Pemerintah Tak Bisa Jamin Manfaat Peserta Taspen Tak Berkurang

Selasa, 18 Februari 2020 - 04:24 WIB
Pemerintah Tak Bisa Jamin Manfaat Peserta Taspen Tak Berkurang
Pemerintah Tak Bisa Jamin Manfaat Peserta Taspen Tak Berkurang
A A A
JAKARTA - Pemerintah tidak mampu menjelaskan dan menjawab permintaan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait jaminan bahwa manfaat yang akan diterima peserta tidak akan berkurang apabila program Taspen dialihkan ke Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS).

Hal ini terkuak pada persidangan uji materi terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 24/2011 tentang BPJS yang mengatur pengalihan program Taspen ke BPJS Ketenagakerjaan.

(Baca juga: Jokowi Diminta Jawab Harapan Publik Soal HAM dan Intoleransi)

Saat memberi keterangan di depan majelis, ahli yang mewakili pemerintah mengatakan bahwa manfaat peserta Taspen tidak akan berkurang apabila program tunjangan hari tua (THT) maupun pensiun dialihkan ke BPJS.

Dia juga mengatakan, manfaat yang diperoleh aparatur sipil negara (ASN) maupun pejabat negara diberikan sebagai hak maupun penghargaan.

"Tunjangan hari tua itu merupakan hak yang mana ini bagian dari jaminan sosial," ujar Indra Budi Sumantoro, Ketua Komisi Kebijakan Umum Dewan jaminan Sosial Nasional (DJSN) di Gedung MK, Senin (17/2/2020).

"Sementara yang merupakan penghargaan adalah program-program kesejahteraan yang mana nantinya bisa tetap dijalankan oleh Taspen," tambahnya.

Menanggapi keterangan tersebut, majelis MK mengatakan, seluruh yang disampaikan ahli hanya sebatas menambahkan keterangan pemerintah sebelumnya, namun tidak menyentuh substansi.

Dalam hal ini, MK meminta ahli menyuguhkan skema atau simulasi yang bisa menjamin bahwa manfaat para pemohon yang notabene adalah peserta Taspen tidak akan berkurang apabila program THT dan pembayaran pension dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan.

"Bagaimana saudara ahli bisa menjamin tidak ada penurunan (manfaat), sementara belum ada perhitungan dan peraturan yang mengatur mengenai skema pemberian manfaat apabila dialihkan," ucap hakim MK Saldi Isra.

"Berdasarkan keterangan pihak terkait pada sidang sebelumnya, jumlah peserta Taspen sekarang sekitar 4 juta. Kalau nanti digabung dengan BPJS, jumlahnya jadi 20 juta. Artinya pembaginya lebih besar. Lalu, bagaimana manfaat tidak akan berkurang?" sambungnya.

Hakim MK lainnya, Arief Hidayat mengatakan, hampir dipastikan para pemohon uji materi akan mengalami kerugian konkret dari penurunan nilai manfaat berdasarkan simulasi perhitungan menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45/2015.

Para pemohon dalam dalilnya juga menyatakan kerugian akibat adanya potensi penurunan pelayanan, karena saat ini merasakan benar pelayanan Taspen yang prima.

Sementara, pemerintah sejauh ini belum bisa memberikan bukti bahwa tidak akan terjadi pengurangan manfaat maupun pelayanan bagi para pemohon uji materi.

"Jadi sejauh ini, apa yang didalilkan para pemohon terkait kerugian konstitusional adalah benar. Hal ini diperkuat dengan ketrangan atau perhitungan Taspen sebagai pihak terkait," ujar Arief.

Diketahui, Sebanyak 18 orang yang terdiri atas pensiunan dan PNS aktif termasuk Mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Prof Mohammad Saleh mengajukan permohonan uji materi ke MK atas UU Nomor 24/2011 tentang BPJS.

Mereka memohon pengujian pada sejumlah pasal, terutama Pasal 57 huruf f, Pasal 65 Ayat (2), dan Pasal 66 mengenai pengalihan program THT dan program pembayaran pensiun dari PT Taspen (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029.

Kuasa hukum pemohon, Andi Muhammad Asrun mengatakan, pasal-pasal yang mengatur pengalihan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 28H Ayat (3) dan Pasal 34 Ayat (2) yang menjamin hak konstitusional pemohon untuk mendapatkan jaminan sosial.

Adanya pelanggaran terhadap hak konstitusional itu bisa dibuktikan dengan adanya potensi kerugian yang konkret, baik material maupun imaterial.

"Sebuah undang-undang itu dibuat untuk memberikan manfaat yang lebih baik, bukan justru berpotensi merugikan pihak yang diatur oleh undang-undang. Ingat, meskipun sifatnya baru potential lost, undang-undang itu sudah bisa diuji ke MK," ujarnya.

Asrun menjelaskan, kerugian material yang dimaksud adalah adanya potensi penurunan nilai manfaat yang diterima pemohon serta adanya sejumlah hak atas tunjangan yang hilang, yaitu tunjangan beras, tunjangan istri, tunjangan anak, pensiun/gaji ke-13, tunjangan hari raya (THR), dan uang duka wafat yang sebesar tiga kali tunjangan pokok pensiun.

Hal ini menurut Asrun terajadi karena perbedaan tata kelola apenyelenggaraan jaminan sosial antara ASN maupun pejabat negara dengan pekerja nonpemerintahan (swasta).

"Saat ini, pengaturan mengenai tunjangan untuk pensiunan PNS itu mengacu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969, sementara kalau nanti dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaaan, yang digunakan adalah PP 45/2015. Peraturan pemerintah ini hanya mengatur tunjangan pokok yang nilainya turun signifikan dan tidak mengatur hak-hak lainnya yang selama ini diperoleh pemohon," papar Asrun.

Salah seorang pemohon, Achyar Hanafi, mengatakan akan terdapat perbedaan penerimaan yang signifikan apabila pengelolaan dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan.

"Hitung-hitungan saya berdasarkan gaji pokok, tunjangan istri 10 persen dan tunjangan beras dan lainnya, total sekitar Rp4,6 juta. Kalau saya bandingkan di BPJS Ketenagakerjaan yang dasarnya adalah PP 45/2015, maka hanya dapat tunjangan pokok Rp 1,7 juta karena tidak diatur adanya tunjangan istri dan tunjangan anak," paparnya.

Sementara itu, kerugian immaterial yang akan diterima di antaranya adalah, potensi penurunan pelayanan prima yang saat ini dirasakan oleh para pemohon.

"Saat ini kami sudah merasakan pelanan yang prima dari Taspen, Di antaranya layanan one hour service dan klaim otomatis. Kami khawatir nati kalau dialihkan pelayanannya justru menurun," kata pemohon lainnya R Sulakmono Kamso.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5384 seconds (0.1#10.140)