Menantu Eks Sekretaris MA Kembali Gugat KPK ke Pengadilan
A
A
A
JAKARTA - Rezky Herbiyono, salah seorang tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi kembali menggugat praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Langkah tersebut dilakukan menantu mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurrachman itu setelahg gugatan praperadilan pertama kandas. Dalam kasus ini, Nurhadi juga telah menyandang status tersangka.
Maqdir Ismail mengungkapkan telah menjadi kuasa hukum untuk tersangka penerima suap dan gratifikasi Rezky Herbiyono serta tersangka pemberi suap Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto. Surat kuasa khusus ditandatangani Rezky dan Hiendra untuk Maqdir tertanggal 26 Januari 2020.
Maqdir melanjutkan telah mendaftarkan permohonan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) terhadap KPK pada Rabu 5 Februari 2020.
"Gugatan praperadilan yang kami ajukan atas nama klien kami, Rezky Herbiyono dan Hiendra Soenjoto di PN Jaksel Rabu 5 Februari 2020. Perkaranya sudah teregister dengan nomor: 11/Pid.Pra/2020/PN.Jkt.Sel. Gugatan kami ajukan karena ada hal yang perlu diuji kembali terkait dengan penetapan tersangka terutama berkenaan dengan SPDP," ujar Maqdir kepada SINDOnews, Kamis (6/2/2020).
Dia menjelaskan, materi gugatan ihwal Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) merupakan materi berbeda dari gugatan sebelumnya yang ditolak oleh hakim tunggal PN Jaksel.
Maqdir memaparkan, berdasarkan KUHAP jelas bahwa ketika sebuah kasus dinaikkan ke tahap penyidikan maka seharusnya penyidik menyampaikan SPDP tersebut kepada orang yang ditetapkan menjadi tersangka.
"Tiba-tiba saja ini kan Rezky tahunya dari pihak yang lain yang dipanggil sebagai saksi bahwa Rezky sudah ditetapkan sebagai tersangka. Orang yang dipanggil itu marah-marah, mencak-mencak kenapa kok dipanggil. Sementara syarat, kewajiban menyampaikan SPDP itu adalah kepada tersangka. Dengan mengetahui itu langsung maka bisa membela diri nanti," tuturnya. (Baca Juga: Pimpinan KPK Perintahkan Penyidik Jemput Paksa Nurhadi dan Menantunya)
Maqdir menambahkan, selain Rezky ternyata Hiendra dan Nurhadi Abdurrachman juga tidak menerima SPDP. Hiendra dan Nurhadi justru mengetahui dari pihak ketiga. Menurut Maqdir, gugatan praperadilan kedua ini untuk upaya bersama menegakkan hukum sesuai dengan koridor dan aturan hukum.
Dia menjelaskan, sehubungan dengan gugatan praperadilan kedua ini pihaknya juga telah menyurati Direktur Penyidikan KPK, RZ Panca Putra Simanjuntak pada Rabu (5/2/2020). Meski begitu, Maqdir mengakui ada kesalahan penulisan tanggal surat.
"Betul surat ke KPK, meskipun itu salah tanggal. Rabu siang kemarin dibawa ke KPK," katanya.
Di dalam surat, kata Maqdir, pihaknya menyampaikan bahwa gugatan praperadilan yang diajukan Rezky dan Hiendra sudah sudah teregister dengan nomor 11/Pid.Pra/2020/PN.Jkt.Sel. Berikutnya juga disampaikan bahwa beberapa hari sebelumnya pihaknya membaca pemberitaan media massa bahwa KPK berencana melakukan upaya paksa berupa penjemputan paksa terhadap Rezky serta juga Nurhadi.
Maqdir mengungkapkan, di dalam surat itu juga pihaknya meminta agar KPK menunda atau menghentikan sementara waktu proses penyidikan kasus hingga upaya hukum penjemputan paksa terhadap Rezky.
"Jadi KPK sabar dulu lah. Kita minta KPK menghentikan dulu proses penyidikan ini sementara. Kita tunggu dulu putusan praperadilan nanti apa. Ini kan mau menegakkan hukum, bukan unjuk kekuasaan kan," bebernya.
Maqdir menambahkan, urusan Rezky dan Hiendra sebenarnya merupakan urusan perdata yang tidak ada hubungannya dengan Nurhadi Abdurrachman.
Dia mengklaim, memang ada penerimaan uang oleh Rezky dari Hiendra tapi hubungannya dengan keperdataan tersebut dan tidak ada sama sekali yang mengalir atau terkait dengan Nurhadi.
"Urusan perdata itu sudah diselesaikan. Kok malah ditarik-tarik seolah-olah ada suap-menyuap dengan Pak Nurhadi. Tidak ada penerimaan uang dari peristiwa-peristiwa keperdataan murni tersebut yang diterima atau mengalir ke Nurhadi," ucapnya.
Langkah tersebut dilakukan menantu mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurrachman itu setelahg gugatan praperadilan pertama kandas. Dalam kasus ini, Nurhadi juga telah menyandang status tersangka.
Maqdir Ismail mengungkapkan telah menjadi kuasa hukum untuk tersangka penerima suap dan gratifikasi Rezky Herbiyono serta tersangka pemberi suap Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto. Surat kuasa khusus ditandatangani Rezky dan Hiendra untuk Maqdir tertanggal 26 Januari 2020.
Maqdir melanjutkan telah mendaftarkan permohonan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) terhadap KPK pada Rabu 5 Februari 2020.
"Gugatan praperadilan yang kami ajukan atas nama klien kami, Rezky Herbiyono dan Hiendra Soenjoto di PN Jaksel Rabu 5 Februari 2020. Perkaranya sudah teregister dengan nomor: 11/Pid.Pra/2020/PN.Jkt.Sel. Gugatan kami ajukan karena ada hal yang perlu diuji kembali terkait dengan penetapan tersangka terutama berkenaan dengan SPDP," ujar Maqdir kepada SINDOnews, Kamis (6/2/2020).
Dia menjelaskan, materi gugatan ihwal Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) merupakan materi berbeda dari gugatan sebelumnya yang ditolak oleh hakim tunggal PN Jaksel.
Maqdir memaparkan, berdasarkan KUHAP jelas bahwa ketika sebuah kasus dinaikkan ke tahap penyidikan maka seharusnya penyidik menyampaikan SPDP tersebut kepada orang yang ditetapkan menjadi tersangka.
"Tiba-tiba saja ini kan Rezky tahunya dari pihak yang lain yang dipanggil sebagai saksi bahwa Rezky sudah ditetapkan sebagai tersangka. Orang yang dipanggil itu marah-marah, mencak-mencak kenapa kok dipanggil. Sementara syarat, kewajiban menyampaikan SPDP itu adalah kepada tersangka. Dengan mengetahui itu langsung maka bisa membela diri nanti," tuturnya. (Baca Juga: Pimpinan KPK Perintahkan Penyidik Jemput Paksa Nurhadi dan Menantunya)
Maqdir menambahkan, selain Rezky ternyata Hiendra dan Nurhadi Abdurrachman juga tidak menerima SPDP. Hiendra dan Nurhadi justru mengetahui dari pihak ketiga. Menurut Maqdir, gugatan praperadilan kedua ini untuk upaya bersama menegakkan hukum sesuai dengan koridor dan aturan hukum.
Dia menjelaskan, sehubungan dengan gugatan praperadilan kedua ini pihaknya juga telah menyurati Direktur Penyidikan KPK, RZ Panca Putra Simanjuntak pada Rabu (5/2/2020). Meski begitu, Maqdir mengakui ada kesalahan penulisan tanggal surat.
"Betul surat ke KPK, meskipun itu salah tanggal. Rabu siang kemarin dibawa ke KPK," katanya.
Di dalam surat, kata Maqdir, pihaknya menyampaikan bahwa gugatan praperadilan yang diajukan Rezky dan Hiendra sudah sudah teregister dengan nomor 11/Pid.Pra/2020/PN.Jkt.Sel. Berikutnya juga disampaikan bahwa beberapa hari sebelumnya pihaknya membaca pemberitaan media massa bahwa KPK berencana melakukan upaya paksa berupa penjemputan paksa terhadap Rezky serta juga Nurhadi.
Maqdir mengungkapkan, di dalam surat itu juga pihaknya meminta agar KPK menunda atau menghentikan sementara waktu proses penyidikan kasus hingga upaya hukum penjemputan paksa terhadap Rezky.
"Jadi KPK sabar dulu lah. Kita minta KPK menghentikan dulu proses penyidikan ini sementara. Kita tunggu dulu putusan praperadilan nanti apa. Ini kan mau menegakkan hukum, bukan unjuk kekuasaan kan," bebernya.
Maqdir menambahkan, urusan Rezky dan Hiendra sebenarnya merupakan urusan perdata yang tidak ada hubungannya dengan Nurhadi Abdurrachman.
Dia mengklaim, memang ada penerimaan uang oleh Rezky dari Hiendra tapi hubungannya dengan keperdataan tersebut dan tidak ada sama sekali yang mengalir atau terkait dengan Nurhadi.
"Urusan perdata itu sudah diselesaikan. Kok malah ditarik-tarik seolah-olah ada suap-menyuap dengan Pak Nurhadi. Tidak ada penerimaan uang dari peristiwa-peristiwa keperdataan murni tersebut yang diterima atau mengalir ke Nurhadi," ucapnya.
(dam)