak ada lagi kecelakaan pesawat di masa mendatang. ●
Beruntung, seluruh penumpang dan awak pesawat selamat. Kecelakaan Lion Air ini patut menjadi renungan kita semua bahwa keamanan transportasi udara masih perlu terus dibenahi. Jangan sampai catatan kelam penerbangan di Indonesia kembali terulang. Kita tentu masih ingat tragedi Adam Air yang hilang di laut Mejene, kecelakaan Garuda Indonesia di Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta hingga pesawat Sukhoi Superjet-100 yang menabrak Gunung Salak.
Insiden Lion Air ini telah pula menyadarkan kita bagaimana rapuhnya keamanan penerbangan di Indonesia. Pihak berwenang harus melakukan penyelidikan secara detail dan jujur tentang penyebab jatuhnya pesawat Lion Air ini. Hasilnya penting untuk diketahui agar ke depan kejadian serupa tidak terulang lagi. Penyelidikan yang dilakukan harus pula mendengarkan sejumlah informasi yang muncul seperti adanya dugaan pilot kelelahan karena kelebihan jam terbang. Dugaan adanya pilot yang mengonsumsi sejenis zat tertentu juga perlu dipastikan kebenarannya.
Sebab, human error merupakan salah satu penyebab terbesar kecelakaan pesawat, selain juga kelaikan pesawat dan cuaca yang buruk. Intinya, penyelidikan harus dilakukan menyeluruh dan transparan. Meskipun pesawatnya tergolong baru, tidak ada salahnya penyelidikan juga menyentuh soal dugaan kerusakan mesin atau fitur lain. Yang tak kalah penting, Lion Air pantas memberikan perhatian lebih kepada penumpang dan awak pesawat baik yang mengalami luka ringan maupun berat. Bagaimanapun apa yang dialami para penumpang Lion Air itu bisa menimbulkan trauma berkepanjangan.
Karena itu, memulihkan luka kondisi mereka baik secara fisik maupun psikis sangat mendesak dilakukan. Insiden ini harus benar-benar dijadikan momentum bagi pemerintah sebagai regulator untuk membenahi dunia penerbangan di Indonesia, termasuk Lion Air. Apalagi, bukan sekali ini saja pesawat Lion Air mengalami musibah kecelakaan. Sejak mulai beroperasi tahun 2000, tercatat belasan kali maskapai yang baru saja memborong 234 pesawat Airbus ini mengalami kecelakaan. Bahkan, pada 2004, pesawat Lion Air mengalami kecelakaan di Solo dan menewaskan sedikitnya 25 penumpangnya.
Banyaknya angka kecelakaan ini sudah sewajarnya harus dijadikan introspeksi bagi Lion Air untuk memperbaiki diri agar tidak ada lagi pesawatnya yang celaka. Pemerintah diharapkan melakukan pengawasan dan evaluasi yang lebih ketat kepada para maskapai dan perangkat pendukungnya. Mulai dari kelaikan pesawat yang dimiliki tiap maskapai, sertifikasi para pilot, kemampuan para air traffic controller (ATC) sampai kelaikan bandara sendiri. Mereka memiliki peran masingmasing untuk mendukung keselamatan penerbangan. Kelaikan terbang pesawat merupakan suatu keharusan.
Pemerintah harus bisa memastikan bahwa tiap pesawat mesti memiliki sertifikat layak terbang. Selain itu, pemerintah harus bisa membuat aturan yang tegas mengenai jam terbang bagi pilot. Jangan sampai ada maskapai yang memaksa pilotnya menerbangkan pesawat melebihi kapasitas. Di sisi lain, maskapai juga harus tegas terhadap pilotnya yang melanggar disiplin, misalnya kalau ada yang terlibat narkoba.
Bagaimanapun peran pilot sangat vital karena bertanggung jawab penuh terhadap ratusan penumpangnya. Yang tak kalah penting adalah kebijakan pemerintah untuk segera memperbaiki bandara-bandara yang memiliki potensi mencelakan pesawat. Sudah waktunya pemerintah secara maksimal berupaya memperbaiki infrastruktur bandara dan tegas mengevaluasi para maskapai penerbangan. Semoga tak ada lagi kecelakaan pesawat di masa mendatang. ●
(stb)