Agenda Ekonomi dalam Kemitraan RI-Denmark

Kamis, 05 Maret 2020 - 07:34 WIB
Agenda Ekonomi dalam Kemitraan RI-Denmark
Agenda Ekonomi dalam Kemitraan RI-Denmark
A A A
Ary Aprianto

Diplomat Indonesia. Tinggal di Denmark

Perdana Menteri Denmark Lars Løkke Rasmussen rupanya sudah tahu selera musik Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo. Dalam kunjungannya ke Jakarta, November 2017, sang Perdana Menteri memberi Presiden Jokowi album rekaman Metallica "Master of Puppet ". Album itu ditandatangani Lars Ulrich, penabuh drum Metallica yang berasal dari Denmark. Saking senangnya, Presiden Jokowi membayar sekitar Rp11 juta kepada negara agar album tersebut menjadi milik pribadi.

Kunjungan Perdana Menteri Rasmussen jelas bukan untuk temu kangen sesama penggemar Metallica. Denmark ingin sekali memperkuat kerja sama dengan Indonesia, terutama di bidang ekonomi mengingat Indonesia diproyeksikan menjadi salah satu perekonomian terbesar di dunia pada 2030. Dalam kunjungan itu, ditandatangani Rencana Aksi Kemitraan antara Indonesia dan Denmark untuk periode 2017-2020 yang memuat sejumlah area kerja sama strategis, seperti perdagangan, energi, penanganan terorisme, maritim, dan pangan.

Pada 2020 ini, Rencana Aksi akan berakhir. Tepat di saat Indonesia dan Denmark merayakan ulang tahun ke-70 hubungan bilateral.

Prioritas Kerja Sama ke Depan

Walaupun jauh secara geografis, interaksi antara Indonesia dan Denmark terjalin erat. Selain Perdana Menteri Rasmussen, dalam lima tahun terakhir ini Ratu Margrethe II dan Putri Mahkota Mary telah mengunjungi Indonesia.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), warga negara Denmark yang berwisata ke negara kita mencapai 46.825 orang pada 2018, meningkat dua kali lipat dari jumlah pada 2014. Walaupun kecil, jumlah tersebut cukup signifikan karena mewakili sekitar 0,8% dari total penduduk Denmark yang sekitar 5,8 juta. Sebagai perbandingan, dari data BPS, turis China yang berkunjung ke Indonesia pada 2018 adalah 2.139.161 orang atau hanya sekitar 0,15% dari jumlah penduduk negara itu.

Sementara itu, perdagangan bilateral kedua negara bernilai USD403 juta pada 2018, merujuk data Statistik Denmark. Indonesia meraih surplus dalam lima tahun terakhir. Produk Indonesia yang banyak dibeli Denmark antara lain minyak kelapa sawit dan produk pertanian lainnya, alas kaki, pakaian, serta produk-produk kimia.

Realisasi investasi Denmark di Indonesia, menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), mencapai USD29,1 juta selama 2014-2019. Beberapa perusahaan Denmark juga telah lama beroperasi di negara kita, seperti Ecco (alas kaki), Mærsk (perkapalan dan logistik), ISS (layanan perkantoran), atau Novo Nordisk (obat-obatan).

Mengingat Rencana Aksi segera berakhir tentu harus dimanfaatkan untuk mengevaluasi kerja sama yang telah berjalan dan menata prioritas untuk di masa mendatang. Perbedaan kepentingan nasional kedua negara dapat dijembatani melalui identifikasi keuntungan bersama yang dapat diraih.

Indonesia telah menargetkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menjadi negara berpendapatan tinggi (high income country ) pada 2045. Denmark adalah high income country dan ingin memperkuat hubungan dengan Indonesia dan negara-negara Asia Pasifik lainnya, yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi global saat ini dan di masa depan.

Kapasitas inovasi yang tinggi serta keyakinan akan pentingnya multilateralisme dalam menghadapi tantangan global, mendorong Denmark mengampanyekan "Danish solutions " (solusi ala Denmark) dalam kerja sama internasionalnya, yang menitikberatkan pada keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan serta kesejahteraan sosial.

Dengan demikian, banyak sekali peluang kerja sama ekonomi yang perlu dikedepankan, misalnya, energi dan pangan. Denmark adalah salah satu negara yang unggul dalam energi ramah lingkungan. Sejak 2019, kontribusi energi terbarukan dalam bauran energi Denmark telah mencapai 50%. Pengalaman Denmark ini dapat Indonesia pelajari untuk memperkuat ketahanan energi dan mengurangi dampak perubahan iklim. Apalagi, kita telah menargetkan kontribusi energi terbarukan sebesar 23% terhadap konsumsi energi nasional pada 2025.

Kedua negara juga telah memiliki kerja sama cukup erat dalam bidang energi. Denmark membantu Indonesia menyusun kajian mengenai potensi energi terbarukan di sejumlah provinsi. Perusahaan-perusahaan Denmark juga turut mengembangkan energi baru di Indonesia.

Walaupun luas wilayah daratannya sangat kecil, Denmark memiliki industri pertanian yang sangat produktif, yang menghasilkan pangan yang lebih dari cukup bagi seluruh penduduknya. Prestasi ini mendorong kontribusi sektor pertanian yang cukup besar bagi ekspor Denmark, yaitu sekitar 20%. Tidak heran jika majalah The Economist menjuluki Denmark sebagai "super power pertanian". Keberhasilan tersebut berjalan seiring dengan kemampuan sektor pertanian Denmark menurunkan produksi gas rumah kaca dan meningkatkan kesejahteraan petani.

Telah banyak negara yang belajar dari keberhasilan industri pertanian Denmark, di antaranya China. Kerja sama pangan dengan Denmark perlu diprioritaskan Indonesia untuk membantu meningkatkan produktivitas dan kualitas pangan serta mengurangi impor. Sebagai negara tropis dengan wilayah darat yang luas, tingginya impor pangan Indonesia telah lama menjadi sasaran kritik sejumlah pihak.

Yang juga menarik, koperasi berperan sangat besar dalam sektor pertanian di Denmark. Koperasi membuka akses petani Denmark terhadap teknologi dan keterampilan baru. Laba yang diperoleh koperasi juga kembali ke petani dan menjadi salah satu insentif bagi petani untuk meningkatkan produktivitas. Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa almarhum Bung Hatta, salah satu proklamator kita, sempat belajar mengenai koperasi di Denmark saat beliau masih bersekolah di Belanda.

Seiring komitmen mengedepankan pembangunan berkelanjutan, kedua negara juga dapat menjalin kerja sama mengembangkan perekonomian sirkuler (circular economy ). Walaupun Indonesia telah menyusun sejumlah kebijakan untuk mengurangi dan mendaur ulang plastik, sejumlah pakar berpendapat bahwa masih banyak yang harus dilakukan Indonesia dalam membangun pendekatan yang komprehensif terhadap perekonomian sirkuler.

Sebagai perbandingan, Denmark telah meluncurkan strategi nasional dalam perekonomian sirkuler, dengan sejumlah elemen utama seperti pemberdayaan masyarakat dan industri, menciptakan peluang usaha, serta meningkatkan daya saing ekonomi.

Selain bidang-bidang strategis di atas, masih banyak bidang kerja sama yang potensial untuk terus dikembangkan. Denmark yang maju dalam industri maritim dapat menjadi mitra bagi Indonesia dalam keamanan dan keselamatan pelaut, keamanan maritim, teknologi, atau lingkungan.

Kita juga perlu menjajaki peluang pengiriman pekerja terampil ke Denmark. Seperti beberapa negara Eropa lainnya, Denmark mengalami kekurangan pekerja terampil antara lain di bidang teknologi informasi dan komunikasi, kesehatan, dan pariwisata. Walaupun prioritas masih diberikan kepada pekerja dari sesama anggota Uni Eropa, dunia usaha Denmark telah melirik peluang rekrutmen pekerja terampil dari Asia.

Bagi Denmark, Indonesia adalah salah satu negara prioritas dalam diplomasi ekonominya. Indonesia juga perlu mengimbangi dengan menelaah kembali prioritas-prioritas pembangunan dan bagaimana Denmark akan diposisikan dalam mencapai berbagai prioritas tersebut. Sesuai perintah Presiden Jokowi, diplomasi ekonomi harus menjadi prioritas politik dan hubungan luar negeri. Kolaborasi para pemangku kepentingan di Indonesia menjadi syarat utama terlaksananya perintah tersebut.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6109 seconds (0.1#10.140)