Kock Meng, Terdakwa Penyuap Gubernur Kepri Dituntut 2 Tahun Penjara
A
A
A
JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut pengusaha Kock Meng dengan pidana penjara selama dua tahun.
Surat tuntutan bernomor 10/TUT.01.06/24/01/2020 atas nama Kock Meng disusun oleh JPU yang dipimpin oleh Muh Asri Irwan dan Yadyn dengan anggota Agung Satrio Wibowo, Rikhi Benindo Maghaz, dan Roy Riady. Surat tuntutan dibacakan secara bergantian oleh Asri, Agung, dan Rikhi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (27/1/2020).
JPU menilai, Kock Meng terbukti melakukan suap secara bersama-sama dan berlanjut. Kata JPU, Kock Meng bersama terdakwa nelayan bernama Abu Bakar (divonis 1 tahun 6 bulan) dan pengusaha Johanes Kodrat telah memberikan suap sebesar Rp45 juta dan SGD11.000 kepada terdakwa penerima Nurdin Basirun selaku Gubernur Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Suap tersebut diterima Nurdin melalui terdakwa Edy Sofyan selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Provinsi Kepri dan terdakwa Budy Hartono selaku Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Provinsi Kepri.
Dalam pertimbangannya, JPU memastikan uang suap yang diserahterimakan tersebut bersandi "titipan", "daun", "ikan", hingga "kepiting".
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Kock Meng dengan pidana penjara selama 2 tahun dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda sejumlah Rp100 juta subsidiair pidana kurungan pengganti selama enam bulan. Menetapkan lamanya penahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana penjara yang dijatuhkan. Memerintahkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan," tegas JPU Asri membacakan amar tuntutan atas nama Kock Meng di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (27/1/2020).
JPU Asri mengungkapkan, suap yang diberikan tersebut terbukti agar Nurdin melakukan tiga perbuatan. Pertama, menandatangani Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Laut Nomor: 120/0796/DKP/SET tanggal 07 Mei 2019 tentang permohonan Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut di lokasi lahan laut Piayu Laut, Piayu Batam atas nama pemohon Kock Meng seluas 6,2 hektare.
Kedua, menandatangani Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut Nomor: 120/0945/DKP/SET tanggal 31 Mei 2019 tentang permohonan Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut di Pelabuhan Seijantung Jembatan Lima Atas nama pemohon Abu Bakar seluas 10,2 hektare.
Ketiga, memasukan kedua Izin Prinsip tersebut ke dalam daftar Rencana Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Pantai dan Pulau-Pulau Kecil (Perda RZWP3K).
"Pemberian uang dari terdakwa dimaksudkan agar terdakwa dapat cepat mendapatkan permohonan izin yang diajukan juga agar dapat diselesaikan. Sehingga perbuatan Terdakwa tersebut dilakukan dengan sadar yaitu terdakwa mengetahui bahwa perbuatannya tersebut adalah perbuatan yang salah atau tercela tetapi Terdakwa menghendaki untuk melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan tersebut. Dengan demikian Terdakwa memiliki kesalahan sehingga diri terdakwa dapat dimintai pertanggungjawaban pidana," tutur JPU Asri.
JPU menilai, perbuatan Kock Meng terbukti melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana, sebagaimana dalam dakwaan pertama. Dalam menjatuhkan tuntutan pidana, JPU mempertimbangkan hal-hal memberatkan dan meringankan.
Pertimbangan memberatkan, Kock Meng dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tipikor. Sedangkan hal meringankan untuk Kock Meng ada tiga. Masing-masing berlaku sopan selama pemeriksaan di persidangan, mempunyai tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum.
Anggota JPU Agung Satrio Wibowo mengungkapkan, hakikatnya total uang suap yang diberikan Kock Meng sebesar Rp45 juta SGD28.000, dan SGD28.000. Tapi yang sampai ke Nurdin Basirun melalui Edy Sofyan dan Budy Hartono hanya Rp45 juta, SGD5.000, dan SGD6.000.
JPU Agung mengungkapkan, uang sekitar sejumlah Rp300 juta yang telah ditukarkan dalam bentuk SGD28.000 pada pertengahan 2019 diserahkan Kock Meng ke Johanes Kodrat di rumah Kock Meng.
Dari SGD28.000, Kodrat kemudian memisahkan uang sejumlah SGD5.000 yang kemudian diberikan kepada Abu Bakar sebagai biaya pengurusan Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut.
Kemudian Kodrat juga menyerahkan Rp50 juta ke Abu Bakar melalui istrinya. Uang sejumlah SGD5.000 diserahkan Abu Bakar ke Budy Hartono. Uang tersebut kemudian diserahkan kepada
Nurdin Basirun melalui Edy Sofyan di Hotel Harmoni Nagoya Batam.
"Sedangkan sisanya disimpan oleh Johannes Kodrat," ujar JPU Agung.
Dia melanjutkan, sekitar Juli 2019 Kock Meng memberikan lagi SGD28.000 ke Kodrat. Kemudian dari uang tersebut Kodrat memisahkan uang sejumlah SGD6.000 dan menyodorkannya ke Abu Bakar. Selanjutnya Abu Bakar menyerahkan amplop coklat berisi uang sejumlah SGD6.000 ke Budy Hartono.
"Sedangkan sisanya sejumlah SGD3.000 diambil Abu Bakar dan sejumlah SGD19.000 disimpan oleh Johanes Kodrat," ucapnya. (Baca Juga: KPK Tetapkan Tersangka Baru Kasus Suap Izin Proyek di Kepr)
Atas tuntutan JPU, Kock Meng bersama tim penasihat hukumnya memastikan akan mengajukan nota pembelaan (pleidoi). Majelis hakim menetapkan persidangan dengan agenda pembacaan pledoi akan dilaksanakan pada Senin 3 Februari mendatang.
Surat tuntutan bernomor 10/TUT.01.06/24/01/2020 atas nama Kock Meng disusun oleh JPU yang dipimpin oleh Muh Asri Irwan dan Yadyn dengan anggota Agung Satrio Wibowo, Rikhi Benindo Maghaz, dan Roy Riady. Surat tuntutan dibacakan secara bergantian oleh Asri, Agung, dan Rikhi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (27/1/2020).
JPU menilai, Kock Meng terbukti melakukan suap secara bersama-sama dan berlanjut. Kata JPU, Kock Meng bersama terdakwa nelayan bernama Abu Bakar (divonis 1 tahun 6 bulan) dan pengusaha Johanes Kodrat telah memberikan suap sebesar Rp45 juta dan SGD11.000 kepada terdakwa penerima Nurdin Basirun selaku Gubernur Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Suap tersebut diterima Nurdin melalui terdakwa Edy Sofyan selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Provinsi Kepri dan terdakwa Budy Hartono selaku Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Provinsi Kepri.
Dalam pertimbangannya, JPU memastikan uang suap yang diserahterimakan tersebut bersandi "titipan", "daun", "ikan", hingga "kepiting".
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Kock Meng dengan pidana penjara selama 2 tahun dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda sejumlah Rp100 juta subsidiair pidana kurungan pengganti selama enam bulan. Menetapkan lamanya penahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana penjara yang dijatuhkan. Memerintahkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan," tegas JPU Asri membacakan amar tuntutan atas nama Kock Meng di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (27/1/2020).
JPU Asri mengungkapkan, suap yang diberikan tersebut terbukti agar Nurdin melakukan tiga perbuatan. Pertama, menandatangani Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Laut Nomor: 120/0796/DKP/SET tanggal 07 Mei 2019 tentang permohonan Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut di lokasi lahan laut Piayu Laut, Piayu Batam atas nama pemohon Kock Meng seluas 6,2 hektare.
Kedua, menandatangani Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut Nomor: 120/0945/DKP/SET tanggal 31 Mei 2019 tentang permohonan Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut di Pelabuhan Seijantung Jembatan Lima Atas nama pemohon Abu Bakar seluas 10,2 hektare.
Ketiga, memasukan kedua Izin Prinsip tersebut ke dalam daftar Rencana Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Pantai dan Pulau-Pulau Kecil (Perda RZWP3K).
"Pemberian uang dari terdakwa dimaksudkan agar terdakwa dapat cepat mendapatkan permohonan izin yang diajukan juga agar dapat diselesaikan. Sehingga perbuatan Terdakwa tersebut dilakukan dengan sadar yaitu terdakwa mengetahui bahwa perbuatannya tersebut adalah perbuatan yang salah atau tercela tetapi Terdakwa menghendaki untuk melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan tersebut. Dengan demikian Terdakwa memiliki kesalahan sehingga diri terdakwa dapat dimintai pertanggungjawaban pidana," tutur JPU Asri.
JPU menilai, perbuatan Kock Meng terbukti melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana, sebagaimana dalam dakwaan pertama. Dalam menjatuhkan tuntutan pidana, JPU mempertimbangkan hal-hal memberatkan dan meringankan.
Pertimbangan memberatkan, Kock Meng dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tipikor. Sedangkan hal meringankan untuk Kock Meng ada tiga. Masing-masing berlaku sopan selama pemeriksaan di persidangan, mempunyai tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum.
Anggota JPU Agung Satrio Wibowo mengungkapkan, hakikatnya total uang suap yang diberikan Kock Meng sebesar Rp45 juta SGD28.000, dan SGD28.000. Tapi yang sampai ke Nurdin Basirun melalui Edy Sofyan dan Budy Hartono hanya Rp45 juta, SGD5.000, dan SGD6.000.
JPU Agung mengungkapkan, uang sekitar sejumlah Rp300 juta yang telah ditukarkan dalam bentuk SGD28.000 pada pertengahan 2019 diserahkan Kock Meng ke Johanes Kodrat di rumah Kock Meng.
Dari SGD28.000, Kodrat kemudian memisahkan uang sejumlah SGD5.000 yang kemudian diberikan kepada Abu Bakar sebagai biaya pengurusan Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut.
Kemudian Kodrat juga menyerahkan Rp50 juta ke Abu Bakar melalui istrinya. Uang sejumlah SGD5.000 diserahkan Abu Bakar ke Budy Hartono. Uang tersebut kemudian diserahkan kepada
Nurdin Basirun melalui Edy Sofyan di Hotel Harmoni Nagoya Batam.
"Sedangkan sisanya disimpan oleh Johannes Kodrat," ujar JPU Agung.
Dia melanjutkan, sekitar Juli 2019 Kock Meng memberikan lagi SGD28.000 ke Kodrat. Kemudian dari uang tersebut Kodrat memisahkan uang sejumlah SGD6.000 dan menyodorkannya ke Abu Bakar. Selanjutnya Abu Bakar menyerahkan amplop coklat berisi uang sejumlah SGD6.000 ke Budy Hartono.
"Sedangkan sisanya sejumlah SGD3.000 diambil Abu Bakar dan sejumlah SGD19.000 disimpan oleh Johanes Kodrat," ucapnya. (Baca Juga: KPK Tetapkan Tersangka Baru Kasus Suap Izin Proyek di Kepr)
Atas tuntutan JPU, Kock Meng bersama tim penasihat hukumnya memastikan akan mengajukan nota pembelaan (pleidoi). Majelis hakim menetapkan persidangan dengan agenda pembacaan pledoi akan dilaksanakan pada Senin 3 Februari mendatang.
(dam)