Kata Pengamat LIPI Soal Isu Jual Beli Kursi PAW Anggota DPR
A
A
A
JAKARTA - Terkuaknya kasus jual-beli kursi DPR lewat Pergantian Antar-Waktu (PAW) dengan tertangkapnya Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu, mengungkap bahwa institusi parpol tidak bertanggung jawab menjalankan perannya sebagai lembaga demokrasi.
Dan Ketua Umum (Ketum) Parpol seharusnya memegang peranan sebagai manajer yang bertanggung jawab sehingga kasus jual-beli PAW ini tidak terjadi.
“Ketua umum partai seharusnya berperan sebagai nanajer partai yang bertanggung jawab terhadap maju mundurnya partai. Selain itu, ia juga melakukan kaderisasi dan promosi kader secara transparan dan akuntabel,” kata Pakar Peneliti Senior Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro saat dihubungi di Jakarta, Minggu (12/1/2020).
Menurut perempuan yang akrab disapa Wiwiek ini, kemampuan manajerial yang bertanggung jawab dari seorang Ketum Parpol ini sangat krusial dalam sebuah parpol khususnya, guna menghindari promosi kader ke jenjang-jenjang tertentu dilakukan secara serampangan atau menafikan kaidah dan peraturan yang ada.
“Promosi kader tidak boleh semata-mata dilandasi oleh suka-tidak suka atau karena kedekatan dan kekerabatan. Apalagi kalau sampai ke taraf diperjualbelikan. Ini sangat celaka karena menodai demokrasi dan menimbulkan public distrust (ketidakpercayaan publik) yang serius,” tutur Wiwek.
Profesor Riset Ilmu Politik ini mengakui bahwa memang uang menggoda siapa saja. Tetapi, hasil jual-beli PAW seperti itu sangat menodai demokrasi, sangat tidak elok dan tidak etis dilakukan oleh siapapun termasuk oleh elite partai dan komisioner KPU. Terlebih parpol dan KPU ini lembaga demokrasi.
Wiwiek menegaskan bahwa partai politik secara prinsip harus mampu merefleksikan institusinya sebagai rumah demokrasi dan aset negara.
“Karena itu tidak pada tempatnya jika pimpinan partai bertindak otoriter dengan memecat kader tanpa alasan yang logis dan bukti-bukti yang bisa dipertanggungjawabkan,” tandasnya.
Dan Ketua Umum (Ketum) Parpol seharusnya memegang peranan sebagai manajer yang bertanggung jawab sehingga kasus jual-beli PAW ini tidak terjadi.
“Ketua umum partai seharusnya berperan sebagai nanajer partai yang bertanggung jawab terhadap maju mundurnya partai. Selain itu, ia juga melakukan kaderisasi dan promosi kader secara transparan dan akuntabel,” kata Pakar Peneliti Senior Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro saat dihubungi di Jakarta, Minggu (12/1/2020).
Menurut perempuan yang akrab disapa Wiwiek ini, kemampuan manajerial yang bertanggung jawab dari seorang Ketum Parpol ini sangat krusial dalam sebuah parpol khususnya, guna menghindari promosi kader ke jenjang-jenjang tertentu dilakukan secara serampangan atau menafikan kaidah dan peraturan yang ada.
“Promosi kader tidak boleh semata-mata dilandasi oleh suka-tidak suka atau karena kedekatan dan kekerabatan. Apalagi kalau sampai ke taraf diperjualbelikan. Ini sangat celaka karena menodai demokrasi dan menimbulkan public distrust (ketidakpercayaan publik) yang serius,” tutur Wiwek.
Profesor Riset Ilmu Politik ini mengakui bahwa memang uang menggoda siapa saja. Tetapi, hasil jual-beli PAW seperti itu sangat menodai demokrasi, sangat tidak elok dan tidak etis dilakukan oleh siapapun termasuk oleh elite partai dan komisioner KPU. Terlebih parpol dan KPU ini lembaga demokrasi.
Wiwiek menegaskan bahwa partai politik secara prinsip harus mampu merefleksikan institusinya sebagai rumah demokrasi dan aset negara.
“Karena itu tidak pada tempatnya jika pimpinan partai bertindak otoriter dengan memecat kader tanpa alasan yang logis dan bukti-bukti yang bisa dipertanggungjawabkan,” tandasnya.
(pur)