Komisi III DPR tidak permasalahkan vonis rendah Hartati
A
A
A
Sindonews.com - Komisi III DPR yang khusus membidangi masalah hukum, tidak mempermasalahkan vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) kepada pengusaha Siti Hartati Murdaya
Menurut Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP), Eva Kusuma Sundari mengatakan, tidak ada yang salah dalam vonis tersebut. Menurutnya, vonis itu sudah sesuai dengan dakwaan.
"Saya melihatnya sudah ok sih. Kita hormati putusan hakim, bagaimanapun pahitnya," jelas Eva kepada Sindonews melalui pesan singkat, Senin (4/2/2013).
Dia melanjutkan, kalau memang ada yang tidak puas dalam putusan itu, bisa mengajukan banding melalui mekanisme yang ada, termasuk Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Toh kalau mau banding, sudah tersedia mekanismenya. Silahkan jaksa siapkan banding dengan argumen-argumen hukum yang kuat," tegasnya.
Eva hanya berpesan, agar vonis yang telah diterima Hartati agar tidak dijadikan polemik. Menurutnya kalau pun ada ketidakpuasan, sebaiknya diselesaikan melalui mekanisme hukum yang ada. "Tidak perlu putusan ini dibuat gaduh, tempuh jalur hukum yang sudah ada," tegasnya.
Seperti diberitakan Sindonews sebelumnya, terdakwa penyuapan terkait pengurusan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan Kabupaten Buol itu dinyatakan terbukti bersalah memberikan suap kepada mantan Bupati Buol Amran Batalipu sebesar Rp3 miliar.
Hartati divonis untuk menjalani hukuman dua tahun delapan bulan penjara lebih ringan dari tuntutan JPU yang menuntut hukuman lima tahun penjara
“Dengan denda Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan,“ kata Ketua Majelis Hakim Gusrizal dalam membacakan amar putusannya di Pengadilan Tipikor, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
Menurut majelis hakim, mantan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat itu terbukti bersalah dengan memberikan uang ke Amran untuk medapatkan surat rekomendasi untuk PT PT Cipta Cakra Murdaya (CCM). Padahal pengusaha PT Hardaya Inti Plantation (HIP) yang juga perusahaan Hartati sudah mempunyai HGU seluas 22 hektar.
Menurut Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP), Eva Kusuma Sundari mengatakan, tidak ada yang salah dalam vonis tersebut. Menurutnya, vonis itu sudah sesuai dengan dakwaan.
"Saya melihatnya sudah ok sih. Kita hormati putusan hakim, bagaimanapun pahitnya," jelas Eva kepada Sindonews melalui pesan singkat, Senin (4/2/2013).
Dia melanjutkan, kalau memang ada yang tidak puas dalam putusan itu, bisa mengajukan banding melalui mekanisme yang ada, termasuk Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Toh kalau mau banding, sudah tersedia mekanismenya. Silahkan jaksa siapkan banding dengan argumen-argumen hukum yang kuat," tegasnya.
Eva hanya berpesan, agar vonis yang telah diterima Hartati agar tidak dijadikan polemik. Menurutnya kalau pun ada ketidakpuasan, sebaiknya diselesaikan melalui mekanisme hukum yang ada. "Tidak perlu putusan ini dibuat gaduh, tempuh jalur hukum yang sudah ada," tegasnya.
Seperti diberitakan Sindonews sebelumnya, terdakwa penyuapan terkait pengurusan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan Kabupaten Buol itu dinyatakan terbukti bersalah memberikan suap kepada mantan Bupati Buol Amran Batalipu sebesar Rp3 miliar.
Hartati divonis untuk menjalani hukuman dua tahun delapan bulan penjara lebih ringan dari tuntutan JPU yang menuntut hukuman lima tahun penjara
“Dengan denda Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan,“ kata Ketua Majelis Hakim Gusrizal dalam membacakan amar putusannya di Pengadilan Tipikor, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
Menurut majelis hakim, mantan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat itu terbukti bersalah dengan memberikan uang ke Amran untuk medapatkan surat rekomendasi untuk PT PT Cipta Cakra Murdaya (CCM). Padahal pengusaha PT Hardaya Inti Plantation (HIP) yang juga perusahaan Hartati sudah mempunyai HGU seluas 22 hektar.
(maf)