Pemerintah Tak Larang Mudik, Bansos Baru Disiapkan untuk Warga Jakarta
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah menyatakan tidak melarang secara resmi aktivitas mudik Lebaran tahun ini. Namun, masyarakat diminta agar tidak kembali ke kampung halaman demi meminimalkan penyebaran virus corona (Covid-19) di daerah.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meminta jajarannya agar menyiapkan skenario komprehensif terkait penanganan mudik. Untuk menenangkan masyarakat, Presiden bahkan membuka opsi mengganti hari libur nasional pada hari lain di luar momen Lebaran.
“Mengenai arus mudik, saya minta disiapkan skenario-skenario yang komprehensif. Jangan sepotong-sepotong, atau satu aspek saja, atau sifatnya sektoral, atau kepentingan daerah saja. Tetapi dilihat secara utuh baik dari hulu, di tengah, dan di hilir,” ujar Presiden saat membuka rapat terbatas kemarin.
Pada kesempatan tersebut Presiden juga mengatakan bahwa pemerintah bisa memberikan fasilitas untuk mudik bagi masyarakat pada saat hari pengganti yang dimaksud. Contohnya, daerah bisa menggratiskan tempat wisata di hari pengganti libur Lebaran tersebut. (Baca: Redam Arus Mudik, Mensos Siapkan Bansos Khusus untuk Warga Jakarta)
Tidak adanya larangan resmi untuk mudik Lebaran juga disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. “Pemerintah mengajak dan berupaya keras agar masyarakat tidak perlu mudik,” kata Pratikno melalui pesan singkatnya kemarin.
Pratikno mengatakan, pemerintah memastikan akan tetap memberikan bantuan sosial (bansos). Dengan begitu, meski tidak mudik kebutuhan masyarakat lapisan bawah dapat tercukupi. “Pemerintah menyiapkan bantuan sosial yang diperbanyak penerima manfaatnya dan diperbesar nilainya kepada masyarakat lapisan bawah,” jaminnya.
Dia mengatakan bahwa upaya ini sejalan dengan Keputusan Presiden tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Adapun Luhut menyatakan bahwa pemerintah akan segera merumuskan langkah-langkah antisipasi mudik sebagaimana protokol kesehatan Covid-19. Salah satunya kewajiban para pemudik untuk melakukan karantina selama 14 hari di tempat mereka mudik.
“Pemerintah pusat dan daerah berkoordinasi untuk memastikan kalau masih ada masyarakat yang ingin mudik harus ikut karantina tadi. Kemudian pemeriksaan kesehatan di kampung,” ujar Luhut.
Luhut menyebut, protokol karantina bagi masyarakat yang mudik saat ini sudah diterapkan di beberapa daerah seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. “Kita akan intensifkan itu,” katanya.
Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil mengatakan, seluruh pemudik yang masuk wilayah Jabar, khususnya dari zona merah penyebaran Covid-19, akan menjalani tes kesehatan. Menurut Gubernur yang akrab disapa Emil itu, Pemprov Jabar akan memberlakukan prosedur kesehatan di terminal, bandara, dan stasiun.
"Kepada mereka yang bepergian (mudik), kedatangan di terminal atau di pintu masuk akan dicek. Dan mereka yang bergejala saat itu juga, di kedatangan, akan dilakukan rapid test oleh Dinas Perhubungan Jawa Barat untuk dipisahkan, untuk memastikan orang yang datang adalah orang-orang yang sehat," ujar Emil.
Emil menjelaskan, selain menjalani tes Covid-19 akan ada beberapa risiko bagi warga Jabar yang memaksakan diri untuk mudik, seperti otomatis berstatus orang dalam pemantauan (ODP) setiba di kampung halaman dan diwajibkan untuk menjalani karantina mandiri selama 14 hari.
"Jika ketahuan tidak melakukan tindakan karantina diri, polisi akan mengambil tindakan dengan pasal membuat sebuah potensi yang membahayakan kesehatan dan keselamatan warga," ancamnya.
Bansos untuk Cegah Pemudik
Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara mengatakan, Kementerian Sosial akan menyiapkan program bantuan sosial (bansos) untuk mengurangi arus mudik. Program khusus tersebut akan diarahkan salah satunya ke DKI Jakarta. “Sehingga diputuskan akan diberikan bansos khusus untuk DKI dalam rangka untuk meredam arus mudik ke daerah lain,“ kata Juliari. (Baca juga: Cegah Virus Corona dengan Rajin Cuci Tangan dan Semprot Desinfektan)
Bansos ini berbeda dari program yang sudah dikucurkan pemerintah seperti kartu sembako, kartu prakerja, ataupun program keluarga harapan (PKH). Menurut Juliari, Presiden Jokowi telah meminta agar bansos khusus ini dihitung secara cermat agar yang terdampak corona benar-benar mendapatkan bantuan.
“Mengenai besaran dan mekanisme akan berkoordinasi dengan Pak Menko, Pak Mendagri, Ibu Menkeu. Ini agar program khusus tidak tumpang tindih dan berdasarkan data terbaru,” ungkapnya.
Juliari diminta Presiden Jokowi untuk merancang program ini dalam waktu dua minggu. Dia mengakui memang tidak mudah mengatur program khusus ini agar dapat membuat masyarakat tidak mudik.“Memang tidak mudah, dan tidak bisa dijamin 100%. Kami belum ketemu mekanismenya atau penerapannya di lapangan. Tapi, program khusus ini kita berharap penerimanya tidak mudik sehingga nanti detail di lapangan seperti apa, kita pikirkan nanti antara kami dan Pemprov DKI,” ucapnya. (Baca juga: Mensos Minta Kepala Daerah Bantu Warga Terdampak Corona)
Sementara itu, sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Nurhadi, berpendapat mengenai pentingnya sistem sosial dalam menghadapi maraknya arus mudik yang secara dini telah terlihat di tengah pandemi Covid-19. Pemerintah dan masyarakat harus bersatu padu mengendalikan potensi penyebaran, serta mencegah disorganisasi dan disfungsi sosial.
“Fenomena masyarakat kembali ke kampung halaman di tengah pandemi Covid-19 merupakan hal yang wajar. Secara naluri, ketika seseorang terancam oleh suatu hal, pasti mereka akan mencari perlindungan,” ulasnya.
Dia menambahkan, fenomena mudik dadakan tersebut disebabkan ancaman terhadap kesehatan dan berkurangnya sumber penghasilan—khususnya bagi para pekerja informal yang ada di kota yang jumlahnya diperkirakan sekitar 40%. (Dita Angga/Agung Bakti Sarasa/Ari Wahyu Wibowo)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meminta jajarannya agar menyiapkan skenario komprehensif terkait penanganan mudik. Untuk menenangkan masyarakat, Presiden bahkan membuka opsi mengganti hari libur nasional pada hari lain di luar momen Lebaran.
“Mengenai arus mudik, saya minta disiapkan skenario-skenario yang komprehensif. Jangan sepotong-sepotong, atau satu aspek saja, atau sifatnya sektoral, atau kepentingan daerah saja. Tetapi dilihat secara utuh baik dari hulu, di tengah, dan di hilir,” ujar Presiden saat membuka rapat terbatas kemarin.
Pada kesempatan tersebut Presiden juga mengatakan bahwa pemerintah bisa memberikan fasilitas untuk mudik bagi masyarakat pada saat hari pengganti yang dimaksud. Contohnya, daerah bisa menggratiskan tempat wisata di hari pengganti libur Lebaran tersebut. (Baca: Redam Arus Mudik, Mensos Siapkan Bansos Khusus untuk Warga Jakarta)
Tidak adanya larangan resmi untuk mudik Lebaran juga disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. “Pemerintah mengajak dan berupaya keras agar masyarakat tidak perlu mudik,” kata Pratikno melalui pesan singkatnya kemarin.
Pratikno mengatakan, pemerintah memastikan akan tetap memberikan bantuan sosial (bansos). Dengan begitu, meski tidak mudik kebutuhan masyarakat lapisan bawah dapat tercukupi. “Pemerintah menyiapkan bantuan sosial yang diperbanyak penerima manfaatnya dan diperbesar nilainya kepada masyarakat lapisan bawah,” jaminnya.
Dia mengatakan bahwa upaya ini sejalan dengan Keputusan Presiden tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Adapun Luhut menyatakan bahwa pemerintah akan segera merumuskan langkah-langkah antisipasi mudik sebagaimana protokol kesehatan Covid-19. Salah satunya kewajiban para pemudik untuk melakukan karantina selama 14 hari di tempat mereka mudik.
“Pemerintah pusat dan daerah berkoordinasi untuk memastikan kalau masih ada masyarakat yang ingin mudik harus ikut karantina tadi. Kemudian pemeriksaan kesehatan di kampung,” ujar Luhut.
Luhut menyebut, protokol karantina bagi masyarakat yang mudik saat ini sudah diterapkan di beberapa daerah seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. “Kita akan intensifkan itu,” katanya.
Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil mengatakan, seluruh pemudik yang masuk wilayah Jabar, khususnya dari zona merah penyebaran Covid-19, akan menjalani tes kesehatan. Menurut Gubernur yang akrab disapa Emil itu, Pemprov Jabar akan memberlakukan prosedur kesehatan di terminal, bandara, dan stasiun.
"Kepada mereka yang bepergian (mudik), kedatangan di terminal atau di pintu masuk akan dicek. Dan mereka yang bergejala saat itu juga, di kedatangan, akan dilakukan rapid test oleh Dinas Perhubungan Jawa Barat untuk dipisahkan, untuk memastikan orang yang datang adalah orang-orang yang sehat," ujar Emil.
Emil menjelaskan, selain menjalani tes Covid-19 akan ada beberapa risiko bagi warga Jabar yang memaksakan diri untuk mudik, seperti otomatis berstatus orang dalam pemantauan (ODP) setiba di kampung halaman dan diwajibkan untuk menjalani karantina mandiri selama 14 hari.
"Jika ketahuan tidak melakukan tindakan karantina diri, polisi akan mengambil tindakan dengan pasal membuat sebuah potensi yang membahayakan kesehatan dan keselamatan warga," ancamnya.
Bansos untuk Cegah Pemudik
Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara mengatakan, Kementerian Sosial akan menyiapkan program bantuan sosial (bansos) untuk mengurangi arus mudik. Program khusus tersebut akan diarahkan salah satunya ke DKI Jakarta. “Sehingga diputuskan akan diberikan bansos khusus untuk DKI dalam rangka untuk meredam arus mudik ke daerah lain,“ kata Juliari. (Baca juga: Cegah Virus Corona dengan Rajin Cuci Tangan dan Semprot Desinfektan)
Bansos ini berbeda dari program yang sudah dikucurkan pemerintah seperti kartu sembako, kartu prakerja, ataupun program keluarga harapan (PKH). Menurut Juliari, Presiden Jokowi telah meminta agar bansos khusus ini dihitung secara cermat agar yang terdampak corona benar-benar mendapatkan bantuan.
“Mengenai besaran dan mekanisme akan berkoordinasi dengan Pak Menko, Pak Mendagri, Ibu Menkeu. Ini agar program khusus tidak tumpang tindih dan berdasarkan data terbaru,” ungkapnya.
Juliari diminta Presiden Jokowi untuk merancang program ini dalam waktu dua minggu. Dia mengakui memang tidak mudah mengatur program khusus ini agar dapat membuat masyarakat tidak mudik.“Memang tidak mudah, dan tidak bisa dijamin 100%. Kami belum ketemu mekanismenya atau penerapannya di lapangan. Tapi, program khusus ini kita berharap penerimanya tidak mudik sehingga nanti detail di lapangan seperti apa, kita pikirkan nanti antara kami dan Pemprov DKI,” ucapnya. (Baca juga: Mensos Minta Kepala Daerah Bantu Warga Terdampak Corona)
Sementara itu, sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Nurhadi, berpendapat mengenai pentingnya sistem sosial dalam menghadapi maraknya arus mudik yang secara dini telah terlihat di tengah pandemi Covid-19. Pemerintah dan masyarakat harus bersatu padu mengendalikan potensi penyebaran, serta mencegah disorganisasi dan disfungsi sosial.
“Fenomena masyarakat kembali ke kampung halaman di tengah pandemi Covid-19 merupakan hal yang wajar. Secara naluri, ketika seseorang terancam oleh suatu hal, pasti mereka akan mencari perlindungan,” ulasnya.
Dia menambahkan, fenomena mudik dadakan tersebut disebabkan ancaman terhadap kesehatan dan berkurangnya sumber penghasilan—khususnya bagi para pekerja informal yang ada di kota yang jumlahnya diperkirakan sekitar 40%. (Dita Angga/Agung Bakti Sarasa/Ari Wahyu Wibowo)
(ysw)