Dana Banpol Naik, Tata Kelola Keuangan Parpol Harus Lebih Baik

Jum'at, 13 Desember 2019 - 19:40 WIB
Dana Banpol Naik, Tata...
Dana Banpol Naik, Tata Kelola Keuangan Parpol Harus Lebih Baik
A A A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) merekomendasikan peningkatan dana bantuan untuk partai politik (banpol) yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Rekomendasi pembiyaan tersebut dianggap sebagai upaya pencegahan korupsi yang selama ini kerap terjadi di internal parpol. KPK dan LIPI mengusulkan, banpol dialokasikan dalam kas bangsa sebesar Rp16.922 per suara.

(Baca juga: PPP Bahas Penyebab Anjloknya Suara Pemilu di Mukernas)

Usulan ini seirama dengan rencana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang memperkirakan anggaran untuk partai politik (parpol) dari APBN sekira Rp6 triliun setiap tahunnya.

Biaya parpol ini kemungkinan bisa dianggarkan untuk APBN 2023. Proyeksi total APBN pada 2023 akan mencapai sekira Rp2.700 triliun. Atas kenaikan dana banpol ini, Sekjen PPP Arsul Sani mengucapkan terima kasih.

"Ketika KPK dan LIPI mengusulkan kepada pemerintah untuk menaikkan anggaran parpol. Tentu juga kenaikan ini harus diimbangi dengan tata kelola keuangan yang lebih baik," ujar Arsul Sani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (13/12/2019).

Karena itu menurut Arsul, ke depan perlu ada konsep yang dibangun parpol, yakni sistem pengguna anggaran dan kuasa pengguna anggaran yang juga bertanggung jawab dalam hal keuangan, seperti yang berlaku di kementerian dan lembaga.

"Prinsipnya enggak ada masalah. Kami di PPP juga sudah melatih diri untuk tata kelola yang baik sehingga kalau kita lihat PPP tiga tahun berturut-turut laporan penggunaan dana bantuan politik itu tidak ada temuan dari BPK. Kami senang juga. Itu dalam rangka nanti kalau dikasih lebih besar lagi ya kita sudah siap dengan tata kelola yang lebih baik,” urainya.

Menurut Arsul, dengan adanya rencana kenaikan banpol, parpol harus meningkatkan pengkaderan dan pendidikan politik. Selain itu, parpol juga harus melakukan kerja-kerja politik yang lebih konkret di masyarakat.

"Kemudian harus dipertimbangkan juga sistem pemilunya. Coba kita bayangkan ada orang yang sudah dikader, aktif di parpol bertahun-tahun, mengabdi di parpol dan aktif di berbagai kegiatan, tapi dalam pemilu kalah karena nggak punya modal. Ini hal-hal yang harus kita pikirkan ke depan, apakah sistem proporsional terbuka seperti yang ada sekarang ini akan tetap dipertahankan terus?" jelasnya.

Dikatakan Arsul, jika sistem proporsional terbuka seperti sekarang tetap dipertahankan maka konsekuensinya ke DPR hanya akan diisi anak dan istri pejabat, atau para pengusaha atau anak pengusaha. "Kan repot juga DPR-nya," pungkasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1264 seconds (0.1#10.140)