Soal Pemindahan Ibu Kota, Politikus PDIP Usulkan Referendum

Selasa, 11 Februari 2020 - 19:15 WIB
Soal Pemindahan Ibu...
Soal Pemindahan Ibu Kota, Politikus PDIP Usulkan Referendum
A A A
JAKARTA - Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) berencana memindahkan ibu kota negara ke Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Kaltim). Pemindahan akan dilakukan bertahap hingga 2024. Namun, rencana Jokowi memindahkan Ibu Kota Negara ke Kaltim ini mendapatkan kritikan dari politikus PDI Perjuangan (PDIP) Effendi MS Simbolon.

Anggota Komisi I DPR RI ini mengatakan, seharusnya untuk memindahkan Ibu Kota Negara perlu melibatkan suara masyarakat melalui referendum. "Karena ini menyangkut bukan hanya (keinginan) Bapak Jokowi semata, ini menyangkut jati diri bangsa, dan jati diri bangsa ini kan tidak ujug-ujug datang. Kita ini kan berbagai ratusan suku bangsa yang berkomitmen dalam suatu wadah NKRI dan melaju dengan kapal besar bernama Indonesia, maka perlu kebersamaan," tuturnya dalam diskusi Forum Legislasi bertema 'RUU Omnibus Law, Mana yang Prioritas, Mana yang Pending?' di Media Center Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2020).

Effendi Simbolon mengatakan, untuk memutuskan membangun sebuah program yang sangat strategis, seyogianya harus mendapatkan keputusan dari referendum. "Ini sangat penting karena ini menyangkut hal yang sangat prinsip. Dan, membangun Ibu Kota bukan (seperti) membangun PIK (Pantai Indah Kapuk) 2 atau BSD (Kompleks Perumahan Bumi Serpong Damai) begitu, itu ada uang, ada developer, ada desain, selesai itu, tapi membangun Ibu Kota itu membangun peradaban dan itu evolusi, evolusi bertahap. Sunda Kelapa ini juga menjadi Sunda Kelapa ada riwayatnya. Bagaimana Singapura, bagaimana Malaysia, bagaimana dan seterusnya," katanya.

Menurutnya, memindahkan sebuah Ibu Kota bukan hal sederhana sekadar mewujudkan sebuah keinginan Presiden kemudian digodok oleh DPR, meskipun itu belum tentu sesuai dengan keputusan batiniah dari DPR. "Apakah iya kita sudah pada posisi harus gitu (pindah Ibu Kota)? Sebaiknya Bapak Jokowi membawa (wacana) ini, ajaklah rakyatmu ini, temanmu ini, temanmu ketika kau masih Presiden dan temanmu ketika kau tidak lagi Presiden, bersama dengan girang-gembira," tuturnya. (Baca Juga: Pindahkan Ibu Kota, Pemerintah Harus Pikirkan Nasib BMN di Jakarta).

Effendi mengatakan, dalam membangun sebuah bangsa harus dilakukan secara bersama-sama dengan rakyat. "Jangan seolah pemerintah tuan dan rakyat itu kemudian budak, beda. Ini kedaulatan ada di rakyat. Ajaklah bersama bergembira, kemudian kita akhirnya hubungan itu hubungan emosionalnya itu dapat," urainya.

Menurutnya, hubungan yang dibanghun pemerinthan Jokowi dengan rakyatnya terlalu kaku sehingga seolah-olah antara penguasa dengan dengan rakyatnya selalu berhadap-hadapan. "Oleh karena itu, ini contoh saja, contoh saja, ketika kita memutuskan sebuah keputusan yang sangat strategis, hendaknya melalui forum referendum. ‘Oh..., nanti kebiasaan (selalu lewat referendum) Pak’. Betul, tetapi untuk hal-hal tertentu (referendum) penting. Apakah tidak penting pemindahan Ibu Kota? Penting Bapak!" serunya.

Dia mencontohkan jika sebuah negara memutuskan untuk berperang pun memerlukan persetujuan dari DPR dan rakyat untuk ikut berikan andil memberikan persetujuan. "Menggeser pasukan 40 orang saja ke Australia untuk urusan membantu banjir dan kebakaran itu saja perlu meminta persetujuan dari DPR, apalagi memindahkan Ibu Kota," katanya.

Effendi juga menanyakan alasan pemerintah memutuskan untuk memindahkan Ibu Kota ke Penajam Paser Utara. Padahal, dulu Bung Karno menginginkan pindah ke Palangka Raya. "Saya nggak tahu apa urusannya ke Penajam, apa dasar psikologis, dasar filosofis apa?" katanya. (Baca Juga: Tidak Mungkin Dalam Waktu Dekat Ibu Kota Akan Bisa Pindah).

Diketahui, rencananya dalam Omnibus Law yang saat ini drafnya masih digodok pemerintah, salah satunya ada Rancangan Undang-Undang (RUU) Ibu Kota Negara.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.4168 seconds (0.1#10.140)