Soal Skandal Asuransi Jiwasraya, PDIP: Buka Saja Semua
A
A
A
JAKARTA - Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Darmadi Durianto meminta skandal PT Asuransi Jiwasraya yang merugikan keuangan negara hingga Rp13,7 triliun lebih diungkap tuntas.
Selama ini skandal Jiwasraya memunculkan berbagai spekulasi, termasuk dugaan aliran dana Jiwasraya untuk kepentingan Pemilu 2019.
”Kami punya kronologis lengkap, kita punya, buka saja. Toh, Bapak Jokowi bilang buka saja, kejaksaan buka, ketahuan tangkap!” ujar Darmadi dalam diskusi Dialektika Demokrasi dengan tema Tarik Ulur Pansus Jiwasraya, Siapa yang Berkepentingan? di Media Center MPR/DPR, Gedung Nusantara III Parlemen, Senayan, Kamis (20/2/2020).
Anggota Komisi VI DPR Ri ini mengatakan, saat ini ketika beberapa rekening yang terkait dengan skandal ini diblokir, langsung terjadi keributan bahkan ada keluhan dari pasar modal.
”Capital market bilang ini kejam benar dan berisik, saham-saham mulai jatuh, tapi keterbukaan ini yang diciptakan Pak Jokowi di era ini, jelas!” tuturnya. (Baca Juga: Demokrat Heran Pansus Jiwasraya Mandek)
Mengenai usulan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Jiwasraya, Darmadi mengatakan tidak ada urgensi dibentuk pansus karena hal terpenting adalah bagaimana supaya dana masyarakat selamat.
“Jumlahnya sangat banyak, yang tradisional saja 5,1 juta pemegang polis. Saya lihat saving plan ada 17.000. Jumlah saving plan ada yang harus ditalangi Rp6 triliun dengan total kebutuhan Rp32,89 triliun. Jadi yang pertama adalah bagaimana dana masyarakat ini selamat,” tuturnya.
Hal kedua adalah bagaimana PT Jiwasraya harus disehatkan, kemudian dianalisis. ”Kita dari Komisi VI jelas melihat bahwa opsi-opsi ada yang ditawarkan pemerintah itu jelas bahwa ada penyelamatan dana masyarakat. Bahkan mereka sudah guarantee bahwa ini pasti dikembalikan. Artinya dari sisi dana saja dan penyelamatan perusahaan Jiwasraya, itu sudah nggak ada masalah dan bisa diselesaikan oleh Kementerian BUMN lewat koordinasi kementerian lainnya dengan OJK dan sebagainya,” urainya.
Karena itu, menurutnya, dari sisi efektivitas, pihaknya melihat masing-masing komisi sudah mencoba jalan dengan membentuk panja.
“Misalkan Panja di Komisi VI berjalan efektif, di Komisi III mengawasi sisi hukumnya dan Jiwasraya dan kasus ini banyak sudah ditangkap. Komisi XI juga mengawasi sehingga kami tidak melihat bahwa ada urgensi untuk membentuk pansus. Pansus itu kalau kita melihat pansus dibentuk memang ada yang mampet, nggak bisa diselesaikan lewat Panja,” katanya.
Menurut Darmadi, opsi penyelamatan Jiwasraya paling lama bulan Maret karena Kementerian BUMN harus berkoordinasi dengan OJK untuk beberapa rencana penyelamatan, serta harus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Kejaksaan.
”Mereka janji akhir Maret sudah lahir opsi penyelamatan, setelah konsultasi dengan Komisi VI. Jadi, tentu saja kami juga melihat bahwa memang sasarannya adalah penyelamatan dan penyelamatan perusahaan Jiwasraya dan itu bisa dilakukan lewat Panja,” tuturnya.
Mengenai adanya dugaan aliran dana untuk kepentingan pilpres, Darmadi mengatakan bahwa kronologinya sudah jelas sehingga tak muncul berbagai dugaan.
“Kapan diangkat tiga direksi? Diangkat itu 2008 dan berakhir 2018. Kapan persetujuan saving plan terjadi? 2012 itu. Belum OJK, 2013 baru dipasarkan, kapan terjadi penciptaan konglomerat paling besar, itu di era mana, apakah di era sebelumnya? Enggak ada, di era ini, ada enggak?” tanya Darmadi.
Selama ini skandal Jiwasraya memunculkan berbagai spekulasi, termasuk dugaan aliran dana Jiwasraya untuk kepentingan Pemilu 2019.
”Kami punya kronologis lengkap, kita punya, buka saja. Toh, Bapak Jokowi bilang buka saja, kejaksaan buka, ketahuan tangkap!” ujar Darmadi dalam diskusi Dialektika Demokrasi dengan tema Tarik Ulur Pansus Jiwasraya, Siapa yang Berkepentingan? di Media Center MPR/DPR, Gedung Nusantara III Parlemen, Senayan, Kamis (20/2/2020).
Anggota Komisi VI DPR Ri ini mengatakan, saat ini ketika beberapa rekening yang terkait dengan skandal ini diblokir, langsung terjadi keributan bahkan ada keluhan dari pasar modal.
”Capital market bilang ini kejam benar dan berisik, saham-saham mulai jatuh, tapi keterbukaan ini yang diciptakan Pak Jokowi di era ini, jelas!” tuturnya. (Baca Juga: Demokrat Heran Pansus Jiwasraya Mandek)
Mengenai usulan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Jiwasraya, Darmadi mengatakan tidak ada urgensi dibentuk pansus karena hal terpenting adalah bagaimana supaya dana masyarakat selamat.
“Jumlahnya sangat banyak, yang tradisional saja 5,1 juta pemegang polis. Saya lihat saving plan ada 17.000. Jumlah saving plan ada yang harus ditalangi Rp6 triliun dengan total kebutuhan Rp32,89 triliun. Jadi yang pertama adalah bagaimana dana masyarakat ini selamat,” tuturnya.
Hal kedua adalah bagaimana PT Jiwasraya harus disehatkan, kemudian dianalisis. ”Kita dari Komisi VI jelas melihat bahwa opsi-opsi ada yang ditawarkan pemerintah itu jelas bahwa ada penyelamatan dana masyarakat. Bahkan mereka sudah guarantee bahwa ini pasti dikembalikan. Artinya dari sisi dana saja dan penyelamatan perusahaan Jiwasraya, itu sudah nggak ada masalah dan bisa diselesaikan oleh Kementerian BUMN lewat koordinasi kementerian lainnya dengan OJK dan sebagainya,” urainya.
Karena itu, menurutnya, dari sisi efektivitas, pihaknya melihat masing-masing komisi sudah mencoba jalan dengan membentuk panja.
“Misalkan Panja di Komisi VI berjalan efektif, di Komisi III mengawasi sisi hukumnya dan Jiwasraya dan kasus ini banyak sudah ditangkap. Komisi XI juga mengawasi sehingga kami tidak melihat bahwa ada urgensi untuk membentuk pansus. Pansus itu kalau kita melihat pansus dibentuk memang ada yang mampet, nggak bisa diselesaikan lewat Panja,” katanya.
Menurut Darmadi, opsi penyelamatan Jiwasraya paling lama bulan Maret karena Kementerian BUMN harus berkoordinasi dengan OJK untuk beberapa rencana penyelamatan, serta harus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Kejaksaan.
”Mereka janji akhir Maret sudah lahir opsi penyelamatan, setelah konsultasi dengan Komisi VI. Jadi, tentu saja kami juga melihat bahwa memang sasarannya adalah penyelamatan dan penyelamatan perusahaan Jiwasraya dan itu bisa dilakukan lewat Panja,” tuturnya.
Mengenai adanya dugaan aliran dana untuk kepentingan pilpres, Darmadi mengatakan bahwa kronologinya sudah jelas sehingga tak muncul berbagai dugaan.
“Kapan diangkat tiga direksi? Diangkat itu 2008 dan berakhir 2018. Kapan persetujuan saving plan terjadi? 2012 itu. Belum OJK, 2013 baru dipasarkan, kapan terjadi penciptaan konglomerat paling besar, itu di era mana, apakah di era sebelumnya? Enggak ada, di era ini, ada enggak?” tanya Darmadi.
(dam)