Eks Komisioner KPU Sebut Penundaan Pilkada Sampai 2021 Jadi Keniscayaan
A
A
A
JAKARTA - Kondisi Indonesia yang masih dilanda pandemi virus corona (Covid-19) yang entah kapan berakhir menjadi keprihatinan bersama sehingga, penundaan Pilkada Serentak 2020 menjadi sesuatu yang perlu dilakukan.
Bahkan, mantan Komisioner KPU sekaligus Direktur Eksekutif Netgrit Ferry Kurnia Riziyansyah menyebut, penundaan Pilkada Serentak sampai 2021 menjadi suatu keniscayaan.
"Covid-19 ini menjadi hal yang sangat memprihatinkan kita. Dalam kondisi ini perlu ada perlawanan semesta yang harus dilakukan," kata Ferry mengawali paparannya dalam diskusi virtual yang bertajuk 'Urgensi dan Substansi Perppu Pilkada', di Jakara, Selasa (7/4/2020).
"Ini kondisi yang muncul. Kapan berakhir, kita tidak tahu. Ini yang sangat penting ditambah kebijakan pemerintah yang keluarkan PP dan Kepres soal Covid-19 ini," tambahnya.
(Baca juga: Pilkada Serentak 2020 Diusulkan Digabung dengan Pilkada 2022)
Menurut Ferry, kondisi ini penting dicermati yang mana, banyak tahapan-tahapan Pilkada Serentak yang melibatkan masyarakat. Seperti misalnya, tahapan pelantikan PPS, verifikasi faktual calon perseorangan yang sudah dihentikan, verifikasi daftar pemilih dengan coklit sudah dihentikan.
Serta tahapan-tahapan lain yang melibatkan masyarakat. Itu semua menjadi catatan. "Harus ditunda pilkada ini, gongnya ada pada Pasal 121 bahwa Pilkada 2020 diselenggaran pada September 2020. Dalam kondisi kegentingan sekarang penting kita fokus pada pencegahan penyebatan Covid-19," ungkapnya.
"Dan dengan munculnya regulasi atau kebijakan pemerintah bahwa kemudian Pasal 120, 121 dan 122 menjadi sangat segmented dan lokal (penundaan Pilkada secara lokal) kalau memang terjadi bencana atau gangguan lainnya," tambahnya.
Dia menjelaskan, jika disimulasikan, beberapa tahapan Pilkada di antaranya verifikasi calon perseorangan, verifikasi data pemilih, pelantikan PPS, kampanye dan tahapan Pilkada lainnya menjadi sangat riskan untuk dilakukan di tengah kondisi saat ini.
Sehingga kata dia, opsi pelaksanaan Pilkada pada Desember 2020 menjadi sulit dilakukan. "Maka, (Pilkada pada) 2021 jadi sebuah keniscayaan," ucap Ferry.
Soal apa saja yang perlu diubah pada Perppu, Ferry mengusulkan di antaranya, pertama, Pasal 121 yang mana, KPU perlu diberikan kewenangan terkait dengan waktu pelaksanaan Pilkada 2020.
Kedua, mengatur tengang kekosongan di akhir masa jabatan kepala daerah. Ketiga, penganggaran pilkada dari APBN dan seharusnya mulai dipikirkan bahwa pilkada adalah rezim pemilu dengan anggarannya harus terpusat.
"Bagaimana kalau anggaran 2020 di 2021, itu tidak jadi problem. Kalau direalokasi apakah anggarannya dijamin nantinya. Baiknya diserahkan saja hal-hal teknis ke KPU-Bawaslu. Termasuk memikirkan desain online, tidak bertemu langsung verifikasi calon peseorangan atau verifikasi data pemilih," pungkasnya.
Bahkan, mantan Komisioner KPU sekaligus Direktur Eksekutif Netgrit Ferry Kurnia Riziyansyah menyebut, penundaan Pilkada Serentak sampai 2021 menjadi suatu keniscayaan.
"Covid-19 ini menjadi hal yang sangat memprihatinkan kita. Dalam kondisi ini perlu ada perlawanan semesta yang harus dilakukan," kata Ferry mengawali paparannya dalam diskusi virtual yang bertajuk 'Urgensi dan Substansi Perppu Pilkada', di Jakara, Selasa (7/4/2020).
"Ini kondisi yang muncul. Kapan berakhir, kita tidak tahu. Ini yang sangat penting ditambah kebijakan pemerintah yang keluarkan PP dan Kepres soal Covid-19 ini," tambahnya.
(Baca juga: Pilkada Serentak 2020 Diusulkan Digabung dengan Pilkada 2022)
Menurut Ferry, kondisi ini penting dicermati yang mana, banyak tahapan-tahapan Pilkada Serentak yang melibatkan masyarakat. Seperti misalnya, tahapan pelantikan PPS, verifikasi faktual calon perseorangan yang sudah dihentikan, verifikasi daftar pemilih dengan coklit sudah dihentikan.
Serta tahapan-tahapan lain yang melibatkan masyarakat. Itu semua menjadi catatan. "Harus ditunda pilkada ini, gongnya ada pada Pasal 121 bahwa Pilkada 2020 diselenggaran pada September 2020. Dalam kondisi kegentingan sekarang penting kita fokus pada pencegahan penyebatan Covid-19," ungkapnya.
"Dan dengan munculnya regulasi atau kebijakan pemerintah bahwa kemudian Pasal 120, 121 dan 122 menjadi sangat segmented dan lokal (penundaan Pilkada secara lokal) kalau memang terjadi bencana atau gangguan lainnya," tambahnya.
Dia menjelaskan, jika disimulasikan, beberapa tahapan Pilkada di antaranya verifikasi calon perseorangan, verifikasi data pemilih, pelantikan PPS, kampanye dan tahapan Pilkada lainnya menjadi sangat riskan untuk dilakukan di tengah kondisi saat ini.
Sehingga kata dia, opsi pelaksanaan Pilkada pada Desember 2020 menjadi sulit dilakukan. "Maka, (Pilkada pada) 2021 jadi sebuah keniscayaan," ucap Ferry.
Soal apa saja yang perlu diubah pada Perppu, Ferry mengusulkan di antaranya, pertama, Pasal 121 yang mana, KPU perlu diberikan kewenangan terkait dengan waktu pelaksanaan Pilkada 2020.
Kedua, mengatur tengang kekosongan di akhir masa jabatan kepala daerah. Ketiga, penganggaran pilkada dari APBN dan seharusnya mulai dipikirkan bahwa pilkada adalah rezim pemilu dengan anggarannya harus terpusat.
"Bagaimana kalau anggaran 2020 di 2021, itu tidak jadi problem. Kalau direalokasi apakah anggarannya dijamin nantinya. Baiknya diserahkan saja hal-hal teknis ke KPU-Bawaslu. Termasuk memikirkan desain online, tidak bertemu langsung verifikasi calon peseorangan atau verifikasi data pemilih," pungkasnya.
(maf)