Realokasi APBN untuk Corona, DPR Sarankan Pemerintah Buat Perppu
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah berencana melakukan realokasi APBN demi mempercepat penanggulangan wabah virus corona (Covid-19). Kalangan DPR pun meminta agar hal itu dibarengi penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) sebagai payung hukum.
Perppu APBN diperlukan agar realokasi anggaran bisa dilakukan secara cepat. Apalagi saat ini tidak dimungkinkan adanya rapat paripurna DPR karena kebijakan social distancing. “Saya kira Presiden segera menerbitkan perppu mengingat tidak dimungkinkan dilaksanakannya rapat paripurna DPR dalam waktu dekat, sebagai konsekuensi kebijakan social distance,” ujar Ketua Banggar DPR, MH Said Abdullah, di Jakarta kemarin. (Baca: SIndiran Demokrat ke Pemerintah, Setelah Anggap Enteng Kini Gelagapan)
Dia menjelaskan, perppu diperlukan mengingat eskalasi penderita Covid-19 di Indonesia terus meningkat. Meskipun jumlah penderita Covid-19 belum sebanding dengan China, Italia, maupun Korea Selatan, rasio kematian penderita Covid-19 tertinggi di dunia, mencapai 8%. Padahal rata-rata kematian di dunia akibat Covid-19 sebesar 2%. “Meningkatnya jumlah penderita Covid-19 di Indonesia dengan rasio kematian tertinggi ini direspons sangat negatif oleh pelaku-pelaku ekonomi,” paparnya.
Indikasinya, kata Said, transaksi di pasar keuangan, nilai tukar rupiah jatuh ke posisi Rp16.000 hingga Rp16.273 per dolar AS. Padahal, patokan asumsi makro APBN 2020 terhadap kurs rupiah sebesar Rp14.400 per dolar AS. “Jadi, pemerintah harus memberikan respons cepat, terutama yang menyangkut fiskal dan moneter,” desaknya.
Sektor riil juga tidak kalah terpukul. Beberapa harga kebutuhan pokok rakyat juga naik signifikan, seperti gula dan daging. Bahkan terjadi kelangkaan stok masker dan hand sanitizer. Jika kondisi ini eskalatif, kemungkinan besar tingkat inflasi yang dipatok pada APBN 2020 sebesar 3,1% juga sulit tercapai.
Beberapa lembaga ekonomi kredibel, seperti lembaga pemeringkat Moody’s, memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akibat dampak Covid-19 menjadi 4,8%. Bahkan BI sudah menyatakan perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kisaran 4,2-4,6% untuk 2020 ini. Padahal, pada asumsi makro APBN 2020 tingkat pertumbuhan ekonomi dipatok 5,3%.
Dia menambahkan, pertumbuhan ekonomi yang terkoreksi, berkonsekuensi pada penurunan tingkat penerimaan negara. Terlebih berbagai kebijakan stimulus berpotensi mengoreksi penerimaan yang akan kita terima pada 2020. Turunnya tingkat penerimaan berkonsekuensi pula pada pemangkatan belanja negara. Sebab, rasio defisit APBN sesuai ketentuan undang-undang tidak boleh melebih 3% PDB.
Karena itu, Presiden perlu segera menerbitkan perppu yang merevisi Undang-Undang Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara, terutama di penjelasannya. “Revisi penjelasan yang memberikan kelonggaran defisit APBN dari 3% ke 5% dari PDB,” urainya. (Baca juga: DPR Dukung Realokasi Anggaran untuk Penanggulangan Pandemi Covid-19)
Lebih lanjut, politisi senior PDIP ini menilai pandemi Covid-19 juga memukul sektor energi. Harga minyak dunia jatuh terendah ke posisi USD26 per barel, jauh dari angka yang ditetapkan APBN sebesar USD65 per barel dan lifting minyak rata-rata 755.000 barel per hari serta lifting gas rata-rata 1.191 ribu barel setara minyak per hari. Besar kemungkinan operator hulu migas juga akan menurunkan tingkat produksi karena rendahnya harga migas dunia. Untuk itu, Presiden, ujar Said, juga segera menerbitkan perppu untuk Undang-Undang Pajak Penghasilan sebagai UU Perubahan Kelima dari Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Poin penting dari penerbitan perppu ini memberikan insentif pajak penghasilan orang pribadi dengan tarif PPh 20% bagi yang simpanannya di atas Rp100 miliar. “Namun, yang bersangkutan harus memberikan kontribusi kepada negara sebesar Rp1 miliar untuk pencegahan dan penanganan Covid-19,” katanya.
Sementara itu, Ketua DPR Puan Maharani mendukung langkah pemerintah merealokasikan anggaran negara untuk kepentingan penanggulangan pandemi Covid-19, sesuai kewenangan pemerintah yang diberikan dan tertuang dalam UU APBN Tahun Anggaran 2020."Anggaran tersebut harus dimanfaatkan untuk pengadaan alat dan fasilitas screening test virus korona massal secara gratis, penambahan alat perlindungan diri bagi tenaga kesehatan, penambahan fasilitas rumah sakit, pengobatan pasien corona gratis, serta upaya-upaya menangkal penyebaran virus corona," katanya kemarin.
Terkait dampak ekonomi akibat wabah corona, DPR meminta pemerintah dapat memprioritaskannya pada penguatan daya beli masyarakat. Realokasi anggaran negara bisa diarahkan pada program-program penguatan daya beli masyarakat yang terdampak wabah corona, terutama mereka-mereka yang kehilangan pendapatan akibat kebijakan social distancing, serta pemberian insentif bagi tenaga kesehatan yang terlibat dalam penanganan wabah corona. (Abdul Rochim)
Perppu APBN diperlukan agar realokasi anggaran bisa dilakukan secara cepat. Apalagi saat ini tidak dimungkinkan adanya rapat paripurna DPR karena kebijakan social distancing. “Saya kira Presiden segera menerbitkan perppu mengingat tidak dimungkinkan dilaksanakannya rapat paripurna DPR dalam waktu dekat, sebagai konsekuensi kebijakan social distance,” ujar Ketua Banggar DPR, MH Said Abdullah, di Jakarta kemarin. (Baca: SIndiran Demokrat ke Pemerintah, Setelah Anggap Enteng Kini Gelagapan)
Dia menjelaskan, perppu diperlukan mengingat eskalasi penderita Covid-19 di Indonesia terus meningkat. Meskipun jumlah penderita Covid-19 belum sebanding dengan China, Italia, maupun Korea Selatan, rasio kematian penderita Covid-19 tertinggi di dunia, mencapai 8%. Padahal rata-rata kematian di dunia akibat Covid-19 sebesar 2%. “Meningkatnya jumlah penderita Covid-19 di Indonesia dengan rasio kematian tertinggi ini direspons sangat negatif oleh pelaku-pelaku ekonomi,” paparnya.
Indikasinya, kata Said, transaksi di pasar keuangan, nilai tukar rupiah jatuh ke posisi Rp16.000 hingga Rp16.273 per dolar AS. Padahal, patokan asumsi makro APBN 2020 terhadap kurs rupiah sebesar Rp14.400 per dolar AS. “Jadi, pemerintah harus memberikan respons cepat, terutama yang menyangkut fiskal dan moneter,” desaknya.
Sektor riil juga tidak kalah terpukul. Beberapa harga kebutuhan pokok rakyat juga naik signifikan, seperti gula dan daging. Bahkan terjadi kelangkaan stok masker dan hand sanitizer. Jika kondisi ini eskalatif, kemungkinan besar tingkat inflasi yang dipatok pada APBN 2020 sebesar 3,1% juga sulit tercapai.
Beberapa lembaga ekonomi kredibel, seperti lembaga pemeringkat Moody’s, memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akibat dampak Covid-19 menjadi 4,8%. Bahkan BI sudah menyatakan perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kisaran 4,2-4,6% untuk 2020 ini. Padahal, pada asumsi makro APBN 2020 tingkat pertumbuhan ekonomi dipatok 5,3%.
Dia menambahkan, pertumbuhan ekonomi yang terkoreksi, berkonsekuensi pada penurunan tingkat penerimaan negara. Terlebih berbagai kebijakan stimulus berpotensi mengoreksi penerimaan yang akan kita terima pada 2020. Turunnya tingkat penerimaan berkonsekuensi pula pada pemangkatan belanja negara. Sebab, rasio defisit APBN sesuai ketentuan undang-undang tidak boleh melebih 3% PDB.
Karena itu, Presiden perlu segera menerbitkan perppu yang merevisi Undang-Undang Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara, terutama di penjelasannya. “Revisi penjelasan yang memberikan kelonggaran defisit APBN dari 3% ke 5% dari PDB,” urainya. (Baca juga: DPR Dukung Realokasi Anggaran untuk Penanggulangan Pandemi Covid-19)
Lebih lanjut, politisi senior PDIP ini menilai pandemi Covid-19 juga memukul sektor energi. Harga minyak dunia jatuh terendah ke posisi USD26 per barel, jauh dari angka yang ditetapkan APBN sebesar USD65 per barel dan lifting minyak rata-rata 755.000 barel per hari serta lifting gas rata-rata 1.191 ribu barel setara minyak per hari. Besar kemungkinan operator hulu migas juga akan menurunkan tingkat produksi karena rendahnya harga migas dunia. Untuk itu, Presiden, ujar Said, juga segera menerbitkan perppu untuk Undang-Undang Pajak Penghasilan sebagai UU Perubahan Kelima dari Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Poin penting dari penerbitan perppu ini memberikan insentif pajak penghasilan orang pribadi dengan tarif PPh 20% bagi yang simpanannya di atas Rp100 miliar. “Namun, yang bersangkutan harus memberikan kontribusi kepada negara sebesar Rp1 miliar untuk pencegahan dan penanganan Covid-19,” katanya.
Sementara itu, Ketua DPR Puan Maharani mendukung langkah pemerintah merealokasikan anggaran negara untuk kepentingan penanggulangan pandemi Covid-19, sesuai kewenangan pemerintah yang diberikan dan tertuang dalam UU APBN Tahun Anggaran 2020."Anggaran tersebut harus dimanfaatkan untuk pengadaan alat dan fasilitas screening test virus korona massal secara gratis, penambahan alat perlindungan diri bagi tenaga kesehatan, penambahan fasilitas rumah sakit, pengobatan pasien corona gratis, serta upaya-upaya menangkal penyebaran virus corona," katanya kemarin.
Terkait dampak ekonomi akibat wabah corona, DPR meminta pemerintah dapat memprioritaskannya pada penguatan daya beli masyarakat. Realokasi anggaran negara bisa diarahkan pada program-program penguatan daya beli masyarakat yang terdampak wabah corona, terutama mereka-mereka yang kehilangan pendapatan akibat kebijakan social distancing, serta pemberian insentif bagi tenaga kesehatan yang terlibat dalam penanganan wabah corona. (Abdul Rochim)
(ysw)