Yenti Garnasih Tak Percaya Terdakwa TPPU Bebas Jerat Hukum

Senin, 02 Maret 2020 - 10:09 WIB
Yenti Garnasih Tak Percaya Terdakwa TPPU Bebas Jerat Hukum
Yenti Garnasih Tak Percaya Terdakwa TPPU Bebas Jerat Hukum
A A A
JAKARTA - Dunia peradilan kembali mendapatkan sorotan publik. Kali ini, masyarakat menyoroti vonis bebas 4 terdakwa judi online oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara.

Empat terdakwa kasus perjudian online, Anjad Fendi Badriawan, Bim Prasetyo, Pipingan Tjok, dan Aditya Wijaya divonis bebas murni oleh majelis hakim Pengadilan Jakarta Utara, pada persidangan yang digelar Jumat (21/2/2020) pekan lalu.

(Baca juga: Suap Pajak Mobil Mewah, Tiga Pegawai Pajak Didakwa Terima USD96.375)

Dalam amar putusan yang dibacakan oleh Hakim Ketua Taufan Mandala, dengan Hakim Anggota Budiarto, majelis hakim menilai bahwa penjualan rekening yang dilakukan oleh keempat terdakwa bukan merupakan tindak pidana.

Padahal jaksa penuntut umum dalam dakwaannya meyakini bahwa rekening BCA milik keempat terdakwa dijual dan dipakai sebagai penampung uang perjudian atau pencucian uang.

Sebelumnya dalam rangkaian kasus yang sama, hakim menjatuhkan vonis kepada 3 terdakwa lainnya karena terbukti terlibat dalam kasus money laundry dalam sindikat judi online yang diungkap Polda Metro Jaya.

Menanggapi itu Pakar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Ganarsih menilai, seharusnya vonis hakim tidak boleh berbeda dengan tindak pidana asal dalam sebuah kasus. Begitu pula dengan kasus jual beli rekening untuk judi online ini.

"Gak mungkin kalau lah ya (vonis bebas). Kalau money laundry sudah terbukti, tidak mungkin kejahatan asalnya tidak terbukti. Kan money laundry diputus penghukuman tiga tahun. Jadi kan gak mungkin kejahatan asalnya bebas," kata Yenti, Senin (2/3/2020).

Yenti yang didapuk sebagai Doktor Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang Pertama Di Indonesia ini, mengaku tidak sepakat jika kasus jual beli rekening bank tersebut disamakan dengan analogi jual beli mobil, seperti yang diumbar kuasa hukum terdakwa Alvin Lim ke publik.

"Saya juga enggak ngerti kok jual beli mobil disamakan dengan jual beli rekening. Itu kan analoginya gimana? Kok jual rekening dianalogikan dengan jual mobil?," tegas Yenti.

Yenti Ganarsih yang ditunjuk dan dipercaya 2 kali sebagai Ketua Pansel KPK oleh Presiden Joko Widodo ini menjelaskan, dalam kasus kejahatan, jual beli rekening sudah biasa dilakukan untuk modus kejahatan, sehingga janggal jika pelaku dibebaskan hakim. Apalagi pidana asalnya para terdakwa divonis bersalah oleh majelis hakim.

"Bahkan itu biasanya modus orang untuk menampung hasil kejahatan, hasil korupsi atau perjudian online misalnya kita pakai nama orang lain. Kalau direktur di perusahaan abal-abal biasanya langsung merekrut orang siapapun yang orang-orang ini hanya untuk dipakai namanya. Itu modus kejahatan. Jadi harus dibedakan modus, strategi dan tahapan. Itu modus," tutunya.

Yenti menegaskan bahwa jual beli rekening adalah perbuatan yang illegal. Modusnya kerap digunakan untuk tindak kejahatan untuk menampung uang ilegal termasuk untuk perjudian.

"Kalau jual beli mobil, belum balik nama BPKB itu baru dikatakan tahapan, bukan modus, karena masih boleh balik nama. Jual beli rekening itu illegal. Nama yang tertera dalam rekening harus pemiliknya yang akan digunakan.

Bahkan bagi bank itu sendiri jual beli rekening illegal. Yang ada buka rejening, blokir rekeking atau tutup rekening. Selain itu illegal. Aneh juga kalau disamakan denga jual beli mobil. No money laundering without predicate offense, tidak ada TPPU tanpa kejahatan asalnya," tandasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4501 seconds (0.1#10.140)