Negara tanpa rahasia

Sabtu, 16 Februari 2013 - 11:32 WIB
Negara tanpa rahasia
Negara tanpa rahasia
A A A
Apa rahasia yang tidak bisa bocor di negara ini? Itulah pertanyaan besar setelah kita melihat fenomena bocornya sejumlah dokumen negara yang statusnya sangat rahasia (confidential) ke ruang publik dalam satu bulan terakhir ini.

Pertama, publik heboh dengan beredarnya SPT pajak penghasilan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan keluarganya di media massa. Bocornya dokumen rahasia dari orang nomor satu di republik ini menimbulkan berbagai macam spekulasi.

Mulai soal substansi perihal jumlah pajak penghasilan yang harus dibayarkan Presiden hingga saling tuduh siapa aktor di balik pembocoran yang mencoreng wajah kita itu.

Belum reda urusan SPT keluarga Presiden SBY, publik kembali digegerkan dengan beredarnya draf surat perintah penyidikan (sprindik) KPK yang menyatakan status tersangka atas nama Anas Urbaningrum, Ketua Umum Partai Demokrat.

Dokumen yang sangat rahasia itu menjadi bahan perbincangan luas di ruang publik dan menimbulkan kegaduhan dan keresahan yang lebih dahsyat dari kebocoran SPT keluarga Presiden SBY.

Kegaduhan yang ditimbulkan menjadi luar biasa karena Partai Demokrat sedang dilanda prahara yang faktor utamanya akan ditentukan oleh status hukum Anas di KPK. Apalagi kebocoran sprindik Anas ini dikait-kaitkan dengan Istana Kepresidenan sehingga membuat kondisi semakin panas.

Belum reda polemik soal kebocoran sprindik itu, muncul berita yang tak kalah dahsyat. Salah satu putra petinggi PKS yang sudah dicekal KPK terkait kasus impor daging sapi diketahui sudah pergi ke luar negeri sehari sebelum surat pencekalan itu terbit.

Insiden ini bukan kali pertama terjadi. Sering kali upaya pencegahan ke luar negeri yang dilakukan KPK, Kejaksaan Agung maupun kepolisian telah diketahui lebih dulu oleh orang yang dicekal sehingga mereka bisa kabur lebih dulu ke luar negeri untuk menghindari jerat hukum.

Kenapa kebocoran pencekalan itu terus terjadi? Ada dua kemungkinan, pencekalan itu bocor dari pihak internal KPK atau internal Kementerian Hukum dan HAM. Namun kedua lembaga ini membantah telah terjadi kebocoran di lingkup internal mereka.

Lantas siapa yang memberi informasi kepada yang bersangkutan? Mungkinkah pihak di luar kedua lembaga itu mampu mendapatkan akses terhadap surat pencekalan sebelum diterbitkan? Jawabannya mungkin saja. Apa yang tidak mungkin di Indonesia. Apa rahasia yang tidak bisa bocor di sini.

Kebocoran demi kebocoran dokumen rahasia negara ini sungguh amat memprihatinkan. Andaikan itu salah satu wujud dari bentuk konflik elite dalam politik tingkat tinggi, publik pun tidak lantas memakluminya begitu saja.

Di dunia politik, pihakpihak yang berseteru biasa menggunakan cara-cara membocorkan dokumen rahasia dengan tujuan menghancurkan lawan dan mendapatkan simpati. Meski ini masuk ranah hukum pidana, sulit bagi penegak hukum untuk menyeret aktor utamanya ke pengadilan.

Paling-paling pelaku kelas teri alias operator lapangan saja yang dijadikan korban. Dan calon-calon korban sudah disiapkan untuk mengantisipasi risiko dari perang elite ini.

Jadi jangan harap bocor-membocorkan rahasia negara ini bisa diusut tuntas hingga ke pelaku utamanya.Semua akan hilang dengan sendirinya seiring perjalanan waktu. Hukum pun tak berdaya menghadapinya.

Karena itu, dalam beberapa waktu ke depan,ruang publik akan semakin riuh dengan hal-hal semacam ini.Akan semakin banyak rahasia yang selama ini terpendam akan diangkat ke permukaan.

Masa lalu tokoh-tokoh yang sedang tenar dan potensial menjadi pemimpin di 2014 akan banyak diungkap oleh para pesaingnya. Pembunuhan karakter akan menjadi hal yang biasa. Ini bukti pragmatisme politik telah menghancurkan integritas kebangsaan dan kenegarawanan para pemimpin kita.
(kur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4883 seconds (0.1#10.140)