Betapa Lahapnya Warga Jakarta Memakan Pisang

Selasa, 25 Februari 2020 - 10:15 WIB
Betapa Lahapnya Warga Jakarta Memakan Pisang
Betapa Lahapnya Warga Jakarta Memakan Pisang
A A A
Eddy Koko
Jurnalis senior

SUATU hari, karena pulang dari Metro Lampung ke Pamulang, Tangerang Selatan mobil bak kosong maka iseng-iseng angkut pisang. Tapi bukan ikutan dagang sebagai saudagar pisang. Kalau itu urusannya nggak gampang karena ada "pemain" sendiri. Karena itu tulisan ini berkisah sedikit pengalaman berurusan dengan pisang dari Lampung masuk ke Jakarta dan Tangerang.

Mereka yang pernah menggunakan jalan tol Merak atau yang menggunakan kapal feri menyeberang Selat Sunda pasti tiak asing lagi melihat mobil angkutan penuh muatan pisang. Itu semua dikirim ke Jakarta dan Tangerang. Jumlahnya berton-ton.

Sepintas biasa saja, tetapi jika menghitung buah pisang yang masuk dari Lampung, betapa lahapnya warga Jakarta memakan buah pisang.

Melalui pengalaman langsung, pengamatan secara amatiran ditambah bincang-bincang dengan juragan pisang, pengemudi angkutan pisang, awak kapal dan mereka yang sehari-hari berada di sekitar Pelabuhan Bakauheni, dalam sehari, kendaraan mengangkut pisang ke Jakarta, dari sekitar Kalianda atau Bakauheni saja, minimal sekitar 20 pickup atau dari seluruh daerah di Lampung (seperti Metro, Pringsewu, Kota Agung dan lainnya) bisa mencapai 50 colt.

Bisa jadi lebih tetapi tidak kurang. Ada angkutan jenis truk ukuran sedang tetapi saya penghitungan secara pukul rata, yaitu kendaraan ukuran mobil bak terbuka L300 semua.

Satu pickup setidaknya mengangkut sekitar 3-4 ton pisang. Jika satu tandan beratnya sekitar 20 kg maka sekali muat pickup L300 membawa 150-200 tandan pisang ukuran super. Jadi kalau ada 50 kendaraan bisa 750–1.000 tandan pisang ukuran besar dalam sehari masuk Jakarta dari Lampung. Itu khusus pisang kepok kuning ukuran besar. Kalau pisang ambon bisa lebih banyak lagi yang diangkut, sekitar 250 tandan. Untuk pisang lampung, (kalau di Lampung justru tidak dikenal pisang lampung tetapi pisang menteg namanya), bisa lebih banyak lagi sampai 300-400 an tandan.

Paling sulit adalah menyusun atau muat pisang kepok. Bentuknya yang bundar dan keras menjadikan susah diselipkan saat disusun. Pisang ambon meskipun lebih panjang dari pisang kepok tetapi relatif lentur, sehingga didorong untuk diselipkan saat disusun “nurut”. Sedangkan pisang kepok ketika disusun dengan cara diselipin tetap diam saja, “ndableg”.

Kalau pisang lampung atau yang lainnya, seperti pisang raja nangka dan uli (di Lampung disebutnya pisang janten) lebih mudah menyusunnya. Lempar, brug-brug saja. Tumpuk, blesekin, ikat. Selesai.

Untuk harga pisang yang paling mahal adalah pisang ambon, kepok, rajasere mencapai Rp3.000-an sampai Rp3.300,- an per kilogram. Bisa lebih murah lagi. Kecuali kodisi seperti saat ini, pisang susah sehingga relatif mahal karena lama kemarau. Pisang lampung dan uli hanya Rp. 2.000,- per kilogram. Jadi berapa harga setandan? Kalikan saja antara 15 kg sampai 25 kg per tandan.

Pengalaman beli pisang lampung (pisang menteg) langsung ke petani hanya 10 ribu sampai 15 ribu rupiah setandan dengan kwalitas sempurna. Sering sekali tidak tega membayar seharga tersebut. Sebab jika di Jakarta pisang lampung setandan ukuran yang sama bisa Rp50 ribu. Bayangkan, setandan besar hanya 15 ribu rupiah. Pernah suatu kali membeli di pasar tradisional Pasar 16C, sebelah Terminal Bus Kota Metro Lampung, setandan besar pisang lampung harganya Rp. 20 ribu. Itu posisi beli di pasar jadi berapa harga jika di kebunnya?

Umumnya tiap warga lampung yang tinggal di pinggir kota pasti punya pohon pisang di sekitar rumahnya. Tidak seperti pisang yang dimakan warga Jakarta, kebanyakan masih muda tetapi matang karena diperam. Penduduk lampung lebih banyak makan pisang yang sudah tua atau matang pohon. Banyak dari mereka sudah “bosan” makan pisang sehingga kalau kita lewat dan melihat pisang masih dipohon, tertarik kemudian minta, niscaya dikasih dengan sukarela. Dengan senang hati mereka memberi. Tentu yang ini bukan pisang untuk dijual lagi.

Transport ke Jakarta


Setelah pisang naik kendaraan berapa biaya pengiriman ke Jakarta? Jika sekali menyebrang kapal feri mobil pengangkut pisang dikenakan Rp350.000 maka pergi pulang butuh Rp700 ribu. Jika ditambah bahan bakar dengan makan minum, berdasarkan catatan menghabiskan Rp1.260.000. Itu tidak bayar sopir karena kendaraan dibawa sendiri. Tetapi umumnya sopir dibayar Rp300 ribu untuk pergi dan pulang membawa kendaraan.

Tetapi yang menjengkelkan adalah kutipan di jalan raya oleh petugas patroli antara Merak sampai Tangerang. Setidaknya terjadi tiga kali petugas patrol di jalan tol minta duit, minimal Rp10 ribu per kutipan. Yang selalu ada adalah di jalan tol Karawaci.

Ketika kondisi tersebut ditanyakan ke para sopir truk, saat ngobrol istirahat di warung kopi, pungli sempat menghilang ketika Jokowi terpilih menjadi presiden di awal periode pertama. Para sopir truk bertepuk tangan senang ketika itu. Tetapi kondisi tersebut tidak bertahan lama, beberapa bulan kemudian petugas kambuh lagi.

Dengan cerita ini, kita bisa menghitung berapa pendapatan petugas patroli nakal tersebut dalam sehari? Tidak perlu menyebut mereka oknum karena menggunakan seragam dinas dan mobil negara.

Berapa keuntungan menjual pisang di Jakarta? Besar atau kecil? Silakan mencoba mencermati dan menghitung berdasarkan cerita sepintas di atas. Para warga Jakarta juga sudah sering belanja pisang sehingga paham harganya. Terutama ibu-ibu dan pedagang gorengan serta rumah makan yang menyediakan buah pisang sebagai penutup makan pelanggan.

Selain pengalaman dari Lampung juga Cikalong (Cianjur) dan beberapa daerah sekitar kabupaten Bogor, Rangkas serta lainnya. Banyak saudagar pisang mengepul dari petani setempat dan mengirim semua pisangnya ke Jakarta. Tetap habis.

Ketika membawa pisang dari Lampung, muatan tidak dijual ke pasar-pasar induk atau pasar sayur seperti dilakukan pedagang dari Lampung, Cianjur dan lainnya. Tetapi dibawa keliling di kawasan Tangerang dan Tangerang Selatan menawarkan kepada lapak-lapak pisang, tidak perlu masuk Jakarta, ternyata habis. Mereka berebut dan minta dikirim kembali esoknya.

Sungguh tidak habis mengerti. Betapa lahapnya warga Jakarta dan Botabek pada pisang. Tetapi itu baik karena pisang buah yang menyehatkan. Indonesia itu sejatinya subur, murah dan sehat.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3630 seconds (0.1#10.140)