Pilkada 2020, DPR RI Minta KPU Jaga Kredibilitas
A
A
A
JAKARTA - Penangkapan Komisioner KPU Wahyu Setiawan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan kasus suap Pergantian antar waktu (PAW) kader PDI Perjuangan (PDIP) menjadi sorotan Komisi II DPR. Para wakil rakyat meminta agar komisioner KPU tidak lagi bermain-main dengan urusan korupsi apalagi menjelang pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di 270 wilayah.
Pandangan itu mengemuka dalam rapat kerja antara Komisi II DPR RI dengan jajaran pimpinan KPU, Bawaslu, dan DKPP di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, kemarin. Ketua KomisiII DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung berharap agar kasus ini menjadi pelajaran baik dalam jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam jangka pendek, kasus ini harus dijadikan pelajaran agar gawe besar pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 yang akan digelar di 270 kabupaten/kota dan provinsi pada September 2020 tidak terganggu sehingga para penyelenggara pemilu harus menjaga kredibilitasnya. ”Kredibilitas penyelenggara pemilu terutama KPU harus tetap terjaga sehingga pelaksanaannya (Pilka Daerah Serentak 2020) juga bisa berlangsung dengan baik, tahapan-tahapannya tidak terganggu,” tutur Doli.
Politikus Partai Golkar ini mengatakan, untuk jangka menengah dan panjang, dirinya meminta semua pihak, khususnya Komisi II DPR, KPU, Bawaslu, dan DKPP, untuk berkomitmen peristiwa suap terhadap komisioner KPU tersebut tidak terulang lagi. “Dan, kita semua mempunyai tanggungjawab untuk bisa melakukan langkah-langkah antisipasi terhadap itu,” katanya. (Baca: Pakai Rompi Oranye, Komisioner KPU Wahyu Setiawan Minta Maaf)
Pihaknya juga mendesak KPU, Bawaslu, dan DKPP untuk melakukan introspeksi dan evaluasi. Ke depan Komisi II DPR harus melakukan inisiatif dalam proses seleksi untuk menghasilkan penyelenggaraan pemi lu yang berintegritas.
Doli menyebut penyelenggara pemilu ini merupakan hulu dari semua proses politik guna menghasilkan pejabat-pejabat publik. Penyelenggara pemilu bahkan seringkali disebut sebagai manusia setengah dewa yang sudah seharusnya diisi oleh orang-orang setengah de wa.
“Kadang-kadang sering mengatakan tiga lembaga ini diisi oleh orang-orang setengah dewa. Maka juga kadang-kadang memang menunjukkan seperti orang-orang setengah dewa. Usulan-usulan kemarin di dalam persyaratan calon (dalam Peraturan KPU) pun tidak memungkinkan orang untuk mencalonkan kalau tidak ter'kena musibah' (kasus korupsi). Tetapi, ternyata institusi KPU ini terkena masalah,” tuturnya.
Karena itu, Doli menambahkan, Komisi II perlu mendengarkan penjelasan apa sesungguhnya yang terjadi dan apa sikap dan tindakan dari masing-masing institusi ini terhadap peristiwa kemarin itu. Bagaimana upaya untuk menjaga kepercayaan publik terhadap pelaksanaan Pilkada 2020 nanti dimana pada Pemilu 2019 dinilai cukup sukses karena tingginya partisipasi publik.
“Karena kita punya tantangan kemarin partisipasi publik cukup tinggi dalam pelaksanaan pilpres dan pileg itu. Masalah pilkada ini kami minta partisipasi publik yang tinggi itu bisa meningkat atau minimal sama. Oleh karena itu, kita punya kepentingan untuk menjaga itu semua,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan bahwa penangkapan komisioner KPU Wahyu Setiawan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) caleg PDIP DPR RI adalah urusan pribadi tersangka dan tidak ada kaitannya dengan institusi KPU.
“Kami perlu tegaskan dan saya pikir Pak Wahyu Setiawan juga sudah membuat statement ketika di Gedung KPK bahwa ini persoalan pribadi, bukan persoalan institusi. Karena, secara institusi KPU juga sudah mengambil kebijakan dan kebijakannya juga sudah kami publikasikan,” ucap Arief Budiman.
Arief mengatakan, KPU terus berupaya untuk menjaga integritas dalam menjalankan tugas. Langkah itu dilakukan melalui seluruh proses tahapan di KPU, termasuk dalam PAW caleg PDIP Nazarudin Kiemas oleh Riezky Aprilia dilakukan secara transparan.
Termasuk dalam KPU keputusan. Jadi keputusan yang kita ambil semuanya bisa ikut memberikan pendapat. Jadi bukan hanya menyangkut urusan PAW ini saja, tapi seluruh proses tahapan kita lakukan hal yang sama. Begitu cara kami menjaga integritas kami karena dengan transparansi semua bisa diketahui siapa melakukan apa, siapa berpendapat apa,” kata Arief. Arief pun mengaku berterima kasih kepada Wahyu Setiawan karena atas apa yang terjadi ini akan dijadikan sebagai pelajaran ke depan.
Pandangan itu mengemuka dalam rapat kerja antara Komisi II DPR RI dengan jajaran pimpinan KPU, Bawaslu, dan DKPP di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, kemarin. Ketua KomisiII DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung berharap agar kasus ini menjadi pelajaran baik dalam jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam jangka pendek, kasus ini harus dijadikan pelajaran agar gawe besar pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 yang akan digelar di 270 kabupaten/kota dan provinsi pada September 2020 tidak terganggu sehingga para penyelenggara pemilu harus menjaga kredibilitasnya. ”Kredibilitas penyelenggara pemilu terutama KPU harus tetap terjaga sehingga pelaksanaannya (Pilka Daerah Serentak 2020) juga bisa berlangsung dengan baik, tahapan-tahapannya tidak terganggu,” tutur Doli.
Politikus Partai Golkar ini mengatakan, untuk jangka menengah dan panjang, dirinya meminta semua pihak, khususnya Komisi II DPR, KPU, Bawaslu, dan DKPP, untuk berkomitmen peristiwa suap terhadap komisioner KPU tersebut tidak terulang lagi. “Dan, kita semua mempunyai tanggungjawab untuk bisa melakukan langkah-langkah antisipasi terhadap itu,” katanya. (Baca: Pakai Rompi Oranye, Komisioner KPU Wahyu Setiawan Minta Maaf)
Pihaknya juga mendesak KPU, Bawaslu, dan DKPP untuk melakukan introspeksi dan evaluasi. Ke depan Komisi II DPR harus melakukan inisiatif dalam proses seleksi untuk menghasilkan penyelenggaraan pemi lu yang berintegritas.
Doli menyebut penyelenggara pemilu ini merupakan hulu dari semua proses politik guna menghasilkan pejabat-pejabat publik. Penyelenggara pemilu bahkan seringkali disebut sebagai manusia setengah dewa yang sudah seharusnya diisi oleh orang-orang setengah de wa.
“Kadang-kadang sering mengatakan tiga lembaga ini diisi oleh orang-orang setengah dewa. Maka juga kadang-kadang memang menunjukkan seperti orang-orang setengah dewa. Usulan-usulan kemarin di dalam persyaratan calon (dalam Peraturan KPU) pun tidak memungkinkan orang untuk mencalonkan kalau tidak ter'kena musibah' (kasus korupsi). Tetapi, ternyata institusi KPU ini terkena masalah,” tuturnya.
Karena itu, Doli menambahkan, Komisi II perlu mendengarkan penjelasan apa sesungguhnya yang terjadi dan apa sikap dan tindakan dari masing-masing institusi ini terhadap peristiwa kemarin itu. Bagaimana upaya untuk menjaga kepercayaan publik terhadap pelaksanaan Pilkada 2020 nanti dimana pada Pemilu 2019 dinilai cukup sukses karena tingginya partisipasi publik.
“Karena kita punya tantangan kemarin partisipasi publik cukup tinggi dalam pelaksanaan pilpres dan pileg itu. Masalah pilkada ini kami minta partisipasi publik yang tinggi itu bisa meningkat atau minimal sama. Oleh karena itu, kita punya kepentingan untuk menjaga itu semua,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan bahwa penangkapan komisioner KPU Wahyu Setiawan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) caleg PDIP DPR RI adalah urusan pribadi tersangka dan tidak ada kaitannya dengan institusi KPU.
“Kami perlu tegaskan dan saya pikir Pak Wahyu Setiawan juga sudah membuat statement ketika di Gedung KPK bahwa ini persoalan pribadi, bukan persoalan institusi. Karena, secara institusi KPU juga sudah mengambil kebijakan dan kebijakannya juga sudah kami publikasikan,” ucap Arief Budiman.
Arief mengatakan, KPU terus berupaya untuk menjaga integritas dalam menjalankan tugas. Langkah itu dilakukan melalui seluruh proses tahapan di KPU, termasuk dalam PAW caleg PDIP Nazarudin Kiemas oleh Riezky Aprilia dilakukan secara transparan.
Termasuk dalam KPU keputusan. Jadi keputusan yang kita ambil semuanya bisa ikut memberikan pendapat. Jadi bukan hanya menyangkut urusan PAW ini saja, tapi seluruh proses tahapan kita lakukan hal yang sama. Begitu cara kami menjaga integritas kami karena dengan transparansi semua bisa diketahui siapa melakukan apa, siapa berpendapat apa,” kata Arief. Arief pun mengaku berterima kasih kepada Wahyu Setiawan karena atas apa yang terjadi ini akan dijadikan sebagai pelajaran ke depan.
(ysw)