Pilkada Serentak 2020 Diusulkan Digabung dengan Pilkada 2022
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah pihak mengusulkan agar pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 yang awalnya akan dilakukan pada September 2020 dapat diundur ke September 2021 dan digabung dengan pelaksanaan Pilkada Serentak 2022. Salah satunya, diusulkan oleh Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDi) Sulawesi Tenggara (Sultra) karena penundaan pilkada dengan realokasi anggaran dinilai sangat bijak di tengah wabah virus Corona (COVID-19)
“Setelah ada pertimbangan pandemi virus mewabah. Kemudian ternyata memang berlaku kebijakan pada saat itu untuk berada di rumah. Kondisi kami di Sultra bahwa APD (alat pelindung diri) tidak ada, tenaga medis terbatas, APBD digunakan untuk pilkada. Kita menyampaikan bagaimana kalau pilkada dulu ditunda agar anggaran digunakan untuk pandemi. Kita ada 7 daerah yang melaksanan pilkada,” kata Ketua JaDi Sultra, Hidayatullah dalam diskusi virtual yang bertajuk “Urgensi dan Substansi Perppu Pilkada”, Selasa (7/4/2020).
Kemudian, Dayat melanjutkan penundaan Pilkada Serentak 2020 akhirnya dilakukan oleh KPU berikut dengan imbauan realokasi anggaran. Dia mengapresiasi itu namun karena bersifat ad hoc karena menunggu Perppu maka dia menilai bahwa kebijakan itu setengah hati. Sehingga, dia mendorong agar Perppu segera diterbitkan karena KPU kesulitan dalam mengambil langkah berikutnya. (Baca juga: Pemerintah Diminta Sahkan Perppu Penundaan Pilkada Sebelum Akhir April 2020 )
“Bagi saya penting dikeluarkan Perppu ini agar diberi kepastian soal penundaan pilkada. Kita berharap Perppu ini substansinya ke depan karena kita enggak tahu wabah ini sampai mana. Perppu dibutuhkan untuk mengisi kekosongan hukum,” tandasnya.
Menurut Dayat, meskipun KPU telah memutuskan menunda secara keseluruhan dan mengirimkan surat kepada daerah untuk memutuskan penundaan pelaksanaan pilkada di daerah tersebut, hal itu berimplikasi pada penundaan yang berbeda di tiap daerah.
Karena itu, dia mengusulkan agar dalam Perppu nanti dibuat ketentuan yang memberikan kewenangan kepada KPU untuk menentukan jadwal pilkada yang ditunda tersebut serta terobosan-terobosan hukum yang bersifat teknis karena implikasi penundaan ini berdampak pada persiapan teknis tahapan pilkada.
“KPU perlu diberi fasilitas hukum yang kuat untuk itu. Serta, KPU perlu membahas dengan Mendagri terkait dengan refocusing anggaran,” usulnya.
Lebih dari itu, Dayat juga mengusulkan agar sebaiknya pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 dilakukan pada September 2021 dan dibarengi dengan Pilkada Serentak 2022. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi krisis kepemimpinan di daerah.
“Opsional pilkada dilakukan di September 2021, maka harus ditarik lagi 2022 ke 2021. Karena kalau tidak, akan mengalami masa krisis pemimpin di daerah,” tandasnya.
“Setelah ada pertimbangan pandemi virus mewabah. Kemudian ternyata memang berlaku kebijakan pada saat itu untuk berada di rumah. Kondisi kami di Sultra bahwa APD (alat pelindung diri) tidak ada, tenaga medis terbatas, APBD digunakan untuk pilkada. Kita menyampaikan bagaimana kalau pilkada dulu ditunda agar anggaran digunakan untuk pandemi. Kita ada 7 daerah yang melaksanan pilkada,” kata Ketua JaDi Sultra, Hidayatullah dalam diskusi virtual yang bertajuk “Urgensi dan Substansi Perppu Pilkada”, Selasa (7/4/2020).
Kemudian, Dayat melanjutkan penundaan Pilkada Serentak 2020 akhirnya dilakukan oleh KPU berikut dengan imbauan realokasi anggaran. Dia mengapresiasi itu namun karena bersifat ad hoc karena menunggu Perppu maka dia menilai bahwa kebijakan itu setengah hati. Sehingga, dia mendorong agar Perppu segera diterbitkan karena KPU kesulitan dalam mengambil langkah berikutnya. (Baca juga: Pemerintah Diminta Sahkan Perppu Penundaan Pilkada Sebelum Akhir April 2020 )
“Bagi saya penting dikeluarkan Perppu ini agar diberi kepastian soal penundaan pilkada. Kita berharap Perppu ini substansinya ke depan karena kita enggak tahu wabah ini sampai mana. Perppu dibutuhkan untuk mengisi kekosongan hukum,” tandasnya.
Menurut Dayat, meskipun KPU telah memutuskan menunda secara keseluruhan dan mengirimkan surat kepada daerah untuk memutuskan penundaan pelaksanaan pilkada di daerah tersebut, hal itu berimplikasi pada penundaan yang berbeda di tiap daerah.
Karena itu, dia mengusulkan agar dalam Perppu nanti dibuat ketentuan yang memberikan kewenangan kepada KPU untuk menentukan jadwal pilkada yang ditunda tersebut serta terobosan-terobosan hukum yang bersifat teknis karena implikasi penundaan ini berdampak pada persiapan teknis tahapan pilkada.
“KPU perlu diberi fasilitas hukum yang kuat untuk itu. Serta, KPU perlu membahas dengan Mendagri terkait dengan refocusing anggaran,” usulnya.
Lebih dari itu, Dayat juga mengusulkan agar sebaiknya pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 dilakukan pada September 2021 dan dibarengi dengan Pilkada Serentak 2022. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi krisis kepemimpinan di daerah.
“Opsional pilkada dilakukan di September 2021, maka harus ditarik lagi 2022 ke 2021. Karena kalau tidak, akan mengalami masa krisis pemimpin di daerah,” tandasnya.
(kri)