Tidak Mungkin Dalam Waktu Dekat Ibu Kota Akan Bisa Pindah
A
A
A
CANBERRA - DPR RI terus membangun hubungan baik dengan Parlemen Australia. Peran aktif Parlemen Indonesia dalam Asia-Pacific Parliamentary Forum (APPF) Ke-28 di Canberra membuktikan niat baik Indonesia dalam meningkatkan hubungan dengan Australia, khususnya dan negara-negara Asia-Pasifik pada umumnya.
Dalam forum APPF, Ketua DPR Puan Maharani menyoroti pentingnya perjuangan perempuan agar sejajar dengan laki-laki (equality gender). Di forum bilateral dengan Ketua Parlemen Australia Tony Smith dibicarakan sejumlah isu krusial, yakni mulai dari kebakaran hutan di Australia, Indonesia Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IACEPA), rencana kedatangan Presiden Joko Widodo ke Canberra, hingga rencana pemindahan ibu kota Indonesia dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur.
Di mana, DPR RI akan menjadikan Canberra sebagai salah satu rujukan dalam membahas RUU Ibu Kota Baru. Berikut petikan wawancara eksklusif dengan cucu Proklamator Bung Karno tersebut di Canberra beberapa waktu lalu:
Apa poin-poin penting tema pembicaraan Ibu dengan Ketua DPR Australia Tony Smith?
Pertama, saya mengucapkan turut belasungkawa atas korban yang jatuh karena kebakaran hutan yang ada di Australia. Dan, juga memberikan simpati kepada masyarakat yang terdampak.
Dan, kami juga menyampaikan bahwa Pemerintah (Indonesia) juga sudah menyampaikan apa yang bisa dibantu oleh Indonesia kepada Pemerintah Australia dalam penanganan bencana kebakaran hutan ini. Kami menunggu kira-kira apa saja yang diperlukan oleh Pemerintah Australia terkait dengan kebutuhan yang bisa diberikan oleh Pemerintah Indonesia dalam penanganan bencana kebakaran yang terjadi di Australia ini.
Apa tema lain yang dibicarakan?
Terkait IACEPA, Australia sudah selesai meratifikasi. Karenanya, semoga selambat-lambatnya bulan depan, dengan Pemerintah Indonesia dan DPR RI sedang menyelesaikan ratifikasi terkait hal itu. Dan, rencana kedatangan Presiden (Joko Widodo) pada awal bulan Februari ke Canberra Australia ini. Ada kemungkinan (Presiden Jokowi) hadir di Gedung Parlemen Australia.Karenanya, sebelum kedatangan Presiden Jokowi, kami harapkan ratifikasi terkait dengan IACEPA di pihak Indonesia juga bisa kami selesaikan. Jadi hal-hal itu yang saya sampaikan kepada Honorable Tony Smith, di mana Indonesia sebagai partner kerja sama dengan Australia siap untuk bisa meningkatkan dan memperkuat kerja sama kedua negara.
Bagaimana tanggapan Pak Smith dengan hal tersebut?
Tentu saja beliau menanggapi secara positif terkait kedua hal tersebut dan merupakan satu hal yang sangat baik jika memang itu bisa segera dilakukan. Dan, yang terakhir kami membicarakan terkait dengan keinginan Pemerintah Indonesia untuk bisa memindahkan ibu kota negara dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur.
Australia melalui Canberra mempunyai pengalaman atau sejarah tentang hal itu, yang sudah dilakukan sejak tahun 2013, tapi sampai sekarang pun pembangunan yang dilakukan di Canberra masih belum selesai. Kalau ditanya kapan selesainya, menurut Honorable Pak Tony Smith, beliau mengatakan never, artinya tidak akan selesai. Bukan artinya tidak selesai, karena pembangunan satu ibu kota ini memang membutuhkan waktu yang lama dengan pertimbangan-pertimbangan yang matang dan tentu saja dengan mengikuti zaman yang ada.
Berarti apakah Indonesia akan meniru Australia dalam pemindahan ibu kota?
Australia menjadi salah satu hal yang dicari atau dikaji pengalamannya atau sejarahnya dalam pemindahan ibu kota walaupun ada juga tempat-tempat lain yang kemudian kita juga coba untuk analisa dan kaji untuk kita jadikan sebagai contoh. Jadi, saya akan meminta kepada pemerintah untuk kemudian bisa mempertimbangkan secara matang hal-hal terkait yang sudah dilakukan sehingga Canberra menjadi ibu kota negara Australia.
Saat ini DPR akan mulai membahas terkait dengan Undang-Undang Ibu Kota Negara Baru. Karenanya, tentu saja pengalaman yang sudah didapat oleh Australia ini kemudian kita juga bisa pertimbangkan untuk menjadi hal yang akan kita bahas dalam rancangan Undang-Undang Ibu Kota Baru.
Jadi menurut Ibu, pemindahan ibu kota Indonesia belum bisa dilakukan dalam waktu dekat?
Kalau melihat pengalaman yang terjadi di Australia ini, sepertinya saya harus mengatakan bahwa tidak mungkin dalam waktu dekat itu ibu kota akan bisa pindah.
Terkait APPF, apa pertimbangan ibu bersedia datang ke Australia yang sedang dilanda kebakaran dengan segala risiko-risikonya?
Tentu saja pertimbangannya sudah cukup matang. Pertama, negara Australia meyakinkan bahwa semua delegasi yang akan hadir ke APPF yang dilakukan di Canberra ini tentu saja tidak akan terdampak hal-hal yang negatif. Artinya, masih dalam posisi yang aman untuk dikunjungi. Dan, apa yang menjadi agenda dari APPF ini menurut saya merupakan salah satu hal yang penting dari tiap konferensi yang ada.
Yang terkait dengan apa yang kemudian saya datang hari ini adalah gender equality. Artinya, Indonesia sudah pernah punya presiden pertama perempuan (Megawati Soekarnoputri), sudah pernah punya wakil presiden perempuan. Sekarang ketua DPR pertama perempuan, artinya Indonesia itu sudah siap untuk bisa memberikan contoh ataupun solusi yang konkret kepada 27 negara-negara yang lain yang tergabung dalam APPF ini. Bahwa kita ini mendukung gender equality.
Terkait gender equality, apa poin-poin penting yang Ibu sampaikan di sidang APPF?
Bahwa di DPR saat ini kita mempunyai kuota 30% perempuan untuk masuk ke legislatif. Sekarang sudah ada 118 perempuan yang masuk ke DPR RI atau 21%. Artinya, setiap periode selama lima tahun pemilu sudah ada peningkatan terkait dengan gender equality. Juga terkait dengan hal edukasi, pendidikan, kemudian lain-lainnya yang dibicarakan dalam program-program lain di APPF ini tentu saja DPR RI merupakan satu tempat yang sangat baik untuk menjalin komunikasi dengan negara-negara Asia-Pasifik.
Perjuangan gender equality ini kan belum selesai. Apa tantangan terbesarnya?
Banyak hal yang kemudian harus kita benahi. Salah satunya adalah budaya. Karena di setiap negara pasti ada hal yang sangat berbeda-beda yang menghambat gender equality. Nah, ini yang kemudian harus kita pahami masing-masing dari setiap posisinya bahwa kita harus memberikan kesempatan kepada perempuan sama dengan kesempatan kepada para laki-laki. Yakni, untuk bisa masuk ke semua posisi dan bidang yang sesuai dengan keahliannya untuk bersama-sama berjuang bekerja bersama para lelaki.
Menurut Ibu, apa sumber daya manusia (SDM) perempuan sudah siap bersaing dengan para lelaki?
SDM itu sebenarnya sudah siap, hanya hambatannya itu kembali budaya. Misalnya seperti di Indonesia, kadang kalau kita itu harus memilih anak lelaki atau anak perempuan yang kemudian sekolahnya harus sampai tinggi, rata-rata kebanyakan satu keluarga itu memilih untuk menyekolahkan anak laki-lakinya lebih tinggi daripada anak perempuan. Namun, inilah yang kemudian kita harus dorong bersama-sama bahwa laki-laki dan perempuan itu mempunyai hak yang sama dalam bidang pendidikan dan lain-lain.
Bagaimana regulasi yang mendukung gender equality di Indonesia?
Regulasi sudah banyak yang kita lakukan. Salah satunya adalah UU tentang Perkawinan dan lain-lain itu tentu saja menjaga bagaimana hak-hak dasar dari perempuan itu bisa terjaga. Namun, saya rasa kita masih perlu dorong regulasi lain yang masih belum selesai untuk bisa mendukung hak-hak dasar dari perempuan untuk bisa sama-sama mengekstensikan dirinya sama seperti laki-laki.
Ibu adalah salah satu contoh bagaimana perempuan bisa sejajar dengan laki-laki. Apa pesan dan harapan Ibu terhadap para perempuan?
Semangat, kita bisa. Belajar terus dan jangan pernah kita merasa bahwa kita tidak bisa. Jadi, hal-hal yang kemudian menghambat itu adalah satu perjuangan yang memang harus kita lakukan untuk mencapai keberhasilan. Jadi, yang pasti terus belajar cari pengalaman, jangan pernah tidak semangat. Tetap semangat walaupun hambatan di depan mata itu tetap banyak. Tapi, ini masalahnya adalah perjuangan untuk seluruh perempuan bukan hanya di Indonesia, tapi juga perempuan yang ada di dunia. Kita pasti bisa.
Apa harapan Ibu pada APPF Ke-28 ini?
Saya berharap hasil dari APPF ini akan menghasilkan hal-hal yang konkret untuk kemajuan bangsa dan negara. Tentu saja terkait dengan sinergi dan koordinasi dengan negara-negara Asia-Pasifik. Karena negara-negara Asia-Pasifik ini ke depannya akan memiliki peran yang sangat penting dalam setiap diplomasi politik atau ekonomi yang akan kita lakukan di semua persidangan.
Makna APPF bagi kepentingan nasional kita seperti apa?
Bahwa negara-negara Asia-Pasifik ini kan kalau kita nanti kaitkan dengan diplomasi politik atau ekonomi misalnya Papua ini akan sangat besar sekali pengaruhnya. Karena kita, Indonesia atau Papua, itu sangat berdekatan dengan negara-negara Asia-Pasifik. Jadi, kalau kita bisa kemudian mempunyai diplomasi politik dan ekonomi yang lebih erat tentu saja sinergi ini akan kita bisa lakukan seperti saat kita melakukan diplomasi politik dan ekonomi dengan negara-negara Asia atau negara-negara ASEAN. (dwi sasongko)
Dalam forum APPF, Ketua DPR Puan Maharani menyoroti pentingnya perjuangan perempuan agar sejajar dengan laki-laki (equality gender). Di forum bilateral dengan Ketua Parlemen Australia Tony Smith dibicarakan sejumlah isu krusial, yakni mulai dari kebakaran hutan di Australia, Indonesia Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IACEPA), rencana kedatangan Presiden Joko Widodo ke Canberra, hingga rencana pemindahan ibu kota Indonesia dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur.
Di mana, DPR RI akan menjadikan Canberra sebagai salah satu rujukan dalam membahas RUU Ibu Kota Baru. Berikut petikan wawancara eksklusif dengan cucu Proklamator Bung Karno tersebut di Canberra beberapa waktu lalu:
Apa poin-poin penting tema pembicaraan Ibu dengan Ketua DPR Australia Tony Smith?
Pertama, saya mengucapkan turut belasungkawa atas korban yang jatuh karena kebakaran hutan yang ada di Australia. Dan, juga memberikan simpati kepada masyarakat yang terdampak.
Dan, kami juga menyampaikan bahwa Pemerintah (Indonesia) juga sudah menyampaikan apa yang bisa dibantu oleh Indonesia kepada Pemerintah Australia dalam penanganan bencana kebakaran hutan ini. Kami menunggu kira-kira apa saja yang diperlukan oleh Pemerintah Australia terkait dengan kebutuhan yang bisa diberikan oleh Pemerintah Indonesia dalam penanganan bencana kebakaran yang terjadi di Australia ini.
Apa tema lain yang dibicarakan?
Terkait IACEPA, Australia sudah selesai meratifikasi. Karenanya, semoga selambat-lambatnya bulan depan, dengan Pemerintah Indonesia dan DPR RI sedang menyelesaikan ratifikasi terkait hal itu. Dan, rencana kedatangan Presiden (Joko Widodo) pada awal bulan Februari ke Canberra Australia ini. Ada kemungkinan (Presiden Jokowi) hadir di Gedung Parlemen Australia.Karenanya, sebelum kedatangan Presiden Jokowi, kami harapkan ratifikasi terkait dengan IACEPA di pihak Indonesia juga bisa kami selesaikan. Jadi hal-hal itu yang saya sampaikan kepada Honorable Tony Smith, di mana Indonesia sebagai partner kerja sama dengan Australia siap untuk bisa meningkatkan dan memperkuat kerja sama kedua negara.
Bagaimana tanggapan Pak Smith dengan hal tersebut?
Tentu saja beliau menanggapi secara positif terkait kedua hal tersebut dan merupakan satu hal yang sangat baik jika memang itu bisa segera dilakukan. Dan, yang terakhir kami membicarakan terkait dengan keinginan Pemerintah Indonesia untuk bisa memindahkan ibu kota negara dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur.
Australia melalui Canberra mempunyai pengalaman atau sejarah tentang hal itu, yang sudah dilakukan sejak tahun 2013, tapi sampai sekarang pun pembangunan yang dilakukan di Canberra masih belum selesai. Kalau ditanya kapan selesainya, menurut Honorable Pak Tony Smith, beliau mengatakan never, artinya tidak akan selesai. Bukan artinya tidak selesai, karena pembangunan satu ibu kota ini memang membutuhkan waktu yang lama dengan pertimbangan-pertimbangan yang matang dan tentu saja dengan mengikuti zaman yang ada.
Berarti apakah Indonesia akan meniru Australia dalam pemindahan ibu kota?
Australia menjadi salah satu hal yang dicari atau dikaji pengalamannya atau sejarahnya dalam pemindahan ibu kota walaupun ada juga tempat-tempat lain yang kemudian kita juga coba untuk analisa dan kaji untuk kita jadikan sebagai contoh. Jadi, saya akan meminta kepada pemerintah untuk kemudian bisa mempertimbangkan secara matang hal-hal terkait yang sudah dilakukan sehingga Canberra menjadi ibu kota negara Australia.
Saat ini DPR akan mulai membahas terkait dengan Undang-Undang Ibu Kota Negara Baru. Karenanya, tentu saja pengalaman yang sudah didapat oleh Australia ini kemudian kita juga bisa pertimbangkan untuk menjadi hal yang akan kita bahas dalam rancangan Undang-Undang Ibu Kota Baru.
Jadi menurut Ibu, pemindahan ibu kota Indonesia belum bisa dilakukan dalam waktu dekat?
Kalau melihat pengalaman yang terjadi di Australia ini, sepertinya saya harus mengatakan bahwa tidak mungkin dalam waktu dekat itu ibu kota akan bisa pindah.
Terkait APPF, apa pertimbangan ibu bersedia datang ke Australia yang sedang dilanda kebakaran dengan segala risiko-risikonya?
Tentu saja pertimbangannya sudah cukup matang. Pertama, negara Australia meyakinkan bahwa semua delegasi yang akan hadir ke APPF yang dilakukan di Canberra ini tentu saja tidak akan terdampak hal-hal yang negatif. Artinya, masih dalam posisi yang aman untuk dikunjungi. Dan, apa yang menjadi agenda dari APPF ini menurut saya merupakan salah satu hal yang penting dari tiap konferensi yang ada.
Yang terkait dengan apa yang kemudian saya datang hari ini adalah gender equality. Artinya, Indonesia sudah pernah punya presiden pertama perempuan (Megawati Soekarnoputri), sudah pernah punya wakil presiden perempuan. Sekarang ketua DPR pertama perempuan, artinya Indonesia itu sudah siap untuk bisa memberikan contoh ataupun solusi yang konkret kepada 27 negara-negara yang lain yang tergabung dalam APPF ini. Bahwa kita ini mendukung gender equality.
Terkait gender equality, apa poin-poin penting yang Ibu sampaikan di sidang APPF?
Bahwa di DPR saat ini kita mempunyai kuota 30% perempuan untuk masuk ke legislatif. Sekarang sudah ada 118 perempuan yang masuk ke DPR RI atau 21%. Artinya, setiap periode selama lima tahun pemilu sudah ada peningkatan terkait dengan gender equality. Juga terkait dengan hal edukasi, pendidikan, kemudian lain-lainnya yang dibicarakan dalam program-program lain di APPF ini tentu saja DPR RI merupakan satu tempat yang sangat baik untuk menjalin komunikasi dengan negara-negara Asia-Pasifik.
Perjuangan gender equality ini kan belum selesai. Apa tantangan terbesarnya?
Banyak hal yang kemudian harus kita benahi. Salah satunya adalah budaya. Karena di setiap negara pasti ada hal yang sangat berbeda-beda yang menghambat gender equality. Nah, ini yang kemudian harus kita pahami masing-masing dari setiap posisinya bahwa kita harus memberikan kesempatan kepada perempuan sama dengan kesempatan kepada para laki-laki. Yakni, untuk bisa masuk ke semua posisi dan bidang yang sesuai dengan keahliannya untuk bersama-sama berjuang bekerja bersama para lelaki.
Menurut Ibu, apa sumber daya manusia (SDM) perempuan sudah siap bersaing dengan para lelaki?
SDM itu sebenarnya sudah siap, hanya hambatannya itu kembali budaya. Misalnya seperti di Indonesia, kadang kalau kita itu harus memilih anak lelaki atau anak perempuan yang kemudian sekolahnya harus sampai tinggi, rata-rata kebanyakan satu keluarga itu memilih untuk menyekolahkan anak laki-lakinya lebih tinggi daripada anak perempuan. Namun, inilah yang kemudian kita harus dorong bersama-sama bahwa laki-laki dan perempuan itu mempunyai hak yang sama dalam bidang pendidikan dan lain-lain.
Bagaimana regulasi yang mendukung gender equality di Indonesia?
Regulasi sudah banyak yang kita lakukan. Salah satunya adalah UU tentang Perkawinan dan lain-lain itu tentu saja menjaga bagaimana hak-hak dasar dari perempuan itu bisa terjaga. Namun, saya rasa kita masih perlu dorong regulasi lain yang masih belum selesai untuk bisa mendukung hak-hak dasar dari perempuan untuk bisa sama-sama mengekstensikan dirinya sama seperti laki-laki.
Ibu adalah salah satu contoh bagaimana perempuan bisa sejajar dengan laki-laki. Apa pesan dan harapan Ibu terhadap para perempuan?
Semangat, kita bisa. Belajar terus dan jangan pernah kita merasa bahwa kita tidak bisa. Jadi, hal-hal yang kemudian menghambat itu adalah satu perjuangan yang memang harus kita lakukan untuk mencapai keberhasilan. Jadi, yang pasti terus belajar cari pengalaman, jangan pernah tidak semangat. Tetap semangat walaupun hambatan di depan mata itu tetap banyak. Tapi, ini masalahnya adalah perjuangan untuk seluruh perempuan bukan hanya di Indonesia, tapi juga perempuan yang ada di dunia. Kita pasti bisa.
Apa harapan Ibu pada APPF Ke-28 ini?
Saya berharap hasil dari APPF ini akan menghasilkan hal-hal yang konkret untuk kemajuan bangsa dan negara. Tentu saja terkait dengan sinergi dan koordinasi dengan negara-negara Asia-Pasifik. Karena negara-negara Asia-Pasifik ini ke depannya akan memiliki peran yang sangat penting dalam setiap diplomasi politik atau ekonomi yang akan kita lakukan di semua persidangan.
Makna APPF bagi kepentingan nasional kita seperti apa?
Bahwa negara-negara Asia-Pasifik ini kan kalau kita nanti kaitkan dengan diplomasi politik atau ekonomi misalnya Papua ini akan sangat besar sekali pengaruhnya. Karena kita, Indonesia atau Papua, itu sangat berdekatan dengan negara-negara Asia-Pasifik. Jadi, kalau kita bisa kemudian mempunyai diplomasi politik dan ekonomi yang lebih erat tentu saja sinergi ini akan kita bisa lakukan seperti saat kita melakukan diplomasi politik dan ekonomi dengan negara-negara Asia atau negara-negara ASEAN. (dwi sasongko)
(poe)