Aliansi Nasional Reformasi KUHP Minta DPR Tunda Pembahasan RUU KUHP

Jum'at, 03 April 2020 - 10:50 WIB
Aliansi Nasional Reformasi KUHP Minta DPR Tunda Pembahasan RUU KUHP
Aliansi Nasional Reformasi KUHP Minta DPR Tunda Pembahasan RUU KUHP
A A A
JAKARTA - Keinginan pemerintah dan DPR melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mendapatkan penolakan sejumlah lembaga swadaya masyarakat. Aliansi Nasional Reformasi KUHP menilai pembahasan apalagi sampai disahkan hanya akan memperbanyak masalah hukum.

“Pengesahan Revisi KUHP tanpa pembahasan keseluruhan justru akan menambah panjang daftar masalah yang harus diselesaikan. Apabila pemerintah dan DPR belum dapat fokus dan serius membahas masalah Revisi KUHP, lebih baik pengesahan dengan pembahasan sebagian ditunda terlebih dahulu,” ujar Direktur Eksekutif Institute for Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu dalam keterangan tertulisnya, Jumat (03/04/2020). (Baca juga: Tetap Bahas Berbagai RUU di Tengah Wabah Corona, DPR Amputasi Aspirasi Masyarakat )

Aliansi menyarankan DPR dan pemerintah melakuan sosialisasi mengenai substansi Revisi KUHP sehingga mendapatkan masukan dan menjangkau banyak pihak. Pendemi COVID-19, menurut Erasmus, tidak boleh dijadikan kesempatan untuk mengesahkan Revisi KUHP. Apalagi rancangannya dalam undang-undang itu masih mengandung banyak masalah dan dibahas secara inklusif.

“Pemerintah dan DPR harus kembali mengevaluasi seluruh pasal-pasal yang ada di dalam Revisi KUHP. Depenalisasi dan dekriminalisasi terhadap beberapa tindak pidana harus digalakkan, mengingat kondisi overcrowding yang terjadi saat ini. Hal itu disebabkan oleh overkriminalisasi dalam peraturan perundang-undangan yang juga gagal diatasi RKUHP,” tuturnya.

Adapun pasal-pasal yang bermasalah, antara lain hukum yang hidup di masyarakat, penghinaan presiden dan pemerintah, larangan mempertunjukkan alat kontrasepsi, perzinaan, kohabitasi, penggelandangan, dan aborsi. Pasal kontroversi lain adalah tindak pidana korupsi, contempt of court, makar, kriminalisasi penghinaan yang eksesif, tindak pidana terhadap agama, tindak pidana narkotika, dan pelanggaran HAM berat.

“Selama ini, pembahasan hanya fokus dilakukan oleh ahli-ahli hukum pidana. Itu tanpa mempertimbangkan pendapat dari bidang ilmu lain yang terdampa, seperti bidang kesehatan, kesehatan masyarakat, kriminologi, pariwisata, dan ekonomi,” tandasnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 3.4749 seconds (0.1#10.140)