PPATK jangan cari aman saja
A
A
A
Sindonews.com - Setelah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengeluarkan riset yang menyatakan anggota legislatif periode 2009-2014 terindikasi paling tinggi melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
Kini lembaga yang diketuai Muhammad Yusuf itu, dituntut untuk bisa mengungkap rekening gendut di perwira Polri dan TNI karena tidak memiliki penyidik dari institusi tersebut. Namun, PPATK tidak bisa menelusuri rekening gendut tersebut, karena tidak adanya penyidik dari pihak TNI.
Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi (Kompak) Fadjroel Rachman mengatakan, keengganan PPATK menelusuri dan mengungkap transaksi mencurigakan di tubuh institusi TNI dan Polri perlu pertanyakan.
Menurutnya, apa yang dilakukan PPATK hanyalah sebagai langkah mencari aman dan terkesan PPATK tebang pilih dalam mengungkap berbagai penyimpangan.
“Jangan cari aman dan tebang pilih dong. DPR berani, Kementerian Agama berani, kenapa TNI dan Polri enggak? Jadinya muncul kesan PPATK takut atau cari aman saja. Kalau tebang pilih begitu kan sudah enggak sehat,” ujar Fadjroel saat dihubungi Sindonews, Selasa (8/1/2013).
Sebelumnya, PPATK mengakui pihaknya mengalami kendala untuk menemukan transaksi mencurigakan yang milik perwira TNI. Menurut Ketua PPATK M Yusuf, hal ini dikarenakan pihaknya tidak mempunyai penyidik dari pihak TNI untuk menindaklanjuti temuan transaksi mencurigakan.
“Karena tidak adanya penyidik itulah, kalau kita menemukan transaksi mencurigakan TNI kita
sampaikan ke mana? Siapa yang lakukan penyidikan awal?” kata M Yusuf, usai menghadiri acara MoU (memorandum of understanding) antara PPATK dengan Mahkamah Konstitusi (MK), di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin 7 Januari 2013.
Menurut Yusuf, hingga saat ini hanya ada enam penyidik awal yang dimiliki PPATK yaitu KPK, Kejaksaan, Dirjen Pajak, Dirjen Bea Cukai, Polri dan BNN. Katanya, dengan tidak adanya penyidik dari pihak TNI, maka itu adalah sebuah ketidakadilan.
“Kalau yang lain ada, tapi TNI tidak ada, ini kan menggambarkan sebuah ketidakadilan,” ujarnya.
Kini lembaga yang diketuai Muhammad Yusuf itu, dituntut untuk bisa mengungkap rekening gendut di perwira Polri dan TNI karena tidak memiliki penyidik dari institusi tersebut. Namun, PPATK tidak bisa menelusuri rekening gendut tersebut, karena tidak adanya penyidik dari pihak TNI.
Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi (Kompak) Fadjroel Rachman mengatakan, keengganan PPATK menelusuri dan mengungkap transaksi mencurigakan di tubuh institusi TNI dan Polri perlu pertanyakan.
Menurutnya, apa yang dilakukan PPATK hanyalah sebagai langkah mencari aman dan terkesan PPATK tebang pilih dalam mengungkap berbagai penyimpangan.
“Jangan cari aman dan tebang pilih dong. DPR berani, Kementerian Agama berani, kenapa TNI dan Polri enggak? Jadinya muncul kesan PPATK takut atau cari aman saja. Kalau tebang pilih begitu kan sudah enggak sehat,” ujar Fadjroel saat dihubungi Sindonews, Selasa (8/1/2013).
Sebelumnya, PPATK mengakui pihaknya mengalami kendala untuk menemukan transaksi mencurigakan yang milik perwira TNI. Menurut Ketua PPATK M Yusuf, hal ini dikarenakan pihaknya tidak mempunyai penyidik dari pihak TNI untuk menindaklanjuti temuan transaksi mencurigakan.
“Karena tidak adanya penyidik itulah, kalau kita menemukan transaksi mencurigakan TNI kita
sampaikan ke mana? Siapa yang lakukan penyidikan awal?” kata M Yusuf, usai menghadiri acara MoU (memorandum of understanding) antara PPATK dengan Mahkamah Konstitusi (MK), di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin 7 Januari 2013.
Menurut Yusuf, hingga saat ini hanya ada enam penyidik awal yang dimiliki PPATK yaitu KPK, Kejaksaan, Dirjen Pajak, Dirjen Bea Cukai, Polri dan BNN. Katanya, dengan tidak adanya penyidik dari pihak TNI, maka itu adalah sebuah ketidakadilan.
“Kalau yang lain ada, tapi TNI tidak ada, ini kan menggambarkan sebuah ketidakadilan,” ujarnya.
(maf)