Pemakzulan Aceng sudah tepat
A
A
A
Sindonews.com - Putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan DPRD Garut terkait pemakzulan Bupati Garut Aceng HM Fikri, dinilai sudah tepat. Pasalnya Aceng telah melanggar undang-undang dan janjinya menjadi seorang pejabar publik.
"Menurut saya (putusan MA itu) sudah tepat, karena memang secara terbukti telah melanggar undang-undang," kata pengamat hukum dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Andi Syafrani kepada Sindonews, Kamis (24/1/2013).
Dia menambahkan, secara hukum Aceng sudah terbukti melakukan tindakan asusila, amoral, dan perbuatan tercela. Usul tersebut masuk dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda).
"yang secara jelas pula bahwa salah satu alasan pemberhentian kepala daerah di dalam UU 32 adalah melanggar UU," terangnya.
Sebelumnya, Mahkamah Agung telah mengabulkan permohonan pemakzulan terhadap Bupati Garut Aceng HM Fikri oleh DPRD Garut. Sedangkan kasasi Aceng sendiri telah ditolak, sehingga secara hukum dan sah Aceng tak boleh menduduki jabatan Bupati Garut.
"Mengabulkan permohonan DPRD Kabupaten Garut Nomor 172/139/DPRD tanggal 26 Desember 2012," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur, di Jakarta.
Pemakzulan terhadap Aceng itu diputusan dalam sidang MA yang diketuai Paulus E Lotulung, dan hakim anggota Supandi dan Yulius, 22 Januari 2013. Sementara panitera pengganti adalah Sugiarto.
Ridwan mengatakan, Aceng telah melakukan pelanggar etika. "Menyatakan putusan DPRD Garut No 30 /2012 tanggal 21 Desember 2012 tentang pendapat DPRD Kabupaten Garut terhadap dugaan pelanggaran etika dan peraturan perundang-undangan yang dilakukan Bupati berdasarkan hukum," lanjutnya.
DPRD Garut memakzulan Aceng HM Fikri atas dugaan pelanggaran UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemda dan UU No 1/1974 tentang Perkawinan.
Pada pertimbangannya, majelis hakim menilai, posisi Aceng memang tak bisa dilepaskan dengan jabatannya sebagai Bupati garut, meski dia mengatas namakan pribadi. Pasalnya, dalam perkawinan pekerjaan itu tidak bisa dilepaskan begitu saja.
"Menurut saya (putusan MA itu) sudah tepat, karena memang secara terbukti telah melanggar undang-undang," kata pengamat hukum dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Andi Syafrani kepada Sindonews, Kamis (24/1/2013).
Dia menambahkan, secara hukum Aceng sudah terbukti melakukan tindakan asusila, amoral, dan perbuatan tercela. Usul tersebut masuk dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda).
"yang secara jelas pula bahwa salah satu alasan pemberhentian kepala daerah di dalam UU 32 adalah melanggar UU," terangnya.
Sebelumnya, Mahkamah Agung telah mengabulkan permohonan pemakzulan terhadap Bupati Garut Aceng HM Fikri oleh DPRD Garut. Sedangkan kasasi Aceng sendiri telah ditolak, sehingga secara hukum dan sah Aceng tak boleh menduduki jabatan Bupati Garut.
"Mengabulkan permohonan DPRD Kabupaten Garut Nomor 172/139/DPRD tanggal 26 Desember 2012," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur, di Jakarta.
Pemakzulan terhadap Aceng itu diputusan dalam sidang MA yang diketuai Paulus E Lotulung, dan hakim anggota Supandi dan Yulius, 22 Januari 2013. Sementara panitera pengganti adalah Sugiarto.
Ridwan mengatakan, Aceng telah melakukan pelanggar etika. "Menyatakan putusan DPRD Garut No 30 /2012 tanggal 21 Desember 2012 tentang pendapat DPRD Kabupaten Garut terhadap dugaan pelanggaran etika dan peraturan perundang-undangan yang dilakukan Bupati berdasarkan hukum," lanjutnya.
DPRD Garut memakzulan Aceng HM Fikri atas dugaan pelanggaran UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemda dan UU No 1/1974 tentang Perkawinan.
Pada pertimbangannya, majelis hakim menilai, posisi Aceng memang tak bisa dilepaskan dengan jabatannya sebagai Bupati garut, meski dia mengatas namakan pribadi. Pasalnya, dalam perkawinan pekerjaan itu tidak bisa dilepaskan begitu saja.
(mhd)