Abraham bertobatlah!

Jum'at, 05 April 2013 - 10:52 WIB
Abraham bertobatlah!
Abraham bertobatlah!
A A A
Kontroversi bocornya dokumen draf surat perintah penyidikan (sprindik) yang menetapkan mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai tersangka, berakhir sudah.

Hasil penyelidikan Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dipimpin Anies Baswedan menyeret nama Ketua KPK Abraham Samad. Tokoh muda asal Makassar itu tersangkut karena pembocor sprindik ternyata adalah sekretarisnya, yakni Wiwin Suwandi.

Walaupun tidak terbukti secara langsung membocorkan, Komite Etik melihat ada yang memberatkan pada Abraham, yakni sering melakukan komunikasi atau pertemuan dengan pihak eksternal KPK terkait kasus-kasus di KPK, tidak berusaha berkoordinasi dengan pimpinan KPK untuk merespons bocornya sprindik, dan tidak kooperatif dengan Komite Etik karena menolak BlackBerrynya dikloning.

Selain Abraham, kontroversi sprindik juga menyeret Adnan Pandu Praja. Dia dinilai melakukan pelanggaran ringan karena menyampaikan informasi mencabut tanda tangan di sprindik serta menyampaikan pendapat secara terbuka kepada media massa. Adnan dijatuhi sanksi lebih ringan karena menunjukkan sikap yang kooperatif. Secara umum, hasil penyelidikan dan tindakan yang diberikan Komite Etik patut diapresiasi. Apalagi, proses pengadilan terhadap pelanggaran dilakukan secara terbuka.

Namun harus diakui, temuan yang dihasilkan belum mampu membuka tabir gelap yang mungkin masih menyisakan fakta-fakta di balik sprindik atau kasus-kasus lain yang dibocorkan. Hal ini karena Komite Etik tidak berhasil mendapat kloning BlackBerry Abraham. Karena itu, berbagai spekulasi maupun teori konspirasi pun masih bermunculan.

Intinya adalah masih muncul pertanyaan apakah benar Wiwin Suwandi membocorkan sprindik dan informasi kasus hanya karena benci koruptor, atau apakah benar tindakan pelanggaran kode etik yang dilakukan Abraham sebagai bagian dari cara progresif pemberantasan korupsi, bukan karena kepentingan lain. Atau lebih menusuk lagi, mengapa Abraham sering kali melakukan tindakan sendiri atau di luar pengetahuan pimpinan KPK lainnya.

Padahal, seperti diatur dalam Pasal 4 Kode Etik Pimpinan KPK, pimpinan KPK haruslah terbuka dan transparan, serta kepemimpinan KPK adalah kolektif. Pesan yang bisa ditangkap adalah merosotnya kepercayaan terhadap pimpinan KPK, khususnya Abraham.

Kondisi tersebut harus dipahami, karena pelanggaran kode etik yang dilakukan Abraham bukan sekadar pelanggaran tatanan etika yang telah disepakati, melainkan sekaligus pertanda tingkat profesionalitas yang bersangkutan, karena kode etik dibuat orang-orang yang terikat di dalamnya agar terhindar dari tindakan tidak profesional.

Beban pelanggaran kode etik semakin bertambah berat karena mantan koordinator Anti Corruption Committee Sulawesi Selatan itu adalah ketua KPK, yang dituntut bersikap zero tolerance dan selalu menjaga reputasinya. Namun, investigasi telah diumumkan dan sanksi peringatan tertulis atas pelanggaran sedang yang dilakukan Abraham sudah dijatuhkan.

Suka tidak suka, Abraham masih mendapat kesempatan untuk memimpin lembaga antikorupsi tersebut. Kendati demikian, masyarakat berhak berharap, bertobatlah Abraham, karena Anda bukanlah aktivis LSM, melainkan pimpinan lembaga negara yang dibatasi aturan dan kode etik.

Peringatan Komite Etik –yang meminta Abraham memperbaiki sikap, tindakan, dan perilaku, yakni memegang teguh prinsip keterbukaan; kebersamaan; perilaku bermartabat dan berintegritas; mampu membedakan hubungan yang bersifat pribadi dan profesional; dan menjaga ketertiban dalam berkomunikasi dan kerahasiaan KPK– harus menjadi agenda utama Abraham agar KPK bisa menyuguhkan kinerja terbaik untuk memberantas korupsi secara profesional dan independen.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0935 seconds (0.1#10.140)