KPU Sebut Pilkada Digelar 9 Desember 2020 Belum Keputusan Final
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Komisi Pemiluhan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan, Kesimpulan Rapat Kerja (Raker) dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Selasa (14/4) lalu, bahwa Pilkada Serentak 2020 ditunda sampai 9 Desember 2020 akibat pandemi virus Corona (Covid-19), belum menjadi sebuah keputusan melainkan hanya sebuah kesimpulan rapat.
Dan lagi, Pilkada 9 Desember 2020 masih opsional dan bisa berubah pada opsi kedua, Maret 2021 atau opsi ketiga pada September 2021 jika kondisinya belum memungkinkan.
"Pertama, KPU sudah mengantisipasi dengan adanya pandemi corona di awal Maret, begitu Presiden menyatakan tanggap darurat KPU mengeluarkan surat ke daerah pelaksanaan pilkada denhan protokol corona. Kita sudah berbicara dengan berbagai pemangku kepentingan yang dipimpin Kemenko Polhukam," kata Arief dalam webdiskusi 'Pilkada 9 Desember 2020, Mungkinkah?', Minggu (19/4/2020).
(Baca juga: Darurat Corona, DKPP Tunda Sidang Etik Penyelenggara Pemilu)
Kemudian, Arief melanjutkan, saat diputuskan tanggap darurat sampai 29 Mei 2020 dan ada pengaturan ketat maka, tidak mungkin Pilkada bisa dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku. Untuk itu, KPU melakukan 4 tahapan penundaan 3 bulan sampai dengan Mei.
Melihat dampak Covid-19 yang dampaknya meluas, KPU memutuskan untuk menunda pelaksanaan pilkada mundur 3 bulan dari September menjadi Desember. "Itulah kenapa muncul opsi mundur sampao Desember," terangnya.
Namun kata Ketua KPU dua periode ini, karena tidak ada satupun yang bisa memastikan bahwa pandemi ini berhenti pada Mei 2020 dan semua bisa bergerak bebas, baik itu penyelenggara pemilu maupun masyarakat. Maka, opsi Desember ini dilakukan kalau memang itu memungkinkan.
Kalau tidak bisa, lanjut Arief, KPU menyiapkan opsi kedua dengan syarat Agustus pandemi sudah selesai dan sudah boleh bergerak bebas maka bisa dilaksanakan Maret 2020. Tapi, kalau Agustus masih ada pembatasan-pembatasan maka Pilkada tidak bisa dilakukan Marwt 2021.
"Itu ada opsi ketiga, diundur 12 bulan untuk melakukan Pilkada pada September 2021," papar Arief.
Oleh karena itu Arief menegaskan, diundurnya jadwal Pilkada Serentak 2020 di 270 daerah ini perlu dilakukan revisi Undang-Undang Nomor 10/2016 tengang Pilkada. Soal mekanismenya, KPU menyerahkan itu pada pembuat UU. Bisa dengan revisi atau Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu).
Dan lagi, Pilkada 9 Desember 2020 masih opsional dan bisa berubah pada opsi kedua, Maret 2021 atau opsi ketiga pada September 2021 jika kondisinya belum memungkinkan.
"Pertama, KPU sudah mengantisipasi dengan adanya pandemi corona di awal Maret, begitu Presiden menyatakan tanggap darurat KPU mengeluarkan surat ke daerah pelaksanaan pilkada denhan protokol corona. Kita sudah berbicara dengan berbagai pemangku kepentingan yang dipimpin Kemenko Polhukam," kata Arief dalam webdiskusi 'Pilkada 9 Desember 2020, Mungkinkah?', Minggu (19/4/2020).
(Baca juga: Darurat Corona, DKPP Tunda Sidang Etik Penyelenggara Pemilu)
Kemudian, Arief melanjutkan, saat diputuskan tanggap darurat sampai 29 Mei 2020 dan ada pengaturan ketat maka, tidak mungkin Pilkada bisa dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku. Untuk itu, KPU melakukan 4 tahapan penundaan 3 bulan sampai dengan Mei.
Melihat dampak Covid-19 yang dampaknya meluas, KPU memutuskan untuk menunda pelaksanaan pilkada mundur 3 bulan dari September menjadi Desember. "Itulah kenapa muncul opsi mundur sampao Desember," terangnya.
Namun kata Ketua KPU dua periode ini, karena tidak ada satupun yang bisa memastikan bahwa pandemi ini berhenti pada Mei 2020 dan semua bisa bergerak bebas, baik itu penyelenggara pemilu maupun masyarakat. Maka, opsi Desember ini dilakukan kalau memang itu memungkinkan.
Kalau tidak bisa, lanjut Arief, KPU menyiapkan opsi kedua dengan syarat Agustus pandemi sudah selesai dan sudah boleh bergerak bebas maka bisa dilaksanakan Maret 2020. Tapi, kalau Agustus masih ada pembatasan-pembatasan maka Pilkada tidak bisa dilakukan Marwt 2021.
"Itu ada opsi ketiga, diundur 12 bulan untuk melakukan Pilkada pada September 2021," papar Arief.
Oleh karena itu Arief menegaskan, diundurnya jadwal Pilkada Serentak 2020 di 270 daerah ini perlu dilakukan revisi Undang-Undang Nomor 10/2016 tengang Pilkada. Soal mekanismenya, KPU menyerahkan itu pada pembuat UU. Bisa dengan revisi atau Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu).