Negara Diharapkan Tak Tunduk dengan Cara-cara Premanisme

Minggu, 12 Januari 2020 - 19:35 WIB
Negara Diharapkan Tak...
Negara Diharapkan Tak Tunduk dengan Cara-cara Premanisme
A A A
JAKARTA - Pengadilan Negeri Cibinong mulai menjalankan tahapan eksekusi atas aset tanah Perumahan Green Citayam City (GCC) di Desa Ragajaya, Citayam, Bojong Gede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Untuk itu, juru sita pengadilan sudah menuntaskan pemeriksaan tanah (kontratering) di lokasi pada Jumat 10 Januari 2020.

Dari pemantauan di lapangan, sempat diwarnai ketegangan antara juru sita dan pihak-pihak yang dinyatakan kalah oleh pengadilan yakni pihak PT Green Construction City sebagai pengembang perumahan GCC yang wakili oleh Direkturnya Ahamad Hidayat Assegaf dan pihak PT Tjitajam tidak sah versi Ponten Cahaya Surbakti, Cipto Sulistio, Zaldy Sofyan, dkk yang sudah dinyatakan kalah dan melakukan perbuatan melawan hukum.

Meski demikian, proses kontratering tetap berjalan lancar dengan pengawalan oleh jajaran Kepolisian Resort Depok. Proses ini mengikuti ketentuan dan kebutuhan menurut Hukum Acara Perdata sesuai keputusan pengadilan.

Terkait hal itu, Pengadilan Negeri Cibinong menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung (MA) terkait kasus penyerobotan tanah PT Tjitajam yang sebagiannya dijadikan Perumahan GCC. Sebelumnya PN Cibinong sudah meminta pihak-pihak yang sudah menyerobot lahan agar menyerahkan tanah dalam keadaan kosong ke PT Tjitajam.

Keputusan itu ditetapkan dalam sidang aanmaning di Pengadilan Negeri Cibinong pada Jumat 27 Desember 2019. Sesuai keputusan dalam sidang tertutup itu, jika dalam waktu delapan (8) hari perintah pengadilan itu tidak dilaksanakan, maka pengadilan akan mempersiapkan langkah-langkah eksekusi dengan upaya paksa.

Reynold Thonak, kuasa hukum PT Tjitajam, mengimbau agar pihak-pihak yang sudah dinyatakan kalah karena melakukan perbuatan melawan hukum agar menghormati proses hukum. Mereka sebaiknya jangan menggunakan cara-cara di luar hukum seperti mengarahkan massa atau preman.

"Negara ini negara hukum bukan negara preman. Pengadilan bersama Jajaran Polri/TNI tidak akan tunduk dengan cara-cara premanisme," katanya.

Dia menandaskan, seluruh syarat atas proses hukum ini sudah lengkap, sehingga harusnya untuk mendapatkan suatu kepastian hukum proses eksekusi akan terus berjalan oleh pengadilan.

"Pihak yang sudah dinyatakan kalah oleh Putusan Pengadilan jangan malah membual dan membohongi konsumen, itu akan makin membuka kebohongannya. Jangan membohongi konsumen dan membenturkan dengan aparatur negara," kata Reynold.

"Keputusan aanmaning sudah tegas dan jelas. Pengadilan Negeri Cibinong akan melaksanakan putusan MA. Para penyerobot harus meninggalkan dan mengosongkan tanah sengketa," sambungnya.

Adapun untuk konsumen, kata Reynold, ada opsi-opsi langkah hukum yang bisa ditempuh untuk mendapatkan haknya. Untuk itu, dia menegaskan, pihaknya siap memberikan layanan konsultasi hukum ke konsumen.

Komitmen ini berdasar motvasi solidaritas dan kemanusiaan. "Apalagi kami PT Tjitajam dan konsumen sama-sama jadi korban dalam perkara ini," kata Reynold.

Terkait perkara itu, Putusan MA No : 2682 K/PDT/2019 yang telah Berkekuatan Hukum Tetap (inkracht van gewijsde) diketok pada 4 Oktober 2019 dan diberitahukan kepada pihak-pihak berperkara pada bulan November 2019.

Seperti dikutip dari salinan putusan MA atas kasus tersebut, ditegaskan bahwa, 'PT Tjitajam yang sah menurut hukum adalah PT Tjitajam dengan Susunan Pengurus Direktur Rotendi dan Komisaris Jahja Komar Hidajat, karena itu berhak atas tanah objek sengketa'.

PT Tjitajam sebagai pihak Penggugat Intervensi dalam kasus ini pun diputuskan sebagai pemilik sah atas tanah berikut bangunan di atasnya yang menjadi objek sengketa, sesuai SHGB No. 3/Citayam, SHGB Nomor 1798/Ragajaya, SHGB Nomor 1799/Ragajaya, SHGB No. 1800/Ragajaya, SHGB No. 1801/Ragajaya, SHGB No. 257/Cipayung Jaya, dan SHGB No. 1802/Ragajaya.

Seluruhnya atas nama PT. Tjitajam dengan Pengesahan Akta Pendirian tertanggal 12 Agustus 1996', di mana sebagian tanah menjadi lokasi proyek Perumahan Green Citayam City yang dibangun/ dikembangkan oleh PT. Green Construction City.

Putusan MA ini memperkuat putusan sebelumnya yakni Putusan Pengadilan Negeri Cibinong No : 79/Pdt.G/2017/PN.Cbi No : 79/Pdt.Int/2017/PN.Cbi tanggal 7 September 2018, dan Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor : 146/Pdt/2019/PT.Bdg tanggal 16 Mei 2019.

Dengan ini MA menolak permohonan kasasi pihak Tergugat Intervensi, yakni PT Tjitajam dengan versi kepengurusan Ponten Cahaya Surbakti, Cipto Sulistio, Tamami Imam Santoso, Zaldy Sofyan, dkk.

Reynold Thonak menjelaskan bahwa kasus Perumahan Green Citayam City ini terkait dengan langkah-langkah mengatasnamakan PT Tjitajam dengan berbagai cara.

"Ada pihak yang mengaku-aku sebagai pengurus perseroan dan pemegang saham dengan cara duplikasi dokumen dan penerbitan akta-akta yang tidak sah," jelasnya.

Dia menegaskan, kliennya sudah dinyatakan sebagai PT Tjitajam yang sah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada putusannya pada 1999 yakni Putusan Nomor: 108/Pdt/G/1999/PN.Jkt.Tim tanggal 27 April 2000 yang telah Berkekuatan Hukum Tetap (inkracht van gewijsde).

Namun ternyata upaya penguasaan atas perusahaan masih berlanjut, salah satunya dalam kasus Green Citayam City ini. Terkait kasus Green Citayam City, lanjut Reynold, pihaknya merasa dirugikan karena asetnya tiba-tiba menjadi lokasi proyek perumahan dengan modal penggunaan sertifikat pengganti.

Padahal lokasi tersebut merupakan salah satu aset yang sedang diletakkan sita jaminan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur dalam Perkara Nomor : 108/Pdt/G/1999/PN.Jkt.Tim.

Sejumlah konsumen Perumahan Green Citayam City (GCC) akan menggugat PT Bank Tabungan Negara seiring putusan Mahkamah Agung. Gugatan itu bertujuan untuk membatalkan perjanjian kredit dengan BTN atas pembelian rumah di GCC yang belakangan terbukti tidak sah secara hukum.

"Jadi konsumen terancam rugi berlipat-lipat, mereka mengangsur untuk tanah dan bangunan yang tidak sah," kata Reynold Thonak.

Dia mengungkapkan, dari informasi yang dihimpun, sejauh ini sudah ada sekitar 600 orang yang telah meneken akad kredit dengan BTN untuk pembelian rumah di GCC. Dari sejumlah itu, sekitar 300 orang bahkan sudah menempati rumah yang terbangun.

"Ada belasan konsumen yang menghubungi saya untuk rencana menggugat," katanya.

Reynold menegaskan, pihaknya memang siap membantu konsumen berupa konsultasi hukum ikhwal langkah apa yang bisa dilakukan konsumen untuk memperjuangkan haknya.

"Motivasinya adalah kemanusiaan untuk membantu konsumen, karena kami sama-sama dizalimi," ujarnya.

Dia menyebutkan, ada dua langkah hukum yang bisa ditempuh konsumen GCC. Konsumen yang mengambil kredit melalui BTN, bisa mengajukan gugatan perdata dengan Undang-undang Perlindungan Konsumen. Dalam hal ini BTN digugat sebagai pihak yang memfasilitasi pembiayaan atas kegiatan yang tidak sah.

"Dengan putusan MA itu, perjanjian kredit batal demi hukum," jelasnya.

Adapun konsumen yang langsung transaksi dengan pengembang bisa melalui mekanisme kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Ini untuk transaksi seperti pembayaran penambahan luas tanah.

PKPU tahap pertama sudah bergulir sejak September 2019 lalu. Sebagian konsumen sudah menerima dananya kembali secara bertahap. "PKPU berikutnya sudah bisa mulai lagi," kata Reynold.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1583 seconds (0.1#10.140)