JK: Demokrasi Indonesia seperti celana
A
A
A
Sindonews.com - Demokrasi di Indonesia diibaratkan sebagai celana, yang mudah berubah-ubah kadang panjang dan tak jarang juga menjadi pendek.
"Demokrasi di Indonesia itu ibarat celana, kadang panjang kadang pendek. Selalu berubah-ubah," kata Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla ini saat memberikan kuliah umum di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI) yang bertajuk 'Konflik dan Konsolidasi Demokrasi di Indonesia', di Kampus UI Depok, Rabu (14/11/2012).
Suasana demokrasi Indonesia yang selalu berubah-ubah ini bisa terlihat dari sejarahnya. Mulai dari masa Demokrasi Liberal, Demokrasi Terpimpin, hingga Demokrasi Pancasila.
"Kita lihat mulai dari kabinet (Demokrasi) Liberal. Saat itu tiap berapa waktu pemerintahan jatuh. Kemudian Demokrasi Terpimpin yang berujung otoriter. Lalu jatuh Sukarno, masuk Suharto dengan Demokrasi Pancasila, ujungnya otoriter juga. Lalu reformasi, yang kembali lagi liberal luar biasa," pungkasnya.
Dia menegaskan, tujuan demokrasi adalah mencapai kemajuan. Ada negara liberal yang maju ada juga yang tidak. Demikian halnya ada negara otoriter yang maju ada pula yang tidak.
"Apapun yang kemudian diterapkan oleh Indonesia dalam mencapai kemajuan tersebut hendaklah dipilih yang memang sesuai sehingga tujuan tersebut dapat dicapai," tutupnya.
"Demokrasi di Indonesia itu ibarat celana, kadang panjang kadang pendek. Selalu berubah-ubah," kata Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla ini saat memberikan kuliah umum di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI) yang bertajuk 'Konflik dan Konsolidasi Demokrasi di Indonesia', di Kampus UI Depok, Rabu (14/11/2012).
Suasana demokrasi Indonesia yang selalu berubah-ubah ini bisa terlihat dari sejarahnya. Mulai dari masa Demokrasi Liberal, Demokrasi Terpimpin, hingga Demokrasi Pancasila.
"Kita lihat mulai dari kabinet (Demokrasi) Liberal. Saat itu tiap berapa waktu pemerintahan jatuh. Kemudian Demokrasi Terpimpin yang berujung otoriter. Lalu jatuh Sukarno, masuk Suharto dengan Demokrasi Pancasila, ujungnya otoriter juga. Lalu reformasi, yang kembali lagi liberal luar biasa," pungkasnya.
Dia menegaskan, tujuan demokrasi adalah mencapai kemajuan. Ada negara liberal yang maju ada juga yang tidak. Demikian halnya ada negara otoriter yang maju ada pula yang tidak.
"Apapun yang kemudian diterapkan oleh Indonesia dalam mencapai kemajuan tersebut hendaklah dipilih yang memang sesuai sehingga tujuan tersebut dapat dicapai," tutupnya.
(mhd)