Penegakan hukum kasus Century terjebak kepentingan politik
A
A
A
Sindonews.com - Penegakan hukum di Indonesia seringkali terjebak dalam pertautan kepentingan-kepentingan politik. Demikian pula dengan penegakan hukum terhadap penyelesaian kasus dana talangan Bank Century.
Menurut pengamat politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Airlangga Pribadi, terkesan alot dan sulitnya kasus Century diselesaikan karena ada kepentingan politik di dalamnya.
"Timwas selalu mengumumkan telah mendapatkan bukti-bukti baru, tapi sampai saat ini kasus itu tetap saja jalan di tempat, ada apa ini?" ujar Airlangga ketika dihubungi, Kamis (11/4/2013).
Kepentingan antar elite politik tersebut lanjut Airlangga berkontesasi dan bernegosiasi dalam proses kekuasaan.
"Karena itulah kemudian kasus Century ini penuntasannya tidak fair, mengindikasikan adanya politik transaksional lebih dominan ketimbang penegakkan hukumnya," imbuhnya.
Dalam kasus Century ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus segera mengambil langkah. Jangan membiarkan kasus Century dijadikan isu yang menarik oleh kalangan politisi yang mencari titik kompromi dengan penguasa.
Seperti diketahui, timwas Century kembali menemukan bukti baru, berupa surat kuasa yang diteken Boediono selaku Gubernur Bank Indonesia (BI) kala itu.
Surat kuasa tersebut diberikan kepada tiga pejabat BI yakni Direktur Direktorat Pengelolaan Moneter Eddy Sulaeman Yusuf, Kepala Biro Pengembangan dan Pengaturan Pengelolaan Moneter Sugeng, dan Kepala Biro Operasi Moneter Dody Budi Waluyo.
Dalam surat tertulis tanggal 14 November 2008 itu, ketiganya diberi kuasa untuk bertindak baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri untuk dan atas nama Bank Indonesia menandatangani akta gadai dan FPJP PT Bank Century.
Menurut pengamat politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Airlangga Pribadi, terkesan alot dan sulitnya kasus Century diselesaikan karena ada kepentingan politik di dalamnya.
"Timwas selalu mengumumkan telah mendapatkan bukti-bukti baru, tapi sampai saat ini kasus itu tetap saja jalan di tempat, ada apa ini?" ujar Airlangga ketika dihubungi, Kamis (11/4/2013).
Kepentingan antar elite politik tersebut lanjut Airlangga berkontesasi dan bernegosiasi dalam proses kekuasaan.
"Karena itulah kemudian kasus Century ini penuntasannya tidak fair, mengindikasikan adanya politik transaksional lebih dominan ketimbang penegakkan hukumnya," imbuhnya.
Dalam kasus Century ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus segera mengambil langkah. Jangan membiarkan kasus Century dijadikan isu yang menarik oleh kalangan politisi yang mencari titik kompromi dengan penguasa.
Seperti diketahui, timwas Century kembali menemukan bukti baru, berupa surat kuasa yang diteken Boediono selaku Gubernur Bank Indonesia (BI) kala itu.
Surat kuasa tersebut diberikan kepada tiga pejabat BI yakni Direktur Direktorat Pengelolaan Moneter Eddy Sulaeman Yusuf, Kepala Biro Pengembangan dan Pengaturan Pengelolaan Moneter Sugeng, dan Kepala Biro Operasi Moneter Dody Budi Waluyo.
Dalam surat tertulis tanggal 14 November 2008 itu, ketiganya diberi kuasa untuk bertindak baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri untuk dan atas nama Bank Indonesia menandatangani akta gadai dan FPJP PT Bank Century.
(lns)