Polri dituding melanggar UU pengelolaan anggaran negara
A
A
A
Sindonews.com - Hasil analisis dan penelusuran forum Indonesia untuk transparansi anggaran (Fitra) terhadap laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) atas laporan keuangan Kepolisian RI tahun 2011, menemukan adanya dana non-APBN di kepolisian RI sebesar Rp268,9 miliar di tahun 2011.
Angka ini lebih besar dibandingkan dengan tahun 2010 yang hanya sebesar Rp188,6 miliar, atau terjadi kenaikan Rp80,3 miliar.
Koordinator advokasi Seknas Fitra, M. Maulana mengungkapkan, berdasarkan hasil uji petik BPK diduga terdapat penerimaan Polri sebesar Rp97,8 miliar dalam dana non-APBN tersebut yang termasuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Tetapi tidak dilaporkan ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Bahkan digunakan langsung tanpa melalui mekanisme APBN.
"Cara ini jelas menyalahi sistem pengelolaan anggaran negara," ujar Maulana di kantornya, Jalan K, No.37, Mampang Prapatan VI, Jakarta Selatan, Minggu (31/3/2013).
Dia menjelaskan, pasal 4 dan 5 Undang-Undang (UU) No.20 Tahun 1997 tentang PNBP mensyaratkan, seluruh PNBP wajib disetor langsung secepatnya ke kas negara dan dikelola dalam sistem APBN.
Lanjutnya, penerimaan Polri sebesar Rp97,8 miliar dalam dana non-APBN tersebut terdiri dari, bagi hasil retribusi parkir berlanggaran sebesar Rp4.631.414.040, dan pelatihan sebesar Rp17.719.574.069.
Selain itu, pelayanan Rumah Sakit Non Badan Layanan Umum (BLU) sebesar Rp10.800.954.436, serta pengamanan objek vital sebesar Rp64.673.419.816.
Maka itu, setiap satu rupiah uang yang diterima dari kegiatan pemerintahan harus dicatat penerimaan dan penggunaannya dalam sistem APBN.
"Institusi negara tidak diperkenankan untuk menggunakan anggaran seenaknya saja, karena berpotensi adanya penyalahgunaan yang berakibat pada kerugian Negara," tukasnya.
Angka ini lebih besar dibandingkan dengan tahun 2010 yang hanya sebesar Rp188,6 miliar, atau terjadi kenaikan Rp80,3 miliar.
Koordinator advokasi Seknas Fitra, M. Maulana mengungkapkan, berdasarkan hasil uji petik BPK diduga terdapat penerimaan Polri sebesar Rp97,8 miliar dalam dana non-APBN tersebut yang termasuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Tetapi tidak dilaporkan ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Bahkan digunakan langsung tanpa melalui mekanisme APBN.
"Cara ini jelas menyalahi sistem pengelolaan anggaran negara," ujar Maulana di kantornya, Jalan K, No.37, Mampang Prapatan VI, Jakarta Selatan, Minggu (31/3/2013).
Dia menjelaskan, pasal 4 dan 5 Undang-Undang (UU) No.20 Tahun 1997 tentang PNBP mensyaratkan, seluruh PNBP wajib disetor langsung secepatnya ke kas negara dan dikelola dalam sistem APBN.
Lanjutnya, penerimaan Polri sebesar Rp97,8 miliar dalam dana non-APBN tersebut terdiri dari, bagi hasil retribusi parkir berlanggaran sebesar Rp4.631.414.040, dan pelatihan sebesar Rp17.719.574.069.
Selain itu, pelayanan Rumah Sakit Non Badan Layanan Umum (BLU) sebesar Rp10.800.954.436, serta pengamanan objek vital sebesar Rp64.673.419.816.
Maka itu, setiap satu rupiah uang yang diterima dari kegiatan pemerintahan harus dicatat penerimaan dan penggunaannya dalam sistem APBN.
"Institusi negara tidak diperkenankan untuk menggunakan anggaran seenaknya saja, karena berpotensi adanya penyalahgunaan yang berakibat pada kerugian Negara," tukasnya.
(kur)