Lucu jika pejabat tak tahu anggaran
A
A
A
Sindonews.com - Sangat lucu jika pejabat pemerintahan tidak mengetahui anggaran negara di kementeriannya ataupun di lembaga pemerintahan. Konteks demokrasi terbuka saat ini tidak ada alasan seorang pejabat tidak mengetahui anggarannya.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Hifdzil Alim menyatakan, dirinya sependapat dengan Ketua KPK Abraham Samad jika ada ketidaktahuan dalam sebuah perkara pidana bukan berarti ketidaktahuan itu menghapuskan pertanggungjawaban pidana.
"Saya sepakat dengan pendapat Abraham itu. Tidak ada alasan pejabat negara tidak tahu anggaran. Boleh jadi kasus korupsi bisa terjadi dengan pengetahuan pejabat atas anggaran," kata Hifdzil saat dihubungi SINDO, Selasa (11/12/12).
Menurutnya, ada dua sebab menyangkut tidak ada alasan pejabat negara tidak mengetahui itu. Pertama tuturnya, pejabat negara itu didukung oleh banyak staf yang mesti juga tahu anggaran.
Kedua ungkapnya, pejabat negara itu adalah pemegang tanggung jawab yang harus tahu tindakan, termasuk anggaran, dan segala konsekuensinya. "Jadi, agak lucu jika pejabat tidak tahu anggaran," tandasnya.
Sebelumnya, Ketua KPK Abraham Samad tidak sepakat dengan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mengatakan, korupsi terjadi karena pejabat tak paham soal anggaran negara.
Menurutnya, jika ada ketidaktahuan dalam sebuah perkara pidana bukan berarti ketidaktahuan itu menghapuskan pertanggungjawaban pidana.
"Karena dalam teori hukum pidana, ketidaktahuan bukan berarti menghapuskan pertanggungjawaban hukum pidananya," ujar Abraham Samad usai menghadiri Puncak Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia di Istana Negara Jakarta, Senin 10 Desember 2012 kemarin.
Abraham berpandangan, seorang pejabat negara dituntut harus cerdas dan paham dalam menggunakan anggaran. Hal itu agar sang pejabat tak salah dalam menggunakan dan mengalokasikan anggaran.
"Oleh karena itu pemimpin dituntut harus cerdas, kalau ada pemimpin mengatakan tidak tahu kalau telah terjadi korupsi, ya tidak usah memimpin," tegasnya.
Sementara, SBY menilai, maraknya kasus korupsi salah satunya diakibatkan oleh tidak pahamnya pejabat negara mengenai anggaran negara. Dari ketidakpahaman itu bisa mengakibatkan seorang pejabat negara menjadi pelaku korupsi.
"Ada juga kasus-kasus korupsi terjadi karena ketidakpahaman pejabat yang dilakukan terkategori korupsi," ujar SBY.
Oleh karenanya, sambung SBY, maka negara wajib menyelamatkan mereka-mereka yang tidak punya niat melakukan korupsi, namun salah di dalam mengemban tugasnya.
Kadang kala, diperlukan kecepatan dalam pengambilan keputusan untuk mengalokasikan anggaran, untuk kasus yang demikian menurutnya tak perlu dinyatakan bersalah dan masuk dalam kategori tindak pidana korupsi.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Hifdzil Alim menyatakan, dirinya sependapat dengan Ketua KPK Abraham Samad jika ada ketidaktahuan dalam sebuah perkara pidana bukan berarti ketidaktahuan itu menghapuskan pertanggungjawaban pidana.
"Saya sepakat dengan pendapat Abraham itu. Tidak ada alasan pejabat negara tidak tahu anggaran. Boleh jadi kasus korupsi bisa terjadi dengan pengetahuan pejabat atas anggaran," kata Hifdzil saat dihubungi SINDO, Selasa (11/12/12).
Menurutnya, ada dua sebab menyangkut tidak ada alasan pejabat negara tidak mengetahui itu. Pertama tuturnya, pejabat negara itu didukung oleh banyak staf yang mesti juga tahu anggaran.
Kedua ungkapnya, pejabat negara itu adalah pemegang tanggung jawab yang harus tahu tindakan, termasuk anggaran, dan segala konsekuensinya. "Jadi, agak lucu jika pejabat tidak tahu anggaran," tandasnya.
Sebelumnya, Ketua KPK Abraham Samad tidak sepakat dengan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mengatakan, korupsi terjadi karena pejabat tak paham soal anggaran negara.
Menurutnya, jika ada ketidaktahuan dalam sebuah perkara pidana bukan berarti ketidaktahuan itu menghapuskan pertanggungjawaban pidana.
"Karena dalam teori hukum pidana, ketidaktahuan bukan berarti menghapuskan pertanggungjawaban hukum pidananya," ujar Abraham Samad usai menghadiri Puncak Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia di Istana Negara Jakarta, Senin 10 Desember 2012 kemarin.
Abraham berpandangan, seorang pejabat negara dituntut harus cerdas dan paham dalam menggunakan anggaran. Hal itu agar sang pejabat tak salah dalam menggunakan dan mengalokasikan anggaran.
"Oleh karena itu pemimpin dituntut harus cerdas, kalau ada pemimpin mengatakan tidak tahu kalau telah terjadi korupsi, ya tidak usah memimpin," tegasnya.
Sementara, SBY menilai, maraknya kasus korupsi salah satunya diakibatkan oleh tidak pahamnya pejabat negara mengenai anggaran negara. Dari ketidakpahaman itu bisa mengakibatkan seorang pejabat negara menjadi pelaku korupsi.
"Ada juga kasus-kasus korupsi terjadi karena ketidakpahaman pejabat yang dilakukan terkategori korupsi," ujar SBY.
Oleh karenanya, sambung SBY, maka negara wajib menyelamatkan mereka-mereka yang tidak punya niat melakukan korupsi, namun salah di dalam mengemban tugasnya.
Kadang kala, diperlukan kecepatan dalam pengambilan keputusan untuk mengalokasikan anggaran, untuk kasus yang demikian menurutnya tak perlu dinyatakan bersalah dan masuk dalam kategori tindak pidana korupsi.
(mhd)