Demokrat Kritik Pernyataan Menkumham Soal Tanjung Priok
A
A
A
JAKARTA - Pernyataan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly yang menyebut Tanjung Priok, Jakarta Utara sebagai slum area (daerah kumuh) tempat tumbuh kembangnya kriminal menuai kritik dari berbagai kalangan. (Baca juga: Protes Dibilang Miskin dan Kumuh, Massa Priok Bersatu Geruduk Kemenkumham)
Anggota Komisi III Bidang Hukum DPR dari Fraksi Demokrat Santoso menilai, sebagai pejabat tinggi Negara, Yasonna seharusnya turut bertanggung jawab memperbaiki kondisi sosial, ekonomi, budaya, bukan sebaliknya memperkeruh kondisi sosial masyarakat dengan pernyataan kontraproduktif. (Baca juga: Tanjung Priok Lebih Aman Dibanding Menteng)
Politisi Demokrat dari daerah pemilihan (Dapil) Jakarta Utara ini dengan tegas mempertanyakan kenegarawanan Yasonna Laoly. Menurut dia, setiap ucapan yang dilontarkan seharusnya mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat.
Oleh karenanya Santoso meminta Yasonna menarik kembali ucapannya seputar Tanjung Priok sebagai daerah miskin yang melahirkan premanisme dan kriminal sehingga menimbulkan polemik dan menyulut kemarahan warga Priok. “Bapak Yasonna harus tarik kembali ucapannya agar polemik ini tidak semakin panas,” tandas Santoso, Rabu (22/1/2020).
Santoso menambahkan, latar belakang Yasonna sebagai profesor kriminologi bukan menjadi dalil pembenar melontarkan sebuah pernyataan yang memiliki risiko menciptakan gesekan di masyarakat, terlebih yang bersangkutan adalah pembantu kepala negara yang notabene harus melayani kepentingan bangsa dan negara. “Baju menteri yang melekat di badan Pak Yasonna tidak bisa dilepas dengan mengatakan beliau seorang profesor kriminologi. Bukankah seorang menteri sehatusnya mengayomi msyarakat, menciptakan keteduhan, bukan sebaliknya menciptakan kegaduhan,” imbuhnya.
Yasonna menurut Santoso seharusnya mempertimbangkan sejarah sosial yang hidup di masyarakat Priok sebelum memberi penilaian. Apalagi melabeli dengan daerah miskin dan kriminal. Sejarah membuktikan bagaimana masyarakat Priok berani menentang rezim Orde Baru yang kemudian dikenal dengan peristiwa Tanjung Priok.
“Artinya warga Priok tidak pernah takut menentang kedzoliman, sekalipun itu harus berhadapan dengan penguasa. Apa susahnya meminta maaf dan mengakui kekhilafan. Pengakuan maaf toh tidak akan menurunkan derajat Pak Yasonna sebagai seorang menteri maupun profesor,” tutup Santoso
Anggota Komisi III Bidang Hukum DPR dari Fraksi Demokrat Santoso menilai, sebagai pejabat tinggi Negara, Yasonna seharusnya turut bertanggung jawab memperbaiki kondisi sosial, ekonomi, budaya, bukan sebaliknya memperkeruh kondisi sosial masyarakat dengan pernyataan kontraproduktif. (Baca juga: Tanjung Priok Lebih Aman Dibanding Menteng)
Politisi Demokrat dari daerah pemilihan (Dapil) Jakarta Utara ini dengan tegas mempertanyakan kenegarawanan Yasonna Laoly. Menurut dia, setiap ucapan yang dilontarkan seharusnya mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat.
Oleh karenanya Santoso meminta Yasonna menarik kembali ucapannya seputar Tanjung Priok sebagai daerah miskin yang melahirkan premanisme dan kriminal sehingga menimbulkan polemik dan menyulut kemarahan warga Priok. “Bapak Yasonna harus tarik kembali ucapannya agar polemik ini tidak semakin panas,” tandas Santoso, Rabu (22/1/2020).
Santoso menambahkan, latar belakang Yasonna sebagai profesor kriminologi bukan menjadi dalil pembenar melontarkan sebuah pernyataan yang memiliki risiko menciptakan gesekan di masyarakat, terlebih yang bersangkutan adalah pembantu kepala negara yang notabene harus melayani kepentingan bangsa dan negara. “Baju menteri yang melekat di badan Pak Yasonna tidak bisa dilepas dengan mengatakan beliau seorang profesor kriminologi. Bukankah seorang menteri sehatusnya mengayomi msyarakat, menciptakan keteduhan, bukan sebaliknya menciptakan kegaduhan,” imbuhnya.
Yasonna menurut Santoso seharusnya mempertimbangkan sejarah sosial yang hidup di masyarakat Priok sebelum memberi penilaian. Apalagi melabeli dengan daerah miskin dan kriminal. Sejarah membuktikan bagaimana masyarakat Priok berani menentang rezim Orde Baru yang kemudian dikenal dengan peristiwa Tanjung Priok.
“Artinya warga Priok tidak pernah takut menentang kedzoliman, sekalipun itu harus berhadapan dengan penguasa. Apa susahnya meminta maaf dan mengakui kekhilafan. Pengakuan maaf toh tidak akan menurunkan derajat Pak Yasonna sebagai seorang menteri maupun profesor,” tutup Santoso
(cip)