Senjakala PKS?
A
A
A
Jalan suram menghantui Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Ini terkait dugaan keterlibatan Presiden DPP PKS Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) pada kasus suap impor daging. LHI menjadi tersangka bersama dua pengusaha dari PT Indoguna Usaha,Juard Effendi(JE) dan Arya Abdi Effendi (AAE), serta Ahmad Fathanah (AF) yang disebut sebagai orang dekat LHI.
Penetapan LHI sebagai tersangka kasus impor daging yang merupakan pengembangan dari penggerebekan Selasa (29/1) malam sungguh-sungguh mengejutkan. Keterlibatan politisi atau anggota DPR pada kasus suap maupun korupsi memang bukan hal baru di negeri ini.Tetapi jika yang terlibat ketua umum partai dan partai itu adalah PKS, berita itu sangat “dahsyat”.
Siapa pun tidak boleh serta-merta menyimpulkan LHI sudah pasti bersalah. Selama pengadilan belum mengetuk palu, asas praduga tak bersalah harus dijunjung tinggi.Tapi,pada kasus ini, sangatlah berat bagi LHI untuk menghindar.
Apalagi KPK sudah menemukan dua alat bukti yang membuat lembaga tersebut sangat percaya diri untuk menjerat LHI. Dengan kondisi demikian, sudah sepatutnya PKS menyalakan sinyal SOS (save our soul) alias darurat menghadapi pemilu yang digelar tahun depan.
Pakar politik Universitas Indonesia Iberamsjah menyebut partai tersebut harus siap-siap terjun payung karena anjloknya dukungan masyarakat terhadapnya. PKS harus siap-siap anjlok dan ditinggalkan pemilih karena PKS bukanlah PDIP, Partai Golkar, atau partai lain di mana dukungan terhadap partai masih sangat kukuh walau banyak kader mereka tersangkut korupsi.
Meski sudah menyatakan diri sebagai partai terbuka, PKS tetaplah partai Islam dengan dakwah sebagai positioning politiknya. Sejauh ini jargon bersih, jujur, peduli, dan amanah yang diusung partai dakwah ini berhasil menghunjam ke benak masyarakat dan mampu menjadi motor elektabilitas.
Pada Pemilu 2004 PKS meraup 7,34 persen suara dan pada Pemilu 2009 hanya PKS dan Partai Demokratlah yang mampu menaikkan dukungan dengan perolehan suara mencapai 7,9 persen.
Walaupun belakangan dukungan terhadap PKS menunjukkan stagnasi, bahkan penurunan, akibat tersangkutnya seorang kader pada kasus hukum dan isu perpecahan internal, dengan political positioning yang demikian kuat PKS masih optimistis mampu meningkatkan dukungan suara.
Pada Munas PKS mereka bahkan menarget posisi tiga besar pada Pemilu 2014. Tetapi, dengan kemunculan perkembangan terakhir, target tersebut seketika seperti berubah menjadi mimpi di siang bolong.
Dugaan keterlibatan LHI pada kasus suap impor sapi bukan sekadar menampar muka PKS karena LHI adalah presidennya, melainkan juga sekaligus menembak jantung pilar penyangga PKS yakni positioning PKS sebagai partai dakwah.
Persepsi PKS sebagai partai yang bersih luluh seketika karena pemimpinnya menodai prinsip bersih itu. Ibarat rumah kartu, persepsi kader PKS sebagai orang yang antikorupsi dan berakhlak mulia pun ikut luruh dengan sendirinya.
Pengamat politik Pol- Tracking Institute, Hanta Yudha,menyebut mesin elektoral yang selama ini diandalkan untuk menyedot dukungan publik kini hancur lebur. Adakah PKS kini tengah menuju senjakala? Secara teoretis sangat mungkin.
Tetapi, sekali lagi, proses hukum LHI masih berlangsung dan belum bisa diprediksi akhirnya ceritanya. Pemimpin baru PKS yang akan menggantikan LHI tentu akan mengambil langkah-langkah untuk penyelamatan partai.Karena itu,tunggu saja hasil Pemilu 2014.
Penetapan LHI sebagai tersangka kasus impor daging yang merupakan pengembangan dari penggerebekan Selasa (29/1) malam sungguh-sungguh mengejutkan. Keterlibatan politisi atau anggota DPR pada kasus suap maupun korupsi memang bukan hal baru di negeri ini.Tetapi jika yang terlibat ketua umum partai dan partai itu adalah PKS, berita itu sangat “dahsyat”.
Siapa pun tidak boleh serta-merta menyimpulkan LHI sudah pasti bersalah. Selama pengadilan belum mengetuk palu, asas praduga tak bersalah harus dijunjung tinggi.Tapi,pada kasus ini, sangatlah berat bagi LHI untuk menghindar.
Apalagi KPK sudah menemukan dua alat bukti yang membuat lembaga tersebut sangat percaya diri untuk menjerat LHI. Dengan kondisi demikian, sudah sepatutnya PKS menyalakan sinyal SOS (save our soul) alias darurat menghadapi pemilu yang digelar tahun depan.
Pakar politik Universitas Indonesia Iberamsjah menyebut partai tersebut harus siap-siap terjun payung karena anjloknya dukungan masyarakat terhadapnya. PKS harus siap-siap anjlok dan ditinggalkan pemilih karena PKS bukanlah PDIP, Partai Golkar, atau partai lain di mana dukungan terhadap partai masih sangat kukuh walau banyak kader mereka tersangkut korupsi.
Meski sudah menyatakan diri sebagai partai terbuka, PKS tetaplah partai Islam dengan dakwah sebagai positioning politiknya. Sejauh ini jargon bersih, jujur, peduli, dan amanah yang diusung partai dakwah ini berhasil menghunjam ke benak masyarakat dan mampu menjadi motor elektabilitas.
Pada Pemilu 2004 PKS meraup 7,34 persen suara dan pada Pemilu 2009 hanya PKS dan Partai Demokratlah yang mampu menaikkan dukungan dengan perolehan suara mencapai 7,9 persen.
Walaupun belakangan dukungan terhadap PKS menunjukkan stagnasi, bahkan penurunan, akibat tersangkutnya seorang kader pada kasus hukum dan isu perpecahan internal, dengan political positioning yang demikian kuat PKS masih optimistis mampu meningkatkan dukungan suara.
Pada Munas PKS mereka bahkan menarget posisi tiga besar pada Pemilu 2014. Tetapi, dengan kemunculan perkembangan terakhir, target tersebut seketika seperti berubah menjadi mimpi di siang bolong.
Dugaan keterlibatan LHI pada kasus suap impor sapi bukan sekadar menampar muka PKS karena LHI adalah presidennya, melainkan juga sekaligus menembak jantung pilar penyangga PKS yakni positioning PKS sebagai partai dakwah.
Persepsi PKS sebagai partai yang bersih luluh seketika karena pemimpinnya menodai prinsip bersih itu. Ibarat rumah kartu, persepsi kader PKS sebagai orang yang antikorupsi dan berakhlak mulia pun ikut luruh dengan sendirinya.
Pengamat politik Pol- Tracking Institute, Hanta Yudha,menyebut mesin elektoral yang selama ini diandalkan untuk menyedot dukungan publik kini hancur lebur. Adakah PKS kini tengah menuju senjakala? Secara teoretis sangat mungkin.
Tetapi, sekali lagi, proses hukum LHI masih berlangsung dan belum bisa diprediksi akhirnya ceritanya. Pemimpin baru PKS yang akan menggantikan LHI tentu akan mengambil langkah-langkah untuk penyelamatan partai.Karena itu,tunggu saja hasil Pemilu 2014.
(rsa)