Kasus Dana Hibah, Saksi Beberkan Alokasi Dana untuk Pejabat Kemenpora
A
A
A
JAKARTA - Sekretaris Bidang Perencanaan dan Anggaran Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat, Suradi hadir menjadi saksi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (6/2/2020).
Dia hadir memberikan kesaksian dalam sidang terdakwa penerima suap dan gratifikasi, Miftahul Ulum di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/2/2020)
Dalam keterangannya di hadapan hakim, Suradi mengakui adanya alokasi jatah uang untuk Imam Nahrawi selaku Menpora periode 2014-2019 dan Miftahul Ulum selaku asisten pribadi Nahrawi.
Bersama Suradi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK menghadirkan tiga saksi lainnya, yakni Kabag Keuangan KONI Pusat Eni Purnawati, Sekretaris Kemenpora Gatot Sulistiantoro Dewa Broto, dan mantan pejabat pembuat komitmen pada Deputi IV Kemenpora yang sekarang Plt Deputi Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Chandra Bhakti. Sayangnya pemeriksaan Eni, Gatot, dan Chandra ditunda pada persidangan berikutnya.
Suradi menyatakan, pada tahun 2018 KONI Pusat pernah mengajukan sekitar tujuh proposal pengajuan dana hibah yang ditujukan ke Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) melalui Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora.
Di antaranya, tutur dia, pertama, proposal kegiatan dukungan KONI Pusat dalam rangka pelaksanaan tugas Pengawasan dan Pendampingan (Wasping) Program Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional pada Multi Event 18th Asian Games 2018 dan 3rd Asian Para Games 2018. Kedua, proposal kegiatan dukungan KONI dalam rangka Wasping Seleksi Calon Atlet dan Pelatih Atlet Berprestasi Tahun Kegiatan 2018. (Baca Juga: Berkas Rampung, Mantan Menpora Imam Nahrawi Segera Disidang)
Untuk proposal Wasping Asian Games 2018 & 3rd Asian Para Games 2018, KONI Pusat mengajukan usulan anggaran sebesar Rp51.592.854.500 dan yang disetujui Kemenpora sejumlah Rp30 miliar. Sedangkan untuk Wasping seleksi atlet dan pelatih, anggaran yang diajukan sejumlah Rp21.062.670.000 dan disetujui Rp17.971.192.000.
Suradi membeberkan, anggaran yang telah disetujui tersebut kemudian dicairkan oleh Kemenpora dengan cara ditransfer ke rekening KONI Pusat di Bank BNI Cabang 63 Senayan Jakarta.
Dia memaparkan, terpidana pemberi suap Ending Fuad Hamidy selaku Sekretaris Jenderal KONI Pusat pernah memerintahkan Suradi agar membuat alternatif pembiayaan kegiatan setelah pencairan anggaran Rp17.971.192.000 untuk kegiatan dukungan KONI dalam rangka Wasping Seleksi Calon Atlet dan Pelatih Atlet Berprestasi Tahun Kegiatan 2018.
Alternatif pembiayaan tersebut, tutur Suradi, sejumlah Rp8 miliar. Perintah Hamidy ke Suradi sekitar 12 Desember 2018. Setelah alternatif tersebut selesai, Suradi melaporkan kembali ke Hamidy. Hamidy kemudian mengoreksi draf alternatif pembiayaan kegiatan yang dibuat Suradi. Pasalnya harus ada biaya untuk gaji dan operasional lainnya.
"Kemudian Pak Hamidy perintahkan untuk buat lagi alternatif dengan anggaran Rp5 miliar. Setelah itu saya susun lagi. Yang Rp3 miliar, Pak Hamidy bilang, 'saya harus memberikan buat orang sebelah'. Orang sebelah maksudnya pejabat Kemenpora," tutur Suradi di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Berikutnya, sambung Suradi, Hamidy memerintahkan Suradi untuk mengetik inisial nama puluhan pejabat Kemenpora yang akan mendapatkan jatah uang. Nama-nama pejabat tersebut dituliskan dengan inisial. Inisial nama dibacakan dan didikte oleh Hamidy.
JPU kemudian membacakan inisial nama-nama di atas selembar kertas yang diketik Suradi dan telah menjadi barang bukti. Dua di antara inisial tersebut yakni "M" sejumlah Rp1,5 miliar dan "Ul" sebesar Rp500 juta.
JPU mengonfirmasi ke Suradi dua inisial tersebut ditujukan ke siapa subjek orangnya. Suradi mengakui inisial "M" merujuk Imam Nahrawi selaku Menpora dan "Ul" adalah Miftahul Ulum.
"Memang pemahaman kami, 'M' itu Pak Menteri (Imam Nahrawi). Terus 'Ul' itu Pak Ulum. Di kolom selanjutnya ada inisial 'MLY' maksudnya Pak Mulyana selaku Deputi Menpora dan inisial 'AP' itu Pak Adhi Purnomo selaku PPK Wasping di
Kemenpora," tutur Suradi.
Dia melanjutkan, jika dijumlahkan angka alokasi jatah uang berdasarkan bukti catatan yang telah disita KPK berjumlah sekitar Rp3,439 miliar. Angka ini jika dijumlahkan dengan Rp5 miliar alternatif pembiayaan maka mencapai Rp8 miliar lebih.
Majelis Hakim kemudian memberikan kesempatan kepada Miftahul Ulum untuk menanggapi kesaksian Supardi. Ulum membantah kesaksian Supardi yang menyebutkan ada jatah Rp500 juta untuk Ulum. Menurut Ulum, keterangan Supardi adalah keterangan sepihak.
"Keterangan saksi hanya penilaian sepihak dan subjektif serta menolak semua asumsi saksi," tutur Ulum.
Dia hadir memberikan kesaksian dalam sidang terdakwa penerima suap dan gratifikasi, Miftahul Ulum di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/2/2020)
Dalam keterangannya di hadapan hakim, Suradi mengakui adanya alokasi jatah uang untuk Imam Nahrawi selaku Menpora periode 2014-2019 dan Miftahul Ulum selaku asisten pribadi Nahrawi.
Bersama Suradi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK menghadirkan tiga saksi lainnya, yakni Kabag Keuangan KONI Pusat Eni Purnawati, Sekretaris Kemenpora Gatot Sulistiantoro Dewa Broto, dan mantan pejabat pembuat komitmen pada Deputi IV Kemenpora yang sekarang Plt Deputi Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Chandra Bhakti. Sayangnya pemeriksaan Eni, Gatot, dan Chandra ditunda pada persidangan berikutnya.
Suradi menyatakan, pada tahun 2018 KONI Pusat pernah mengajukan sekitar tujuh proposal pengajuan dana hibah yang ditujukan ke Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) melalui Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora.
Di antaranya, tutur dia, pertama, proposal kegiatan dukungan KONI Pusat dalam rangka pelaksanaan tugas Pengawasan dan Pendampingan (Wasping) Program Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional pada Multi Event 18th Asian Games 2018 dan 3rd Asian Para Games 2018. Kedua, proposal kegiatan dukungan KONI dalam rangka Wasping Seleksi Calon Atlet dan Pelatih Atlet Berprestasi Tahun Kegiatan 2018. (Baca Juga: Berkas Rampung, Mantan Menpora Imam Nahrawi Segera Disidang)
Untuk proposal Wasping Asian Games 2018 & 3rd Asian Para Games 2018, KONI Pusat mengajukan usulan anggaran sebesar Rp51.592.854.500 dan yang disetujui Kemenpora sejumlah Rp30 miliar. Sedangkan untuk Wasping seleksi atlet dan pelatih, anggaran yang diajukan sejumlah Rp21.062.670.000 dan disetujui Rp17.971.192.000.
Suradi membeberkan, anggaran yang telah disetujui tersebut kemudian dicairkan oleh Kemenpora dengan cara ditransfer ke rekening KONI Pusat di Bank BNI Cabang 63 Senayan Jakarta.
Dia memaparkan, terpidana pemberi suap Ending Fuad Hamidy selaku Sekretaris Jenderal KONI Pusat pernah memerintahkan Suradi agar membuat alternatif pembiayaan kegiatan setelah pencairan anggaran Rp17.971.192.000 untuk kegiatan dukungan KONI dalam rangka Wasping Seleksi Calon Atlet dan Pelatih Atlet Berprestasi Tahun Kegiatan 2018.
Alternatif pembiayaan tersebut, tutur Suradi, sejumlah Rp8 miliar. Perintah Hamidy ke Suradi sekitar 12 Desember 2018. Setelah alternatif tersebut selesai, Suradi melaporkan kembali ke Hamidy. Hamidy kemudian mengoreksi draf alternatif pembiayaan kegiatan yang dibuat Suradi. Pasalnya harus ada biaya untuk gaji dan operasional lainnya.
"Kemudian Pak Hamidy perintahkan untuk buat lagi alternatif dengan anggaran Rp5 miliar. Setelah itu saya susun lagi. Yang Rp3 miliar, Pak Hamidy bilang, 'saya harus memberikan buat orang sebelah'. Orang sebelah maksudnya pejabat Kemenpora," tutur Suradi di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Berikutnya, sambung Suradi, Hamidy memerintahkan Suradi untuk mengetik inisial nama puluhan pejabat Kemenpora yang akan mendapatkan jatah uang. Nama-nama pejabat tersebut dituliskan dengan inisial. Inisial nama dibacakan dan didikte oleh Hamidy.
JPU kemudian membacakan inisial nama-nama di atas selembar kertas yang diketik Suradi dan telah menjadi barang bukti. Dua di antara inisial tersebut yakni "M" sejumlah Rp1,5 miliar dan "Ul" sebesar Rp500 juta.
JPU mengonfirmasi ke Suradi dua inisial tersebut ditujukan ke siapa subjek orangnya. Suradi mengakui inisial "M" merujuk Imam Nahrawi selaku Menpora dan "Ul" adalah Miftahul Ulum.
"Memang pemahaman kami, 'M' itu Pak Menteri (Imam Nahrawi). Terus 'Ul' itu Pak Ulum. Di kolom selanjutnya ada inisial 'MLY' maksudnya Pak Mulyana selaku Deputi Menpora dan inisial 'AP' itu Pak Adhi Purnomo selaku PPK Wasping di
Kemenpora," tutur Suradi.
Dia melanjutkan, jika dijumlahkan angka alokasi jatah uang berdasarkan bukti catatan yang telah disita KPK berjumlah sekitar Rp3,439 miliar. Angka ini jika dijumlahkan dengan Rp5 miliar alternatif pembiayaan maka mencapai Rp8 miliar lebih.
Majelis Hakim kemudian memberikan kesempatan kepada Miftahul Ulum untuk menanggapi kesaksian Supardi. Ulum membantah kesaksian Supardi yang menyebutkan ada jatah Rp500 juta untuk Ulum. Menurut Ulum, keterangan Supardi adalah keterangan sepihak.
"Keterangan saksi hanya penilaian sepihak dan subjektif serta menolak semua asumsi saksi," tutur Ulum.
(dam)