KPI Keluarkan Surat Edaran Terkait Penyiaran Wabah Virus Corona
A
A
A
JAKARTA - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat telah mengeluarkan surat edaran tentang penyiaran wabah korona , sejak Rabu 4 Maret 2020. Surat edaran tersebut ditujukan kepada KPI daerah serta seluruh lembaga penyiaran nasional dan lokal.
Komisioner KPI Pusat Yuliandre Darwis menyebutkan, pada prinsipnya KPI meminta media penyiaran berlaku proporsional atau tidak berlebihan dalam memberitakan wabah virus korona (Covid-19) yang sudah menginfeksi dua warga Indonesia.
Hal itu juga menyikapi perkembangan pemberitaan dan penyampaian informasi di beberapa media penyiaran yang bila tidak diingatkan, berpotensi menimbulkan kepanikan di masyarakat.
"Kita berharap presenter, reporter dan host menggunakan diksi secara tepat dan tidak terkesan mendramatisir atau menakut-nakuti karena bisa menimbulkan persepsi publik yang memicu kepanikan," kata Yuliandre di Jakarta, Kamis (5/3/2020).
Bila media penyiaran senantiasa berlaku profesional dan proporsional berpegang pada kode etik dan mengedepankan edukasi dalam pemberitaannya, Yuliandre yakin, masyarakat justru merasa tercerahkan, tidak panik, tidak sampai memborong masker, apalagi sembako.
"Ingat, kode etik jurnalistik harus terus dipegang dalam setiap pemberitaan. Misalnya dalam memilih nara sumber, saya kira teman-teman media tentu paham betul bahwa mereka harus selektif. Narasumber mesti kredibel atau sesuai kepakarannya sehingga tidak membuat informasi jadi terdistrosi," kata mantan Presiden Komisi Penyiaran Dunia ini.
Informasi yang disajikan harus bisa dipertanggungjawabkan dan terkonfirmasi. Lalu, menurut dia, tidak menyiarkan informasi dari media sosial, kecuali informasi tersebut telah terkonfirmasi kebenarannya. (Baca Juga: Penumpang Diduga Terinfeksi Corona, Kapal Pesiar 'Ditahan' di Perairan California
"Jangan sampai mengekspose identitas pasien dan jangan pula mengeksploitasi lingkungan serta warga sekitar penderita. Karena bisa berdampak ke hak privasi dan psikologis mereka," imbuhnya.
Dalam menyampaikan data-data tentang wabah virus korona juga mesti berimbang dan dari sumber yang kredibel. "Jika hendak menyampaikan angka kematian, harus pula diikuti persentase kesembuhan," tambahnya.
Mantan Duta Muda Unesco itu juga mendorong media menayangkan iklan layanan masyarakat tentang virus korona yang berisikan cara persebaran, gejala, langkah pencegahan dan penanganan dini, hotline service pemerintah dan di daerah, serta RS yang ditunjuk untuk penanganan.
Agar tidak ada pihak memanfaatkan situasi terkait virus korona ini, dia juga mendorong media menginformasikan sanksi bagi pelaku seperti spekulan masker dan hand sanitizer yang bisa diancam penjara 6 tahun dan maksimal denda Rp4 miliar, sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
"Informasi tersebut bisa membantu penegak hukum untuk menindak para pelaku yang memanfaat situasi wabah virus yang tengah dihadapi masyarakat global ini," tegasnya. (Baca Juga: DPR Segera Kirim 9 Nama Calon Anggota KPI ke Presiden(mhd)
Komisioner KPI Pusat Yuliandre Darwis menyebutkan, pada prinsipnya KPI meminta media penyiaran berlaku proporsional atau tidak berlebihan dalam memberitakan wabah virus korona (Covid-19) yang sudah menginfeksi dua warga Indonesia.
Hal itu juga menyikapi perkembangan pemberitaan dan penyampaian informasi di beberapa media penyiaran yang bila tidak diingatkan, berpotensi menimbulkan kepanikan di masyarakat.
"Kita berharap presenter, reporter dan host menggunakan diksi secara tepat dan tidak terkesan mendramatisir atau menakut-nakuti karena bisa menimbulkan persepsi publik yang memicu kepanikan," kata Yuliandre di Jakarta, Kamis (5/3/2020).
Bila media penyiaran senantiasa berlaku profesional dan proporsional berpegang pada kode etik dan mengedepankan edukasi dalam pemberitaannya, Yuliandre yakin, masyarakat justru merasa tercerahkan, tidak panik, tidak sampai memborong masker, apalagi sembako.
"Ingat, kode etik jurnalistik harus terus dipegang dalam setiap pemberitaan. Misalnya dalam memilih nara sumber, saya kira teman-teman media tentu paham betul bahwa mereka harus selektif. Narasumber mesti kredibel atau sesuai kepakarannya sehingga tidak membuat informasi jadi terdistrosi," kata mantan Presiden Komisi Penyiaran Dunia ini.
Informasi yang disajikan harus bisa dipertanggungjawabkan dan terkonfirmasi. Lalu, menurut dia, tidak menyiarkan informasi dari media sosial, kecuali informasi tersebut telah terkonfirmasi kebenarannya. (Baca Juga: Penumpang Diduga Terinfeksi Corona, Kapal Pesiar 'Ditahan' di Perairan California
"Jangan sampai mengekspose identitas pasien dan jangan pula mengeksploitasi lingkungan serta warga sekitar penderita. Karena bisa berdampak ke hak privasi dan psikologis mereka," imbuhnya.
Dalam menyampaikan data-data tentang wabah virus korona juga mesti berimbang dan dari sumber yang kredibel. "Jika hendak menyampaikan angka kematian, harus pula diikuti persentase kesembuhan," tambahnya.
Mantan Duta Muda Unesco itu juga mendorong media menayangkan iklan layanan masyarakat tentang virus korona yang berisikan cara persebaran, gejala, langkah pencegahan dan penanganan dini, hotline service pemerintah dan di daerah, serta RS yang ditunjuk untuk penanganan.
Agar tidak ada pihak memanfaatkan situasi terkait virus korona ini, dia juga mendorong media menginformasikan sanksi bagi pelaku seperti spekulan masker dan hand sanitizer yang bisa diancam penjara 6 tahun dan maksimal denda Rp4 miliar, sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
"Informasi tersebut bisa membantu penegak hukum untuk menindak para pelaku yang memanfaat situasi wabah virus yang tengah dihadapi masyarakat global ini," tegasnya. (Baca Juga: DPR Segera Kirim 9 Nama Calon Anggota KPI ke Presiden(mhd)