Demokrat Heran Usulan Pansus Jiwasraya Mandek
A
A
A
JAKARTA - Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah mengajukan usulan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Skandal Jiwasraya yang merugikan keuangan negara lebih dari Rp13,7 triliun.
Namun, hingga saat ini belum ada tindak lanjut. Padahal, surat permohonan sudah diterima pimpinan DPR. Anggota Fraksi Partai Demokrat DPR Syarif Hasan merasa heran usulan pembentukan Pansus Jiwasraya mandek di pimpinan DPR.
“Pertanyaannya setelah (surat pengajuan-red) diserahkan ke pimpinan, kok agak mandek. Saya enggak tahu apa karena jalan 'tolnya' ditutup atau ada hujan? Tapi saya kira kondisinya baik-baik saja. Ya kami minta dilanjutkan,” ujar Syarief Hasan saat berbicara dalam diskusi Dialektika Demokrasi dengan tema Tarik Ulur Pansus Jiwasraya, Siapa yang Berkepentingan? di Media Center MPR/DPR RI, Gedung Nusantara III Parlemen, Senayan, Kamis (20/2/2020).
Menurut Wakil Ketua MPR ini, semua kasus yang merugikan negara harus diungkap melalui pansus sehingga dasar untuk menindaklanjuti kinerja dan substansinya memiliki payung hukum yang lebih mengikat.
“Kasus Jiwasraya ini kerugian negara Rp13,7 triliun lebih, sekarang sudah berkembang hampir Rp17 triliun. Kami berpandangan bahwa untuk mengungkapkan secara transparan hanya bisa lewat pansus karena lintas fraksi dan komisi. Itu punya satu pemahaman dan kinerjanya pasti akan lebih baik,” katanya. (Baca Juga: Soal Usulan Pansus Jiwasraya, Pimpinan DPR: Jangan Suudzon)
Syarif mengatakan, pengajuan pembentukan pansus sudah dilakukan dua fraksi dengan jumlah yang menandatangani 104 orang. Padahal syarat minimal Cuma 25 orang dari satu fraksi.
“Kami menyadari secara politis ini banyak hambatan, tetapi ini demokrasi. Proses-proses yang sudah ditetapkan bersama harus dilanjutkan dan usulan ini sudah diterima pimpinan DPR sehingga harus ditindaklanjuti. Semua surat-surat yang masuk harus disampaikan ke paripurna,” tuturnya.
Dengan melalui pansus, kata Syarief, saksi-saksi atau ahli yang dipanggil akan tersumpah sehingga apa yang disampaikan betul-betul tidak ada yang disembunyikan.
“Kalau melalui pansus semua bisa diungkapkan ke masyarakat, siapa dalangnya, mengapa terjadi, berapa sesungguhnya kerugian negara, dan uang dari kasus ini bisa dideteksi kemana mengalirnya. Ini perlu dijelaskan ke masyarakat karena banyak rumor-rumor. Kalau panja kan sifatnya tertutup sehingga apa yang dilakukan semasa masa persidangan tak terungkap,” katanya.
Namun, hingga saat ini belum ada tindak lanjut. Padahal, surat permohonan sudah diterima pimpinan DPR. Anggota Fraksi Partai Demokrat DPR Syarif Hasan merasa heran usulan pembentukan Pansus Jiwasraya mandek di pimpinan DPR.
“Pertanyaannya setelah (surat pengajuan-red) diserahkan ke pimpinan, kok agak mandek. Saya enggak tahu apa karena jalan 'tolnya' ditutup atau ada hujan? Tapi saya kira kondisinya baik-baik saja. Ya kami minta dilanjutkan,” ujar Syarief Hasan saat berbicara dalam diskusi Dialektika Demokrasi dengan tema Tarik Ulur Pansus Jiwasraya, Siapa yang Berkepentingan? di Media Center MPR/DPR RI, Gedung Nusantara III Parlemen, Senayan, Kamis (20/2/2020).
Menurut Wakil Ketua MPR ini, semua kasus yang merugikan negara harus diungkap melalui pansus sehingga dasar untuk menindaklanjuti kinerja dan substansinya memiliki payung hukum yang lebih mengikat.
“Kasus Jiwasraya ini kerugian negara Rp13,7 triliun lebih, sekarang sudah berkembang hampir Rp17 triliun. Kami berpandangan bahwa untuk mengungkapkan secara transparan hanya bisa lewat pansus karena lintas fraksi dan komisi. Itu punya satu pemahaman dan kinerjanya pasti akan lebih baik,” katanya. (Baca Juga: Soal Usulan Pansus Jiwasraya, Pimpinan DPR: Jangan Suudzon)
Syarif mengatakan, pengajuan pembentukan pansus sudah dilakukan dua fraksi dengan jumlah yang menandatangani 104 orang. Padahal syarat minimal Cuma 25 orang dari satu fraksi.
“Kami menyadari secara politis ini banyak hambatan, tetapi ini demokrasi. Proses-proses yang sudah ditetapkan bersama harus dilanjutkan dan usulan ini sudah diterima pimpinan DPR sehingga harus ditindaklanjuti. Semua surat-surat yang masuk harus disampaikan ke paripurna,” tuturnya.
Dengan melalui pansus, kata Syarief, saksi-saksi atau ahli yang dipanggil akan tersumpah sehingga apa yang disampaikan betul-betul tidak ada yang disembunyikan.
“Kalau melalui pansus semua bisa diungkapkan ke masyarakat, siapa dalangnya, mengapa terjadi, berapa sesungguhnya kerugian negara, dan uang dari kasus ini bisa dideteksi kemana mengalirnya. Ini perlu dijelaskan ke masyarakat karena banyak rumor-rumor. Kalau panja kan sifatnya tertutup sehingga apa yang dilakukan semasa masa persidangan tak terungkap,” katanya.
(dam)