Menteri PPPA Apresiasi Inisiasi PP Muslimat NU Cegah Pernikahan Anak
A
A
A
JAKARTA - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengapresiasi inisiasi Pimpinan Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) yang bekerja sama dengan UNICEF Indonesia dalam pencegahan pernikahan usia anak.
“Saya menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya Muslimat NU sudah berinisiasi melaksanakan kegiatan ini,” ujarnya dalam acara Bahtsul Masail PP Muslimat NU bersama UNICEF Indonesia dalam Pencegahan Pernikahan Usia Anak 14-16 Februari 2020, di Jakarta, Minggu (16/2/2020).
Bintang menyatakan keprihatinannya bahwa pada masyarakat dengan sosial ekonomi dan tingkat pendidikan rendah, seringkali orang tua mengawinkan anaknya pada usia muda. Padahal, katanya selain anak belum siap secara fisik dan mental, pernikahan usia anak berdampak pada berbagai aspek kehidupan anak seperti kesehatan dan pendidikan.
Ia menjelaskan bahwa di Indonesia menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 sebanyak satu dari 9 anak atau 11,21% perempuan usia 20-24 tahun berstatus kawin sebelum umur 18 tahun. “Mudah-mudahan inisiasi ini menjadi komitmen bersama serta memberikan inspirasi bagi kita semua. Namun, di sini komitmen itu benar-benar dipegang oleh PP muslimat NU, tidak hanya penandatanganan saja, tapi betul-betul diimplementasikan melalui wujud bahtsul masail ini,” jelas Bintang.
Bintang mengatakan sesuai instruksi Presiden Joko Widodo menargetkan penurunan angka perkawinan anak dari 11,2% menjadi 8,74%. Ia pun menegaskan bahwa pihaknya optimistis dan hal ini bukan hanya mimpi dengan bantuan semua pihak.
“Tahun 2024 angka perkawinan anak harus mampu turun dari 11,21% menjadi 8,74%. Bagi saya itu bukan mimpi. Saya yakin, saya optimis itu dapat diwujudkan dengan jalan bergandengan tangan semua stakeholder yang ada. Seperti upaya nyata yang diimplementasikan oleh Muslimat NU dan UNICEF melalui Bahtsul Masail. Kami sangat mengapresiasi,” tegas Bintang.
Sementara itu, Ketua bidang Hubungan Luar Negeri Muslimat NU, Yenny Wahid yang turut hadir menerangkan pentingnya melibatkan organisasi berbasis agama dalam upaya pencegahan pernikahan anak. Dengan agama, kata Yenni dipercayai menjadi salah satu upaya yang cukup efektif di dalam mengubah perilaku di masyarakat terutama pencegahan pernikahan dini.
“Salah satu strategi paling ampuh yang menjadi tren dunia saat ini adalah pelibatan organisasi berbasis agama. Persoalan perkawinan usia anak ini merupakan persoalan cukup besar, sehingga pelibatan umat Islam di Indonesia menjadi penting dalam pencegahan perkawinan anak dan memperbaiki indeks pembangunan manusia ke depan,” terang Yenny.
Keterlibatan Muslimat NU dalam persoalan pencegahan pernikahan usia anak, kata Yenny akan sangan efektif untuk menyampaikan pesan kepada seluruh masyarakat Indonesia. Pasalnya, Muslimat NU memiliki anggota mencapai 20 juta yang tersebar di berbagai daerah dan struktural hingga tingkat desa.
“Jadi dari sana nilai-nilai yang ditularkan itu menjadi semakin mudah karena jaringannya sudah sampai ke tingkat Desa. Jadi Unicef dan KPPPA melibatkan Muslimat ini menjadi sangat tepat karena cakupan kita sudah sampai ke tingkat ranting, desa, bahkan RW, dan ibu-ibunya punya komitmen tinggi untuk terlibat dalam berbagai upaya untuk kesejahteraan masyarakat,” jelas Yenny.
Dewan Pakar Bahtsul Masail PP Muslimat NU, Mursyida Thahir mengatakan bahwa pihaknya ingin mengambil peran pencegahan perkawinan anak salah satnya melalui pembuatan buku pedoman pencegahan perkawinan anak.
“Kami ingin mengambil peran penting pencegahan pernikahan anak melalui Bahtsul Masail dan pembuatan buku pedoman pencegahan pernikahan pada anak. Nantinya, buku tersebut disosialisasikan tidak hanya terbatas pada Muslimat NU di seluruh Indonesia namun juga untuk masyarakat luas,” jelas Mursyida.
“Saya menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya Muslimat NU sudah berinisiasi melaksanakan kegiatan ini,” ujarnya dalam acara Bahtsul Masail PP Muslimat NU bersama UNICEF Indonesia dalam Pencegahan Pernikahan Usia Anak 14-16 Februari 2020, di Jakarta, Minggu (16/2/2020).
Bintang menyatakan keprihatinannya bahwa pada masyarakat dengan sosial ekonomi dan tingkat pendidikan rendah, seringkali orang tua mengawinkan anaknya pada usia muda. Padahal, katanya selain anak belum siap secara fisik dan mental, pernikahan usia anak berdampak pada berbagai aspek kehidupan anak seperti kesehatan dan pendidikan.
Ia menjelaskan bahwa di Indonesia menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 sebanyak satu dari 9 anak atau 11,21% perempuan usia 20-24 tahun berstatus kawin sebelum umur 18 tahun. “Mudah-mudahan inisiasi ini menjadi komitmen bersama serta memberikan inspirasi bagi kita semua. Namun, di sini komitmen itu benar-benar dipegang oleh PP muslimat NU, tidak hanya penandatanganan saja, tapi betul-betul diimplementasikan melalui wujud bahtsul masail ini,” jelas Bintang.
Bintang mengatakan sesuai instruksi Presiden Joko Widodo menargetkan penurunan angka perkawinan anak dari 11,2% menjadi 8,74%. Ia pun menegaskan bahwa pihaknya optimistis dan hal ini bukan hanya mimpi dengan bantuan semua pihak.
“Tahun 2024 angka perkawinan anak harus mampu turun dari 11,21% menjadi 8,74%. Bagi saya itu bukan mimpi. Saya yakin, saya optimis itu dapat diwujudkan dengan jalan bergandengan tangan semua stakeholder yang ada. Seperti upaya nyata yang diimplementasikan oleh Muslimat NU dan UNICEF melalui Bahtsul Masail. Kami sangat mengapresiasi,” tegas Bintang.
Sementara itu, Ketua bidang Hubungan Luar Negeri Muslimat NU, Yenny Wahid yang turut hadir menerangkan pentingnya melibatkan organisasi berbasis agama dalam upaya pencegahan pernikahan anak. Dengan agama, kata Yenni dipercayai menjadi salah satu upaya yang cukup efektif di dalam mengubah perilaku di masyarakat terutama pencegahan pernikahan dini.
“Salah satu strategi paling ampuh yang menjadi tren dunia saat ini adalah pelibatan organisasi berbasis agama. Persoalan perkawinan usia anak ini merupakan persoalan cukup besar, sehingga pelibatan umat Islam di Indonesia menjadi penting dalam pencegahan perkawinan anak dan memperbaiki indeks pembangunan manusia ke depan,” terang Yenny.
Keterlibatan Muslimat NU dalam persoalan pencegahan pernikahan usia anak, kata Yenny akan sangan efektif untuk menyampaikan pesan kepada seluruh masyarakat Indonesia. Pasalnya, Muslimat NU memiliki anggota mencapai 20 juta yang tersebar di berbagai daerah dan struktural hingga tingkat desa.
“Jadi dari sana nilai-nilai yang ditularkan itu menjadi semakin mudah karena jaringannya sudah sampai ke tingkat Desa. Jadi Unicef dan KPPPA melibatkan Muslimat ini menjadi sangat tepat karena cakupan kita sudah sampai ke tingkat ranting, desa, bahkan RW, dan ibu-ibunya punya komitmen tinggi untuk terlibat dalam berbagai upaya untuk kesejahteraan masyarakat,” jelas Yenny.
Dewan Pakar Bahtsul Masail PP Muslimat NU, Mursyida Thahir mengatakan bahwa pihaknya ingin mengambil peran pencegahan perkawinan anak salah satnya melalui pembuatan buku pedoman pencegahan perkawinan anak.
“Kami ingin mengambil peran penting pencegahan pernikahan anak melalui Bahtsul Masail dan pembuatan buku pedoman pencegahan pernikahan pada anak. Nantinya, buku tersebut disosialisasikan tidak hanya terbatas pada Muslimat NU di seluruh Indonesia namun juga untuk masyarakat luas,” jelas Mursyida.
(kri)