Opsi Penundaan Pilkada

Senin, 30 Maret 2020 - 07:05 WIB
Opsi Penundaan Pilkada
Opsi Penundaan Pilkada
A A A
Gun Gun Heryanto
Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute dan Dosen Komunikasi Politik UIN Jakarta

PILKADA
sudah di depan mata. Sirkulasi elite lima tahunan di 270 daerah yang berpilkada serentak, dengan rincian 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota, akan digelar pada 23 September 2020. KPU telah mengeluarkan PKPU Nomor 15 Tahun 2019 tentang tahapan, program, dan jadwal penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 yang kemudian direvisi dengan PKPU Nomor 16 Tahun 2019.

Berita terkini soal pilkada, beberapa tahapan ditunda KPU mengingat pandemi korona yang kian hari kian mengkhawatirkan. Empat tahapan yang ditunda KPU adalah pelantikan panitia pemungutan suara (PPS), verifikasi syarat dukungan calon perseorangan, pembentukan petugas pemutakhiran data pemilih, serta pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih.

Antisipasi Keselamatan
Keselamatan jiwa rakyat Indonesia tentu saat ini harus menjadi prioritas semua pihak. Karena itu, KPU sudah seharusnya mempertimbangkan opsi untuk menunda serangkaian tahapan pilkada serentak termasuk hari pencoblosan. World Health Organization (WHO) telah menetapkan korona sebagai pandemi. Pemerintah Indonesia juga menetapkan pandemi Covid-19 ini sebagai bencana nasional sejak Sabtu (14/3).

Melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pemerintah menetapkan masa darurat bencana wabah virus korona hingga 29 Mei 2020. Hal ini menyebabkan tahapan penyelenggaraan pilkada baru akan kembali dimulai pada Juni mendatang. Ini pun masih sangat tentatif. Apakah pandemi korona ini bisa diselesaikan di bulan-bulan tersebut ataukah justru sedang memuncak dan memerlukan kerja sama semua pihak untuk ikut serta menahan diri dari aktivitas-aktivitas yang berpotensi saling menginfeksi.

Situasi inilah yang sudah seharusnya diantisipasi KPU dengan menyiapkan secara serius kemungkinan penundaan pilkada dengan segala konsekuensinya. Dari aspek hukum, aspek teknis administrasi, komunikasi dengan KPU di daerah, serta semua pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pilkada terutama bakal calon baik dari jalur perseorangan maupun jalur partai politik. Menunda pilkada karena kondisi gawat darurat yang meluas secara nasional bukanlah hal yang mengada-ada.

Banyak perhelatan di dunia yang ditunda karena wabah Covid-19 ini. Olimpiade 2020 Tokyo yang rencananya bakal berlangsung pada 24 Juli hingga 9 Agustus 2020 ditunda ke tahun depan. Banyak gelaran olahraga baik Marathon, Motogp, F1, dan pertemuan-pertemuan internasional maupun nasional yang ditunda sebagai ikhtiar membatasi penyebaran virus korona ini. Bagaimana dengan pemilu? Sejumlah negara juga menunda pemilu mereka. Misalnya saja, semua kegiatan pemilu di Afrika Selatan yang awalnya direncanakan Maret-Mei 2020 ditunda. Pemilihan di Paraguay, referendum di Italia untuk mengurangi jumlah kursi di parlemen, pemungutan suara federal di Swiss, pemilihan lokal di Inggris Raya, pemilu di Maryland, Amerika, pemilihan presiden di Siprus Utara, semua ditunda.
Di negara lainnya, yang ditunda antara lain pemilu di Serbia, referendum konstitusi di Chili, pemilu di Sri Lanka, putaran kedua pemilihan parlemen di Iran, serta pemilihan parlemen di Suriah. Masih banyak lagi kasus penundaan serupa yang terjadi Spanyol, yakni pemilihan umum regional di Euskadi dan Galicia. Di Armenia ada referendum perubahan di pengadilan konstitusi, pemilu lokal di Carolina Selatan, Amerika, di Argentina ada pemilihan kota di Cordovan di Río Cuarto, di Peru ada pemilihan lokal di distrik Ayacucho semua ditunda.

Banyak contoh pemilu lokal, pemilu parlemen, referendum, dan sejenisnya yang ditunda karena wabah korona ini. Jadi, hal ini bisa menjadi contoh bahwa penundaan pilkada serentak di 270 daerah di Indonesia juga bukan mustahil untuk ditunda karena pertimbangan keselamatan jiwa manusia!

Pilkada sudah sepatutnya ditunda. Sulit membayangkan tahapan pilkada bisa berjalan dengan situasi seperti sekarang. Tentu menunda tahapan pilkada bukan hal mudah, terlebih kalau sampai menunda hari H pencoblosan. Perlu payung hukum dan langkah cepat untuk mengonsolidasikan situasi ini di internal KPU hingga para pihak yang terlibat dalam proses pilkada. Dari sisi hukum, menunda pilkada tentu tak cukup hanya bersandar pada PKPU. Opsinya tentu saja revisi terbatas UU Pilkada atau Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu).

Revisi terbatas UU Pilkada juga tidaklah sederhana karena situasi darurat seperti saat ini. Pembahasan di DPR terkendala imbauan untuk menghindari jarak pertemuan (social distancing) dan proses politiknya juga tentu biasanya tak terprediksi karena kepentingan politik dari kekuatan yang berbeda-beda di DPR. Yang paling masuk akal di situasi seperti sekarang adalah perppu, mengingat ada situasi genting yang bisa menjadi pertimbangan Presiden untuk mengambil opsi ini.

Komunikasi Kebijakan

Yang terpenting lagi di luar payung hukum yang harus menjadi agenda KPU sekarang adalah konsolidasi dan strategi komunikasi. Konsolidasi diperlukan agar semua jajaran KPU dari pusat hingga daerah satu pemahaman bersama tentang langkah-langkah yang mau diambil. Jangan terlambat membuat keputusan. Jika hasil bacaan situasi terkini sudah memadai, sebaiknya diambil langkah-langkah antisipasi lebih dini. Jangan mempersulit diri dengan prediksi-prediksi situasi di masa mendatang yang penuh ketidakpastian. Koordinasi vertikal dan horizontal perlu ditempuh secepat mungkin. Vertikal yakni antara KPU pusat dan daerah, horizontal antara KPU dengan pemerintah dan DPR. Supaya tidak berlarut-larut, sebaiknya KPU segera mengajukan opsi-opsi termasuk penundaan penyelenggaraan pilkada. Harus ada penstrukturan adaptif di lingkungan KPU dari pusat hingga daerah.
Penstrukturan adaptif dalam terminologi Anthony Giddens, sebagaimana dikutip oleh West dan Turner dalam buku Introducing Communication Theory (2008), ialah bagaimana institusi sosial seperti organisasi, termasuk birokrasi KPU diproduksi, direproduksi, dan ditransformasikan, melalui penggunaan aturan-aturan yang akan berfungsi sebagai perilaku para anggotanya. Jadi, tindakan aktor penyelenggara bukan selera individu-individu, melainkan diikat oleh aturan bersama yang menjadi cara berprilaku.

Persoalan kompleks kemudian yang harus disiapkan dari sekarang adalah strategi mengomunikasikan kebijakan jika opsi penundaan sudah diambil. Tentu akan menimbulkan tekanan, guncangan, bahkan mungkin ketidakrelaan dari sebagian orang yang telah berproses dalam tahapan yang saat ini berjalan. Langkah komunikasinya ada tiga.

Pertama, seluruh komisioner KPU di pusat maupun di daerah harus menjadi juru bicara (spoke persons) lembaga dan piawai menjelaskan duduk persoalannya. KPU harus menyusun protokol komunikasi yang menjadi panduan apa yang harus dikomunikasikan ke khalayak luas dan para pihak yang terlibat.

Kedua, harus adanya aspek ubikuitas (ubiquity) soal kebijakan penundaan pilkada ini, terutama melalui saluran komunikasi di media massa. Menjelaskan ke khalayak luas apa dan mengapa opsi penundaan pilkada ini harus diambil KPU. Sekaligus memberi gambaran bahwa kita bukan satu-satunya negara yang menunda pilkada akibat wabah korona. Hidupkan kanal-kanal komunikasi melalui web resmi KPU, fungsikan secara optimal media center, intensifkan pres rilis ke media, dan manfaatkan ragam media sosial. Jangan kalah cepat dengan hoaks yang disebar di berbagai saluran komunikasi warga.

Ketiga, memastikan bahwa para pihak terutama bakal calon dan pendukungnya di pilkada mendapatkan informasi yang rinci dan jelas. Jika opsi pilkada ditunda, intensifkan audiensi, dengar pendapat, focus group discussion (FGD), dan sejumlah saluran komunikasi dengan para pihak. Jika tak memungkinkan pertemuan tatap muka langsung, bisa melalui daring (online). Yang terpenting adalah informasi harus sampai secara cepat dan tepat. Jangan biarkan rumor dan gosip lebih dulu sampai dibanding informasi resmi.

Dalam situasi yang tidak nyaman dan tidak pasti seperti saat ini, komunikasi menjadi kunci. Jangan abaikan komunikasi karena opini liar akan membahayakan jika tak tertangani dengan baik. Sudah saatnya KPU menunda pilkada.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7016 seconds (0.1#10.140)