Buah impor tersandung

Selasa, 29 Januari 2013 - 16:27 WIB
Buah impor tersandung
Buah impor tersandung
A A A
Masyarakat penikmat buah impor untuk sementara terpaksa harus menahan diri tidak mengonsumsi sejumlah buah yang didatangkan dari luar negeri. Hal ini terkait pemberlakuan regulasi seputar impor hortikultura yang tidak mengizinkan sebanyak enam jenis buah impor beredar di pasar domestik.

Aturan yang mulai berlaku efektif per Januari 2013 tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No 60 Tahun 2012 dan Peraturan Menteri Perdagangan No 60 Tahun 2012.

Adapun enam buah impor yang tidak diperkenankan beredar di pasar dalam negeri dalam waktu enam bulan ke depan (Januari-Juni 2013) itu meliputi nanas, durian, pisang, melon, pepaya, dan mangga.

Enam jenis buah impor yang menjadi primadona di pasar domestik tersebut tidak mendapat rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH).Alasannya,produksi di dalam negeri untuk buah-buahan tersebut sudah mencukupi kebutuhan pasar selama ini.

Selanjutnya keran impor bisa saja dibuka kembali untuk periode Juli–Desember 2013 bila kebutuhan enam jenis buah tersebut tidak bisa dipenuhi dari produksi dalam negeri. Seiring pelarangan enam jenis buah impor tersebut,pemerintah juga “mencekal”empat jenis sayur yakni kentang, kubis, wortel, dan cabai, serta tiga bunga impor yang terdiri atas bunga krisan, anggrek, dan heliconia.

Kebijakan tersebut dinilai sejumlah kalangan terutama para importir buah dan sayur sebagai langkah kontroversial yang tidak produktif untuk iklim bisnis di Indonesia yang sedang mekar. Meski ditentang keras oleh kalangan importir, langkah pemerintah yang berani menghentikan sementara importasi sejumlah produk hortikultura mendapat acungan jempol dari pemerhati buah lokal.

Langkah tersebut dinilai sebagai bukti keberpihakan pemerintah kepada produsen buah lokal yang semakin terpinggirkan oleh serbuan buah impor selama ini.

Bagi Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) kebijakan tersebut memang sudah diimpikan sejak lama.

“Kebijakan itu sangat konstruktif yang mendorong semangat petani lokal,”kata Ketua Bidang Perdagangan DPP HKTI Ismed Hasan Putro pekan lalu.

Namun, kebijakan tersebut tak akan bergaung tanpa dukungan penuh dari masyarakat. Sebaliknya, kalangan importir merasa dirugikan dengan kebijakan pelarangan sementara sejumlah buah impor tersebut.

Mereka menilai kebijakan itu lucu dan aneh. Sebanyak 50 persen kebutuhan buah dan sayur di dalam negeri dipasok dari impor, tetapi malah dilarang mengimpor sejumlah jenis buah dan sayur yang justru sangat dibutuhkan masyarakat.

“Aturan ini lucu, sekira 30persen hingga 50 persen kebutuhan buah dan sayur masih dipasok dari impor,” ungkap Wakil Ketua Gabungan Importir Hasil Bumi Indonesia (Gisimindo) B Budiman saat menanggapi kebijakan pemerintah tersebut.

Respons yang menimbulkan pro-kontra terhadap kebijakan pemerintah itu hal biasa.Tergantung apakah kebijakan tersebut berkaitan langsung dengan aktivitas yang merugikan atau menguntungkan bagi pihak yang terkait kebijakan tersebut.

Terlepas dari pro-kontra tersebut, yang menarik adalah keberanian pemerintah untuk menelurkan sebuah kebijakan yang berhubungan dengan pelarangan impor.

Tahun lalu neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit karena nilai impor lebih besar dari ekspor. Ini pertama kalinya dalam 50 tahun terakhir. Kebijakan pembatasan impor buah itu sudah berlaku dan sudah pasti akan mengundang perdebatan di kalangan negara eksportir buah.

Ujung-ujungnya bisa ditebak, para eksportir buah itu akan memprotes Indonesia ke World Trade Organization (WTO).

Pertanyaannya, sejauh mana langkah pemerintah mengantisipasi aksi protes tersebut.Kabar terakhir,Amerika Serikat sudah gerah dengan kebijakan itu,namun belum ada protes resmi yang sampai ke tangan pemerintah.
(rsa)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0582 seconds (0.1#10.140)