Peran Radio dalam Isu Covid-19
A
A
A
Eddy KokoPraktisi Media
BEREDAR pesan di media sosial, asap rokok mampu membunuh virus korona karena komposisi rokok terdiri atas tembakau dan cengkih. Pesan tertanggal 14 Maret 2020 ini tercatat sebagai hoaks nomor 215 yang ditemukan Kementerian Komunikasi dan Informasi dari ratusan hoaks selama munculnya isu Covid-19 (corona virus diseases), khususnya di Indonesia. Sebagai upaya menangkal hoaks tanggal 15 Maret 2020, Kominfo merilis data hoaks, lengkap tanggal, bunyinya, serta nomor urutnya.
Sebetulnya banyak pesan beredar yang tidak masuk akal, tetapi ketika tersebar tidak terkendali menjadi persoalan dalam situasi masyarakat waswas terhadap sebuah peristiwa. Bahwa rokok terdiri atas tembakau dan cengkih, memang benar. Tidak salah. Kalau terdiri atas gula merah dan ketan, dibungkus mirip rokok, itu dodol garut namanya. Kalau rokok membuat sehat tidak perlu dokter menjelaskan bahwa itu tidak benar, tetapi para perokok pun dalam hatinya sepakat tindakannya nekat.
Terkait hoaks, mengutip mantan Presiden Obama dalam buku Jagad Digital -nya Agus Sudibyo, dikatakan ketika informasi salah kemudian dikemas sedemikian bagus, selanjutnya disebarkan secara aktif melalui media sosial, maka banyak orang tidak dapat lagi membedakan mana pesan yang benar dan yang tidak. Masyarakat, khususnya di Indonesia sebagai pengguna telepon pintar nomor enam di dunia, perlu mendapat pemahaman mana berita dan mana yang baru sebatas informasi sehingga bisa bertindak dengan bijak. Informasi yang didapat dari media sosial belum terverifikasi, sementara berita dari media resmi atau media jurnalistik sebelum disiarkan wajib melalui proses klarifikasi sesuai aturan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
Untuk membantu masyarakat mendapatkan kabar yang benar, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengeluarkan edaran dengan nomor 123/K/KPI/31.2/03/2020. Isinya, kepada media televisi dan radio membantu memberikan info seputar Covid-19 tetap profesional, proporsional, dan tidak berlebihan. Masyarakat, saat ini, mengikuti dan membutuhkan kabar perkembangan, penanggulangan, pengetahuan seputar Covid-19 dengan cepat dan benar sehingga penyebaran informasi secara berkala sangat dibutuhkan. Mengutip Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Mordano, penyakit ini berbahaya dan penularannya mudah serta cepat. Masyarakat luas harus paham hal ini.
Peran Radio & Masalahnya Berbagai saluran resmi, termasuk radio siaran, perlu dimanfaatkan dalam memberikan penjelasan kepada masyarakat terkait Covid-19 agar tidak panik dan dapat bertindak sesuai ketentuan. Cara mencegah penularan, tindakan jika tertular, ke mana melapor saat ada kerabat dicurigai terdampak Covid-19, sampai data korban sehat dan wafat perlu dikabarkan kepada masyarakat. Pada situasi seperti ini, banyak orang tidak keluar rumah atau berada di suatu tempat terisolasi, maka peran radio sangat dibutuhkan. Radio mampu mengirimkan berita dengan cepat ke wilayah yang sulit dijangkau media lainnya sebagai pengisi kekosongan berita, seraya menunggu media lain dengan sajian lebih dalam dan lengkap. Penyampaian pesan melalui radio relatif mudah dicerna masyarakat karena, selain lebih lugas, juga diselingi hiburan lagu dan lainnya.
Persoalan memang ada, yaitu banyak radio siaran di Indonesia tidak memiliki newsroom (ruang berita/ruang redaksi), sehingga banyak radio siaran hanya menyajikan hiburan tidak mengudarakan berita. Memproduksi berita diakui sebagian besar pengelola radio tidak mudah karena perlu tenaga profesional di bidangnya. Akibatnya ada radio, karena merasa perlu mengisi acara radio dengan siaran informasi, tanpa pikir panjang, main comot materi dari media sosial yang tidak jelas kebenarannya.Tidak semua informasi di media sosial salah, tetapi jika informasi yang sudah telanjur tersebar dan ternyata salah tentu situasi dapat semakin runyam. Dalam situasi seperti ini, peran media jurnalistik sangat dibutuhkan kehadirannya agar masyarakat tidak tersesat. Radio siaran sebagai pemakai frekuensi milik publik memiliki tanggung jawab membantu masyarakat mendapat kejelasan informasi, sekaligus menangkal hoaks yang berseliweran dari media sosial. Radio mampu menyiarkan penjelasan dari sumber utama secara langsung dan cepat.
Jumlah radio siaran cukup banyak di Indonesia, baik di kota besar maupun daerah, mencapai 1.178 stasiun (data bisa lebih), belum lagi radio komunitas hampir merata di semua wilayah. Radio termasuk media resmi, seperti juga media televisi, harus mendapat izin dari pemerintah selaku pemilik frekuensi dan rekomendasi dari KPI. Temasuk juga harus terlebih dahulu menyelenggarakan dengar pendapat dengan masyarakat di wilayah dalam jangkauan siarannya sebagai persyaratan mendapatkan izin siar.
Mengatasi ketiadaan tenaga pemberitaan pada stasiun radio (umumnya hanya penyiar), padahal perannya dibutuhkan, ada baiknya sementara diarahkan me-relay dan mengambil materi berita Covid-19 dari media resmi. Selain dari pusat informasi pemerintah, Radio Republik Indonesia (RRI), Kantor Berita Antara, media jurnalistik lainnya, juga radio siaran swasta yang sudah dikenal bermain di ranah pemberitaan. Karena ini program sosialisasi khusus maka tidak bicara bayar-membayar, tetapi tetap wajib menyebutkan nama media yang dikutip dan hanya sebatas berita Covid-19. Setelah reformasi, radio siaran swasta serentak tidak lagi me-relay warta berita RRI. Jika zaman Orde Baru tidak berani tidak me-relay RRI, sekarang takut "dimarahi" jika me-relay tanpa izin.Sebagai contoh kerja sama sesama radio swasta, tahun 2005 Radio Trijaya FM siaran bersama 108 radio daerah di Indonesia dalam acara Dari Beranda Negeri, tema bahasan antara lain mengenai wabah flu burung yang ketika itu merebak. Sebelumnya, untuk membantu pengendara mobil mudik lebaran mengetahui situasi lalu lintas macet dan lancar, Radio Trijaya juga menggandeng puluhan radio swasta daerah siaran bersama. Jika dulu kendala mengirim siaran ke radio di daerah harus menggunakan radio satelit atau antena parabola, sekarang jauh lebih mudah menggunakan internet atau siaran streaming. Siaran bersama dapat memberikan informasi akurat secara bersamaan dalam waktu cepat dan mendesak.
Membangun newsroom dirasakan banyak stasiun radio tidak mudah. Selain dana, juga kurangnya sumber daya manusia yang memahami berita radio. Teori pengolahan beritanya sama dengan media lain, tetapi penyajiannya berbeda. Jika media cetak diproduksi untuk mata, sedangkan pada radio untuk telinga. Ada banyak diselenggarakan pelatihan wartawan, terutama di daerah-daerah, dan radio mengikutseratkan penyiar, biasanya bertindak sebagai wartawan juga. Namun, yang memberi materi pada pelatihan lebih banyak jurnalis berpengalaman pada media cetak dan terkadang ada dari televisi, mereka belum pernah bekerja di redaksi radio.
BEREDAR pesan di media sosial, asap rokok mampu membunuh virus korona karena komposisi rokok terdiri atas tembakau dan cengkih. Pesan tertanggal 14 Maret 2020 ini tercatat sebagai hoaks nomor 215 yang ditemukan Kementerian Komunikasi dan Informasi dari ratusan hoaks selama munculnya isu Covid-19 (corona virus diseases), khususnya di Indonesia. Sebagai upaya menangkal hoaks tanggal 15 Maret 2020, Kominfo merilis data hoaks, lengkap tanggal, bunyinya, serta nomor urutnya.
Sebetulnya banyak pesan beredar yang tidak masuk akal, tetapi ketika tersebar tidak terkendali menjadi persoalan dalam situasi masyarakat waswas terhadap sebuah peristiwa. Bahwa rokok terdiri atas tembakau dan cengkih, memang benar. Tidak salah. Kalau terdiri atas gula merah dan ketan, dibungkus mirip rokok, itu dodol garut namanya. Kalau rokok membuat sehat tidak perlu dokter menjelaskan bahwa itu tidak benar, tetapi para perokok pun dalam hatinya sepakat tindakannya nekat.
Terkait hoaks, mengutip mantan Presiden Obama dalam buku Jagad Digital -nya Agus Sudibyo, dikatakan ketika informasi salah kemudian dikemas sedemikian bagus, selanjutnya disebarkan secara aktif melalui media sosial, maka banyak orang tidak dapat lagi membedakan mana pesan yang benar dan yang tidak. Masyarakat, khususnya di Indonesia sebagai pengguna telepon pintar nomor enam di dunia, perlu mendapat pemahaman mana berita dan mana yang baru sebatas informasi sehingga bisa bertindak dengan bijak. Informasi yang didapat dari media sosial belum terverifikasi, sementara berita dari media resmi atau media jurnalistik sebelum disiarkan wajib melalui proses klarifikasi sesuai aturan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
Untuk membantu masyarakat mendapatkan kabar yang benar, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengeluarkan edaran dengan nomor 123/K/KPI/31.2/03/2020. Isinya, kepada media televisi dan radio membantu memberikan info seputar Covid-19 tetap profesional, proporsional, dan tidak berlebihan. Masyarakat, saat ini, mengikuti dan membutuhkan kabar perkembangan, penanggulangan, pengetahuan seputar Covid-19 dengan cepat dan benar sehingga penyebaran informasi secara berkala sangat dibutuhkan. Mengutip Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Mordano, penyakit ini berbahaya dan penularannya mudah serta cepat. Masyarakat luas harus paham hal ini.
Peran Radio & Masalahnya Berbagai saluran resmi, termasuk radio siaran, perlu dimanfaatkan dalam memberikan penjelasan kepada masyarakat terkait Covid-19 agar tidak panik dan dapat bertindak sesuai ketentuan. Cara mencegah penularan, tindakan jika tertular, ke mana melapor saat ada kerabat dicurigai terdampak Covid-19, sampai data korban sehat dan wafat perlu dikabarkan kepada masyarakat. Pada situasi seperti ini, banyak orang tidak keluar rumah atau berada di suatu tempat terisolasi, maka peran radio sangat dibutuhkan. Radio mampu mengirimkan berita dengan cepat ke wilayah yang sulit dijangkau media lainnya sebagai pengisi kekosongan berita, seraya menunggu media lain dengan sajian lebih dalam dan lengkap. Penyampaian pesan melalui radio relatif mudah dicerna masyarakat karena, selain lebih lugas, juga diselingi hiburan lagu dan lainnya.
Persoalan memang ada, yaitu banyak radio siaran di Indonesia tidak memiliki newsroom (ruang berita/ruang redaksi), sehingga banyak radio siaran hanya menyajikan hiburan tidak mengudarakan berita. Memproduksi berita diakui sebagian besar pengelola radio tidak mudah karena perlu tenaga profesional di bidangnya. Akibatnya ada radio, karena merasa perlu mengisi acara radio dengan siaran informasi, tanpa pikir panjang, main comot materi dari media sosial yang tidak jelas kebenarannya.Tidak semua informasi di media sosial salah, tetapi jika informasi yang sudah telanjur tersebar dan ternyata salah tentu situasi dapat semakin runyam. Dalam situasi seperti ini, peran media jurnalistik sangat dibutuhkan kehadirannya agar masyarakat tidak tersesat. Radio siaran sebagai pemakai frekuensi milik publik memiliki tanggung jawab membantu masyarakat mendapat kejelasan informasi, sekaligus menangkal hoaks yang berseliweran dari media sosial. Radio mampu menyiarkan penjelasan dari sumber utama secara langsung dan cepat.
Jumlah radio siaran cukup banyak di Indonesia, baik di kota besar maupun daerah, mencapai 1.178 stasiun (data bisa lebih), belum lagi radio komunitas hampir merata di semua wilayah. Radio termasuk media resmi, seperti juga media televisi, harus mendapat izin dari pemerintah selaku pemilik frekuensi dan rekomendasi dari KPI. Temasuk juga harus terlebih dahulu menyelenggarakan dengar pendapat dengan masyarakat di wilayah dalam jangkauan siarannya sebagai persyaratan mendapatkan izin siar.
Mengatasi ketiadaan tenaga pemberitaan pada stasiun radio (umumnya hanya penyiar), padahal perannya dibutuhkan, ada baiknya sementara diarahkan me-relay dan mengambil materi berita Covid-19 dari media resmi. Selain dari pusat informasi pemerintah, Radio Republik Indonesia (RRI), Kantor Berita Antara, media jurnalistik lainnya, juga radio siaran swasta yang sudah dikenal bermain di ranah pemberitaan. Karena ini program sosialisasi khusus maka tidak bicara bayar-membayar, tetapi tetap wajib menyebutkan nama media yang dikutip dan hanya sebatas berita Covid-19. Setelah reformasi, radio siaran swasta serentak tidak lagi me-relay warta berita RRI. Jika zaman Orde Baru tidak berani tidak me-relay RRI, sekarang takut "dimarahi" jika me-relay tanpa izin.Sebagai contoh kerja sama sesama radio swasta, tahun 2005 Radio Trijaya FM siaran bersama 108 radio daerah di Indonesia dalam acara Dari Beranda Negeri, tema bahasan antara lain mengenai wabah flu burung yang ketika itu merebak. Sebelumnya, untuk membantu pengendara mobil mudik lebaran mengetahui situasi lalu lintas macet dan lancar, Radio Trijaya juga menggandeng puluhan radio swasta daerah siaran bersama. Jika dulu kendala mengirim siaran ke radio di daerah harus menggunakan radio satelit atau antena parabola, sekarang jauh lebih mudah menggunakan internet atau siaran streaming. Siaran bersama dapat memberikan informasi akurat secara bersamaan dalam waktu cepat dan mendesak.
Membangun newsroom dirasakan banyak stasiun radio tidak mudah. Selain dana, juga kurangnya sumber daya manusia yang memahami berita radio. Teori pengolahan beritanya sama dengan media lain, tetapi penyajiannya berbeda. Jika media cetak diproduksi untuk mata, sedangkan pada radio untuk telinga. Ada banyak diselenggarakan pelatihan wartawan, terutama di daerah-daerah, dan radio mengikutseratkan penyiar, biasanya bertindak sebagai wartawan juga. Namun, yang memberi materi pada pelatihan lebih banyak jurnalis berpengalaman pada media cetak dan terkadang ada dari televisi, mereka belum pernah bekerja di redaksi radio.
(mhd)