Menghadapi kampanye basi-basi

Jum'at, 11 Januari 2013 - 07:57 WIB
Menghadapi kampanye basi-basi
Menghadapi kampanye basi-basi
A A A
Masyarakat kembali memasuki pusaran pesta demokrasi lima tahunan. Setelah tiga hari lalu Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan siapa saja partai politik yang berhak mengikuti pesta demokrasi karena berhasil lolos verifikasi faktual, yaitu 10 partai yang terdiri atas 9 partai lama yang kini berada di parlemen plus 1 partai baru, yakni NasDem,mulai hari ini masyarakat akan disuguhi berbagai “jajanan manis” partai politik.

Hal itu terkait dengan dimulainya tahapan kampanye. Walaupun aturan kampanye baru sebatas draf yang masih akan disosialisasikan KPU ke DPR, KPU sudah melakukan sounding tentang pola kampanye yang diperbolehkan pada tahap awal ini. Model kampanye dimaksud antara lain tatap muka, penyebaran alat peraga, dan kampanye indoor.

Kampanye melalui iklan di media massa dan kampanye besar-besaran di tempat terbuka belum diperbolehkan. Dengan dimulainya massa kampanye ini, masyarakat sudah pasti akan menghadapi hiruk-pikuk dan tensi “kebersihan” politik yang kian tinggi.Partai politik, termasuk elite mereka yang berada di pusat maupun daerah, akan semakin menunjukkan tingkah polah mereka yang dikemas dengan aneka program, bantuan,atau sosialisasi.

Suara politisi pun akan terdengar kian nyaring.Mereka akan kian kerap bersilaturahmi, menyampaikan visi-misi,atau sekadar mengajak bernyanyi. Bagi politisi yang partainya merupakan bagian dari koalisi,mereka pasti lebih gencar memamerkan hasil kerja partai dan eksekutif mereka selama ini. Sebaliknya partai yang berada di luar koalisi atau turun di gelanggang politik pada periode ini bisa dipastikan akan semakin gencar mengkritik apa yang ditunjukkan kinerja partai dan eksekutif dari koalisi.

Ujung dari saling-silang aneka perilaku dan suara tersebut adalah perebutan simpati dan dukungan suara di bilik suara pada 2014 nanti. Bagaimana masyarakat harus bersikap? Sekilas, suasana tersebut akan membingungkan. Saling tekan dan tarik berbagai kepentingan akan memojokkan masyarakat pada posisi yang serbasulit. Jika ini terjadi,masyarakat pasti akan rawan terjebak pada ilusi janji politisi dengan muara terjerat pada pilihan-pilihan pragmatis dan tidak sesuai dengan nurani.

Haruskah “skenario” ini terjadi? Tentu masyarakat harus belajar pada kampanye dan hasil pemilu sebelumnya.Kesalahan memberikan penilaian dan mengambil keputusan akibat terjebak pada ilusi dan janji hanya akan menimbulkan penyesalan di kemudian hari.Berbagai korupsi dan tindakan tidak terpuji yang ditunjukkan para wakil, salah satunya, adalah akibat kesalahan memberikan penilaian dan pilihan.

Karena itu,memasuki tahapan kampanye kali ini,masyarakat harus lebih cerdas dan mempertajam hati.Ini bisa dilakukan jika masyarakat tidak hanya menilai berbagai rayuan politisi dari satu sisi, tapi juga menggali informasi dari berbagai sisi seperti bagaimana sikap, tindak tanduk hingga pengabdian partai dan politisi selama ini.

Dengan demikian, kampanye menjadi momentum konfirmasi apakah tingkah polah yang ditunjukkan dan suara yang didengungkan sesuai dengan fakta atau track record partai atau politisi selama ini atau justru cuma basa-basi yang mengelabui demi mempromosikan diri.

Selain untuk mengukur kedalaman “hati”, masyarakat juga harus memanfaatkan masa kampanye ini untuk lebih jeli melihat sejauh mana kekuatan intelektual dan visi-misi karena hal tersebut menjadi prasyarat penting membangun negeri. Harus diakui, sering kali substansi ini terdilusi penampilan diri, janjijanji, atau bahkan amunisi partai dan politisi.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6842 seconds (0.1#10.140)