Realisasi Anggaran Defisit Rp36 Triliun
A
A
A
Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tercatat defisit sebesar Rp36,1 triliun sepanjang Januari 2020, di mana realisasi pendapatan lebih rendah dibandingkan belanja negara.
Adapun realisasi pendapatan negara baru tercatat Rp103,7 triliun atau setara 4,6% dari target pendapatan APBN 2020. Realisasi pendapatan tersebut merosot sekitar 4,6% bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu, di mana realisasi pendapatan sekitar 5% dari target APBN 2019.
Sebaliknya, anggaran yang sudah dibelanjakan mencapai Rp139,8 triliun atau setara dengan 5,5% target APBN tahun ini.
Realisasi belanja tersebut anjlok tajam hingga 9,1% dibandingkan periode tahun lalu. Defisit APBN awal tahun ini, versi Kementerian Keuangan (Kemekeu), disebabkan pendapatan negara masih alami kontraksi sebagai dampak pelemahan ekonomi 2019.
Defisit anggaran sebesar Rp36,1 triliun pada awal tahun ini setara dengan 0,21% dari produk domestik bruto (PDB).
Lebih rinci, realisasi pendapatan negara yang mencapai Rp103,7 triliun meliputi penerimaan perpajakan sebesar Rp84,7 triliun atau setara dengan 4,5% dari target yang dipatok dalam APBN 2020, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp19 triliun atau setara dengan 5,2% dari target APBN tahun ini.
Meski realisasi penerimaan anggaran melambat, pihak Kemenkeu menyatakan aktivitas pajak pertambahan nilai (PPN) cukup menggembirakan yang berhasil menghimpun dana Rp30,5 triliun atau tumbuh sekitar 3,8% dari tahun lalu.
Kinerja PPN dinilai positif karena menggambarkan produksi yang value added. Artinya, denyut sektor produksi masih berjalan baik dibanding periode yang sama tahun lalu dengan kontraksi yang cukup dalam.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membeberkan bahwa tantangan terberat realisasi APBN 2019 terkait dengan kondisi perekonomian global yang berpengaruh pada kinerja ekspor dan impor dalam negeri.
Memang Amerika Serikat (AS) dan China telah memasuki babak baru dalam kesepakatan perdagangan, namun wabah virus korona menjadi ancaman serius dalam perdagangan internasional.
Sekadar menyegarkan ingatan, realisasi APBN 2019 menyumbangkan defisit Rp353 triliun atau setara 2,2% dari PDB atau lebih tinggi dari target yang dipatok sebesar 1,84%. Angka defisit tersebut lebih tinggi dibanding 2018 yang tercatat Rp 269,4 triliun atau 1,82% dari PDB.
Realisasi pendapatan negara Rp1.957,2 triliun atau tumbuh 0,7% secara tahunan. Penerimaan perpajakan Rp1.545,3 triliun atau 86,5% dari pagu APBN 2019 sebesar Rp1.786,4 triliun atau hanya tumbuh sekitar 1,7% secara tahunan, sedang penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp405 triliun atau melampaui target sebesar Rp378,3 triliun.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) telah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari sebelumnya pada kisaran 5,1% hingga 5,5% menjadi 5% hingga 5,4%.
Hal itu didasarkan pada pengaruh jangka pendek pemulihan ekonomi dunia pascawabah virus korona, di mana sangat berdampak pada pertumbuhan sektor pariwisata, perdagangan, dan investasi.
Meski pihak bank sentral telah mengoreksi pertumbuhan ekonomi tahun ini, namun tetap optimistis pertumbuhan ekonomi tahun depan diprediksi pada kisaran 5,2% hingga 5,6%. Dari sisi aliran modal asing ke pasar keuangan domestik, BI mencatat jumlah bersih mencapai USD6,3 miliar.
Adapun posisi cadangan devisa tercatat USD131,7 miliar hingga akhir Januari 2020 atau setara pembiayaan 7,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Pelambatan arus investasi ke Indonesia sebagai dampak dari wabah virus korona mulai terjadi. Sejak virus merebak dan melintasi batas negara, sebagaimana dinyatakan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, arus investasi ke Indonesia mulai terdampak.
Luhut mengungkapkan, PT Vale Indonesia yang sedang membangun smelter di Sulawesi senilai USD5 miliar terhambat karena pekerjanya banyak dari China.
Kalau proyek itu tertunda selama dua bulan, maka Indonesia akan kehilangan USD500 juta. Investasi Vale Indonesia yang terdampak wabah virus korona baru satu contoh.
Kabarnya, pengerjaan kereta cepat Jakarta-Bandung juga mulai mengkhawatirkan karena pasokan peralatan dari Negeri Tirai Bambu semakin menipis.
Jadi, dampak terhadap perekonomian domestik besar sekali yang ujungnya bakal berpengaruh pada anggaran negara.
Adapun realisasi pendapatan negara baru tercatat Rp103,7 triliun atau setara 4,6% dari target pendapatan APBN 2020. Realisasi pendapatan tersebut merosot sekitar 4,6% bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu, di mana realisasi pendapatan sekitar 5% dari target APBN 2019.
Sebaliknya, anggaran yang sudah dibelanjakan mencapai Rp139,8 triliun atau setara dengan 5,5% target APBN tahun ini.
Realisasi belanja tersebut anjlok tajam hingga 9,1% dibandingkan periode tahun lalu. Defisit APBN awal tahun ini, versi Kementerian Keuangan (Kemekeu), disebabkan pendapatan negara masih alami kontraksi sebagai dampak pelemahan ekonomi 2019.
Defisit anggaran sebesar Rp36,1 triliun pada awal tahun ini setara dengan 0,21% dari produk domestik bruto (PDB).
Lebih rinci, realisasi pendapatan negara yang mencapai Rp103,7 triliun meliputi penerimaan perpajakan sebesar Rp84,7 triliun atau setara dengan 4,5% dari target yang dipatok dalam APBN 2020, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp19 triliun atau setara dengan 5,2% dari target APBN tahun ini.
Meski realisasi penerimaan anggaran melambat, pihak Kemenkeu menyatakan aktivitas pajak pertambahan nilai (PPN) cukup menggembirakan yang berhasil menghimpun dana Rp30,5 triliun atau tumbuh sekitar 3,8% dari tahun lalu.
Kinerja PPN dinilai positif karena menggambarkan produksi yang value added. Artinya, denyut sektor produksi masih berjalan baik dibanding periode yang sama tahun lalu dengan kontraksi yang cukup dalam.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membeberkan bahwa tantangan terberat realisasi APBN 2019 terkait dengan kondisi perekonomian global yang berpengaruh pada kinerja ekspor dan impor dalam negeri.
Memang Amerika Serikat (AS) dan China telah memasuki babak baru dalam kesepakatan perdagangan, namun wabah virus korona menjadi ancaman serius dalam perdagangan internasional.
Sekadar menyegarkan ingatan, realisasi APBN 2019 menyumbangkan defisit Rp353 triliun atau setara 2,2% dari PDB atau lebih tinggi dari target yang dipatok sebesar 1,84%. Angka defisit tersebut lebih tinggi dibanding 2018 yang tercatat Rp 269,4 triliun atau 1,82% dari PDB.
Realisasi pendapatan negara Rp1.957,2 triliun atau tumbuh 0,7% secara tahunan. Penerimaan perpajakan Rp1.545,3 triliun atau 86,5% dari pagu APBN 2019 sebesar Rp1.786,4 triliun atau hanya tumbuh sekitar 1,7% secara tahunan, sedang penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp405 triliun atau melampaui target sebesar Rp378,3 triliun.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) telah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari sebelumnya pada kisaran 5,1% hingga 5,5% menjadi 5% hingga 5,4%.
Hal itu didasarkan pada pengaruh jangka pendek pemulihan ekonomi dunia pascawabah virus korona, di mana sangat berdampak pada pertumbuhan sektor pariwisata, perdagangan, dan investasi.
Meski pihak bank sentral telah mengoreksi pertumbuhan ekonomi tahun ini, namun tetap optimistis pertumbuhan ekonomi tahun depan diprediksi pada kisaran 5,2% hingga 5,6%. Dari sisi aliran modal asing ke pasar keuangan domestik, BI mencatat jumlah bersih mencapai USD6,3 miliar.
Adapun posisi cadangan devisa tercatat USD131,7 miliar hingga akhir Januari 2020 atau setara pembiayaan 7,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Pelambatan arus investasi ke Indonesia sebagai dampak dari wabah virus korona mulai terjadi. Sejak virus merebak dan melintasi batas negara, sebagaimana dinyatakan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, arus investasi ke Indonesia mulai terdampak.
Luhut mengungkapkan, PT Vale Indonesia yang sedang membangun smelter di Sulawesi senilai USD5 miliar terhambat karena pekerjanya banyak dari China.
Kalau proyek itu tertunda selama dua bulan, maka Indonesia akan kehilangan USD500 juta. Investasi Vale Indonesia yang terdampak wabah virus korona baru satu contoh.
Kabarnya, pengerjaan kereta cepat Jakarta-Bandung juga mulai mengkhawatirkan karena pasokan peralatan dari Negeri Tirai Bambu semakin menipis.
Jadi, dampak terhadap perekonomian domestik besar sekali yang ujungnya bakal berpengaruh pada anggaran negara.
(zil)